"Sakit yang dipendam tak akan menghasilkan sembuh, justru ia akan perlahan membunuhmu. Bagaimana kalau sakit itu kau bagi? setidaknya itu bisa mengurangi."
Hanya siluet dari Chika yang dapat Jasmine lihat cukup jelas, suara dari gadis di hadapannya itu bahkan terdengar samar-samar.
"Min?" panggil gadis itu memastikan.
"Eh iya? lo ngomong apa tadi?" tanya Jasmine berbicara, meskipun perutnya terasa sakit sekarang.
"Gue bilang, kalau ada yang gue ga tau dan lo yang tau jawabannya, kasih tau gue ya?"
Jasmine hanya menggangguk meskipun tidak begitu yakin dengan apa yang dikatakan teman sebangkunya itu. Bel masuk berbunyi bersamaan dengan Jasmine yang berusaha mengeluarkan segala perlengkapan ujian seperti pulpen dan papan ujian.
Beberapa teman sekelas Jasmine yang tadi tengah sibuk ber-embuk kini terpecah kembali ke bangku masing-masing. Jasmine sudah belajar semalaman dan seharusnya ia tidak usah gugup.
Bersamaan dengan guru pengawas, sosok Dareen masuk ke dalam kelas, cowok itu segera duduk di tempatnya meskipun mendapat tatapan aneh dari dua guru pengawas.
"Aduh, Dareen Narendra, untung kita datangnya samaan, kalau saya lebih cepat sedetik aja dari kamu, saya ga izinin kamu masuk ruangan." omelan itu datang dari Bu Desi, guru perawan tua yang cerewetnya kebangetan.
"Maaf, Bu." ucap Dareen dan hanya dibalas gelengan oleh Bu Desi.
"Udah datang semua?" tanya Bu Ernita, Bu Ernita sendiri lebih kalem dan tidak terlalu mempermasalahkan hal yang baru saja diucapkan teman sesama pengajarnya itu.
Beberapa siswa di depan berbalik memperhatikan apakah semua bangku sudah terisi "Sudah, Bu."
"Oke kita mulai ya ujiannya." Bu Ernita beralih menutup pintu kelas membuat suasana hening sejenak.
"Ketua kelasnya siapa? tolong bimbing teman kamu untuk doa bersama sebelum ujian." sambung Bu Ernita.
Seisi kelas larut dalam doa, berharap Bu Desi dan Bu Ernita sebentar lagi asik ngegosip, atau minimal ga ketahuan nyontek deh, tapi bagi Jasmine, ia harap sakitnya hilang saat itu juga.
"Min, gausah tegang gitu dong, ini cuman UTS." ujar Chika saat soal mulai dibagikan.
Jasmine hanya mengangguk, keringat dingin perlahan membasahi pelipis gadis itu, juga kakinya yang terus bergoyang berusaha meredam rasa sakit yang sedari tadi ia tahan.
"Kalian semua jaga jarak, ada 8 paket soal berbeda, kemungkinan soal kalian sama itu cukup tipis." instruksi dari Bu Desi "Jadi, kalian jangan tanya jawaban nomor 3 atau 4 belum tentu soal kalian sama."
"Iya, Bu." ucap seisi kelas serempak.
"Aduh, mati gue." desis Dareen pelan sambil memukul keningnya.
"Kenapa, Reen?" tanya Mamat, teman sebangku Dareen.
"Gue lupa."
"Lupa apa? kartu ujian?" tanya Mamat lagi sambil memperbaiki posisi kacamatanya.
"Bukan," jawab Dareen, ia beralih menatap Mamat di sampingnya "Gue lupa ngasih tau Jasmine kalau soalnya beda paket."
Bahu Mamat melorot, cowok itu memperbaiki posisinya menghadap ke depan "Yaudah kali."
"Yaudah gimana maksud lo, Mat?"
"Maksudnya yaudah, dia juga udah ngerjaiin tuh." dagu Mamat mengarah pada Jasmine yang berjarak beberapa bangku.
Dareen mengikuti pandangan Mamat dan mendapati Jasmine yang tengah menunduk menulis di lembar jawabannya, kaki gadis itu terus bergerak, tangan kanannya memegang pulpen dan tangan kiri ia letakkan di perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dareen
Teen FictionIni bukan tentang dia yang dingin dan irit bicara. Bukan tentang dia yang biang rusuh seantero sekolah. Bukan pula tentang dia yang tampan membuat meleleh hati para wanita. Bukan. Ini tentang Dareen. Cowok yang rela meluangkan waktunya untuk memasti...