ENAM

3.7K 255 11
                                    

"Maaf mengganggu, aku hanya mengkhawatirkan kamu."

Hamster dengan gradasi warna itu terlihat makan dengan lahap, ukurannya kecil dengan bulu halus yang lebat menambah kesan lucunya.

Dareen termasuk sosok penyayang binatang, apapun itu. Bahkan ketika dipanggil untuk membunuh kecoa di kamar Fika, ia meminta maaf terlebih dahulu pada kecoa bersangkutan sebelum membunuhnya. Maksud Dareen, semua makhluk di dunia ini berhak hidup, bahkan hewan sekalipun, mereka punya hak untuk tetap hidup atas izin Tuhan.

Karena bagi Dareen hidup itu berarti, hidup tidak pantas untuk disia-siakan. Karena hidup tidak datang dua kali, dan kalaupun bisa hidup atau terlahir kembali, Dareen sungguh ingin melakukan hal itu.

"Kak!" suara Fika, adik Dareen membangunkan cowok itu dari lamunannya, ia mendongak menatap Fika yang baru saja pulang sekolah, masih  berbalut seragam putih biru khas SMP.

"Loh? masuk lewat mana?" tanya Dareen polos.

Gadis berkulit sawo matang dengan ikatan kuda di kepalanya itu memandang abangnya kesal "Lewat pintu lah, masa lewat plafon," jawabnya judes "Lagian ngapaiin juga di depan tangga merhatiin Mochi? kek gaada kerjaan aja,"

Dareen beranjak dari posisi jongkoknya yang memblokade jalanan menuju tangga rumah "Kamu pulang naik apa?"

Terlihat Fika mengalihkan pandangannya "Dianter temen,"

"Pacar?" koreksi Dareen kemudian.

"Temen," ulang Fika.

"Pacar?"

"Temen!" jawab gadis itu gemas.

"Pacar?" terlihan senyum Dareen mengembang, jika bosan dengan Mochi, kerjaan Dareen di rumah ya tentu saja mengganggu adik bungsunya itu.

Fika memutar bola matanya malas, kemudian mendorong badan Dareen ke samping menyingkir dari depan tangga "Aku baru tau ternyata Kaka budek," tutur Fika kemudian naik menuju kamarnya.

"Yee Kaka laporin Mama nanti ya!" ancam Dareen sambil berteriak karena sosok Fika yang sudah tidak terlihat.

"Ah dasar bocah," gumam Dareen pada dirinya sendiri.

Usia Fika baru-baru saja menginjak 15 tahun. Tidak terlalu jauh berbeda dengan Dareen, tapi bagaiman pun juga, Dareen lebih unggul dan lebih dewasa dari Fika. Memang sih, SMP adalah masa peralihan dari anak-anak menuju remaja, usia ini rentan, bahkan lebih rentan jatuh cinta dari anak SMA.

Ah, mengingat masa SMP membuat Dareen rindu, rindu yang Dareen yakin tak akan berujung temu.

Tiba-tiba Fika kembali turun lewat tangga dengan ekspresi paniknya "Kak!" panggilnya cepat sebelum Dareen berlalu dari tempatnya.

Dareen yang merasa terpanggil kemudian berbalik ke arah Fika yang sudah menghampirinya "Malam ini kerjaiin pr aku ya?" ucapnya memelas.

Dan apa respon Dareen? tentu saja cowok itu ogah "Hah pr? kerja sendiri sana," jawabnya acuh kemudian berjalan menuju ruang tengah diikuti Fika.

"Yah plis dong kak, besok udah harus dikumpul, kaka tau 'kan Pak Bowo guru biologi? dia killer abis," Fika masih saja membuntunti kakak laki-lakinya itu.

Dareen menghempaskan dirinya di sofa panjang yang empuk di ruang tengah, kemudian beralih menyalakan TV "Ga, ngga tau. Ga diajar sama Pak Bowo waktu kelas dua,"

Fika ikut duduk masih berusaha membujuk kakaknya itu "Alah, gausah ngeles deh kak, Malah Pak Bowo sendiri yang nanyaiin Kaka sekarang lanjut di SMA mana,"

Tangan Dareen masih bekerja mengganti channel TV "Ya 'kan tau sendiri pas SMP Kaka eksisnya kayak gimana, sampe semua guru juga kenal,"

"Bodo amat deh, yang penting kerjaiin pr ku yah?" tutur Fika acuh dengan perkataan kakaknya barusan.

DareenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang