TIGA PULUH TUJUH

1.3K 96 3
                                    

kindly check the previous chapter in case you forget about the story because the writer takes forever to update, lol. Enjoy!

• • •

"Aku ingin kamu bahagia, walaupun tanpa ada aku disana."

Permukaan kasar dari rerumputan itu bisa dirasakan jelas oleh telapak kaki Jasmine, masih basah sisa hujan tadi. Kaca-kaca di ujung sana juga nampak masih berembun, dan aroma petrichor masih dapat ditangkap oleh hidung gadis itu. Di sekelilingnya tidak banyak pasien yang lain, hanya ada seorang nenek yang menemani suaminya yang tidak jauh darinya.

"Silahkan hirup udara segarnya," celutuk Dareen yang Jasmine sendiri sampai lupa ada cowok itu yang sedari tadi menemaninya di taman rumah sakit.

Jasmine tertawa mengingat sedari tadi dia memang kekeuh untuk keluar kamar rawat dengan alasan ingin menghirup udara segar "Jangan ngambek elah,"

"Ya lagian, kamu kira ini ga dingin abis hujan? kalau tiba-tiba hujan lagi gimana?" lanjut Dareen masih mengomel dengan nada yang tidak nyantai.

"Kalau hujan lagi tinggal masuk 'kan?"

"Siapa yang bisa jamin kita ga kena ujan dulu?"

Tawa Jasmine pecah kemudian ia mendekatkan duduknya ke Dareen "Apa salahnya sih kena hujan, Reen?" gadis itu menoleh memandang Dareen masih dengan sisa senyumnya "Ingat ngga pas kita pulang dari rumah Chika kerkel prakarya? kita hujan-hujanan loh pas itu."

Dareen berpikir sejenak "Yang mana?"

"Yang berempat sama Mamat, terus kita pulangnya pisah, gara-gara kamu manggil taksi."

"Oh.. iya ingat, pulangnya aku langsung minta dikerok sama Mama, masuk angin." jawab Dareen.

"Beneran?" tanya Jasmine yang dibalas anggukan cowok di sampingnya.

"Kamu sih pake acara ngasih jaket segala, norak kayak di drama-drama." ejek Jasmine.

"Norak tapi akhirnya kamu bisa pake jaket aku 'kan? bukannya kamu pengen cium wanginya?" Dareen memandang Jasmine dengan tatapan menggoda.

Jasmine lalu tertawa sambil mencubit Dareen "Sok tahu! hahahaha"

"Sakit, Mine!" Dareen mengusap bekas cubitan gadis itu  "Kamu jangan suka cubit orang, kalau ternyata kulitnya alergi karena dermografisme gimana?"

Alis Jasmine mengkerut "Apaan tuh?"

"Dermografisme itu kulitnya bakal berbekas bentol-bentol warna merah kalau kena benda tumpul, dicubit, atau digigit."

Jasmine mengangguk seadanya "Tadi aku juga kepikiran sih mau gigit kamu."

Dareen tertawa dengan gerakan menghindar "Wih sangar..."

"Tau ga, Reen?"

"Gatau, 'kan kamu belum ngasih tau."

Jasmine berdecak geram "Ck. Dareen..."

Dareen lalu meredam tawanya "Iya iya kenapa?" ia mendekatkan dirinya dengan Jasmine kemudian merangkul gadis itu pelan.

Jasmine yang merasakan tangan Dareen di bahunya kemudian menyandarkan kepalanya di cowok itu, mencari posisi ternyaman untuknya, aroma dari baju yang Dareen kenakan sekarang sudah masuk ke indra penciuman Jasmine. Tempat ternyaman bagi Jasmine; di sisi Dareen.

Dareen mengusap pelan bahu gadis itu, seakan gadisnya rapuh, aroma rambut dari Jasmine dapat dihirup jelas olehnya, sebisa mungkin membuat Jasmine merasa nyaman.

DareenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang