TIGA PULUH EMPAT

2K 160 14
                                    

Nonton videonya dulu ya gais!! Sangat adem dengernyaa♡´・ᴗ・'♡

• • •

Helai demi helai rambut yang disurai gadis itu perlahan gugur, cukup banyak untuk dibilang sedikit. Dengan tiga kali ikatan terbentuklah model ekor kuda di kepala Jasmine, ia berdiri dan memulai memunguti rambutnya yang rontok di lantai dan segera membuangnya di tempat sampah.

Gadis itu sudah siap dengan seragam batik khas sekolahnya yang melekat di badan, saat keluar dari kamar ia mendapati Arya yang tengah makan di meja makan. Sejauh ini sebuah pencapaian yang luar biasa, karena beberapa minggu terakhir Arya tak pernah sempat sarapan dengan putri semata wayangnya itu.

"Tumben kamu bangunnya cepet." ucap pria itu saat Jasmine menarik kursi untuk duduk.

Nasi goreng dengan telur mata sapi sudah tersedia di hadapan Jasmine, gadis itu segera menyendoknya tanpa menggubris perkataan Arya.

"Bi, buatin bekal lagi satu ya" pinta Jasmine pada Bi Ina yang sedang memasukkan kotak bekal di tas Jasmine.

"Buat Dareen ya?" ucap Bi Ina bermaksud menggoda dan kembali beranjak ke dapur.

Arya yang mendengar hal itu akhirnya bersuara "Kamu jangan suka pulang telat, Min."

Jasmine hanya memberi tatapan 'kenapa?' kepada ayahnya.

"Apalagi keluyuran ga jelas sama yang Bi Ina bilang tadi." sambung Arya.

Alis Jasmine terangkat "Dareen?"

"Kalau Cakra mungkin Papa masih bisa tolerir, tapi kalau dia, Papa belum tahu dia orangnya gimana."

Jasmine hanya menganggukㅡmalas merespon. Kedua ayah dan anak itu kembali dikelilingi sepi, Jasmine bisa saja memulai percakapan dan menceritakan banyak hal dengan ayahnya, mengingat mereka berdua yang jarangㅡatau bahkan tidak pernah mempunyai quality time bersama.

Tapi, gadis itu memilih diam dan menutup rapat, berharap Arya dapat mengetahui perubahan yang terjadi, berharap Arya dapat memahami perasaan putrinya.

"Jasmine," panggil Arya lagi.

"Hm." respon Jasmine seadanya.

Arya nampak memandang anak semata wayangnya itu dalam, ia menelan ludah berharap keberaniannya bertambah "Kamu mau ikut Mama atau Papa?"

Spontan kepala Jasmine terangkat, dahinya mengkerut memandang lawan bicaranya dengan perasaan was-was "Maksudnya?"

"Kalau kamu mau tetap sama Papa, kamu tetap tinggal disini, tapi kalau kamu mau ikut dengan Mamamuㅡ"

"Maksud Papa apa?!" nada bicara gadis itu naik, karena tak kunjung mendengar penjelasan yang ia mau "Aku gamau ikut salah satunya, aku ngikut Papa sama Mama."

"Bukan gitu maksudnya sayang," ucap Arya pelan "Kamu harus pilih salah satu, antara Mama mu atau Papa."

Jasmine benar-benar sudah tidak bisa menahan bom waktu yang telah terakit dari dulu, dan sepertinya saat ini adalah waktu yang tepat untuk bom itu meledak.

Jasmine memandang ke sembarang arah, air sudah mulai mengumpul di pelupuk matanya dan dalam beberapa detik bersiap untuk jatuh.

"Pa, tau ga?" ucap Jasmine "Papa itu sebenarnya ga perlu nanya gini, ga perlu, Pa!" Jasmine berucap dengan nada bergetar.

Suasana di meja makan itu benar-benar hening, bahkan suara Bi Ina yang tengah mencuci piring pun mendadak bisu entah kemana.

"Mama sama Papa mau cerai aja ga minta persetujuan aku dulu, jadi sebenarnya Papa juga ga harus 'kan nanya aku mau ngikut sapa? Aku seolah-olah barang yang ngga punya perasaan."

DareenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang