"Hal terbahagia adalah saat kamu menjadi milikku seutuhnya."
Bagaimana bisa seorang Dareen Narendra segampang itu menyatakan perasaannya, dan bagaimana pula dia bisa terlihat santai saat jantung Jasmine nyaris terlontar keluar?
Yang Dareen tahu, ia tidak ingin menunda ataupun membuang kesempatan yang ada, bisa berada dengan Jasmine yang sedang dalam keadaan pulih itu sudah cukup baginyaㅡlagipula, ia tidak sama sekali berharap Jasmine akan balik membalas perasaannya, yang jelas cowok itu sudah jujur dan itu sudah cukup.
Meskipun, sejujurnya cowok itu ingin menjadikan Jasmine miliknya seutuhnya.
Bahkan masih teringat jelas di ingatan Dareen respon Jasmine saat cowok itu mengakui perasaannya, Jasmine butuh beberapa detik terdiam kemudian tertawa sambil bertanya 'Lo nembak?'
'Belum sih, ga bawa peluru.'
'Yaudah lo pulang dulu sana ambil peluru terus balik sini lagi.'
'Emang bakal kena?'
Jasmine lalu tersenyum 'Mana gue tau kalau belum dicoba.'
Mengingatnya sendiri membuat hati Dareen makin tak karuan, oke jadi sekarang ia harus bawa peluru apa? se-bucket bunga? coklat? boneka? puisi? barang kesukaan Jasmineㅡ
ah basi. Bagaimana kalau mencoba sesuatu yang anti mainstream?Dareen berguling diatas tempat tidurnya, masih berpikir cara yang kiranya 'paling tepat' untuk menjadi egois dalam sehari, yaitu meminta Jasmine menjadi miliknya.
Dareen beranjak dari tempat tidur, segera menghampiri Fika yang ada di kamarnya, Fika cukup terkejut saat kakaknya itu tiba-tiba membuka pintu kamarnya.
"Ngangetin, Kak!" omel Fika yang terlihat tengah membaca komik di tempat tidur.
Masih berdiri di ambang pintu Dareen memandang Fika dengan wajah serius "Cara nembak cewek gimana?" tanyanya.
Fika diam sebentar kemudian tawanya meledak. Komiknya ia tutup begitu saja tanpa sama sekali diberi pembatas atau melipatnya sebagai tanda halaman terakhir yang ia baca.
"Kok?" ucap gadis itu masih dengan sisa tawanya "Kakak mau nembak? sumpah?"
Fika kembali tertawa membuat Dareen kesal.
"Kamu waktu ditembak sama pacar kamu gimana?"
"Di chat doang sih, bilang mau jadi paㅡ"
"Eh Fika ngga punya pacar, Kak!" ralat gadis itu tiba-tiba, keceplosan.
"Dasar, anak smp." Dareen berbalik dan segera menutup pintu kamar Fika.
"Kak! Fika ga punya pacar!" teriak Fika lagi dari kamar dengan nada frustasi.
Niatnya, Dareen ingin meminta saran, tapi ia lupa Fika masih kategori bocah versi Dareen, ia bisa saja menghubungi kakak sulungnya, Nisa. Tapi harga diri dan martabat dirinya di depan Nisa lebih penting dari itu semua.
Ah iya, fyi, ini pertama kalinya Dareen akan menembak seorang gadis, makanya gayanya terkesan kikuk dan labil.
Lain halnya dengan Jasmine, ia lumayan sering mendengar pengakuan cinta 2-3 orang temannya dulu di bangku sekolah menengah pertama, dan semuanya berujung penolakan. Tapi kali ini gadis itu memang tidak bisa bohong, pengakuan dari Dareen adalah pengakuan yang paling membuat gadis itu mati gaya! Sama sekali tidak tahu harus berbuat apa, dan sudah bisa dipastikan, kali ini tidak akan berujung penolakan, semoga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dareen
Ficção AdolescenteIni bukan tentang dia yang dingin dan irit bicara. Bukan tentang dia yang biang rusuh seantero sekolah. Bukan pula tentang dia yang tampan membuat meleleh hati para wanita. Bukan. Ini tentang Dareen. Cowok yang rela meluangkan waktunya untuk memasti...