"Aku ingin menikmati tiap detik kebersamaan kita lebih lama, lebih lama dari kemarin, lebih lama dari hari ini, dan lebih lama dari kebersamaan kita yang akan datang."
Suara pertemuan antara sodet dan panci dari dapur terdengar jelas, belum lagi aroma masakan Bi Ina yang memenuhi seluruh penjuru ruangan.
Jasmine membawa tas ranselnya ke meja makan, dan segera duduk menunggu masakan Bi Ina matang sambil meminum beberapa pil obat rutinnya.
"Jasmine." panggil Arya yang duduk tepat di hadapan gadis itu.
Jasmine tidak menjawab sama sekali, malas.
"Kemarin kamu sempat ketemu Mama kamu?" tanya Arya membuka percakapan.
"Ga." jawab Jasmine sambil memakan roti di hadapannya.
"Mama kamu nungguin kamu bangun dari kemarin, tapi katanya kamu masih tidur, akhirnya Mama kamu balik lagi karena pesawatnyaㅡ"
"Ga usah dijelasin juga aku tau kok, Pa." potong Jasmine cepat membuat Bi Ina yang tengah membawa sepiring nasi goreng itu kaget.
"Kalau Mama peduli, dia bakal nolak pulang kemarin, kalau Mama peduli, dia bakal lama-lama disini, dan kalau kalian peduliㅡ" Jasmine menjeda sebentar dan menatap Arya tepat di matanya.
"Kalian ga bakal mau cerai."
Arya seketika bungkam, bagaimana bisa Jasmine tahu? lelaki paru baya itu menegang di tempatnya, seperti ditusuk belati karena perkataan anak tunggalnya sendiri.
"Kalau soal itu, Papa dan Mama kamu emang udah ga bisa sama-sama lagi, kita berduaㅡ"
"Kalian berdua udah punya pasangan baru? iya?" lagi, Jasmine memotong, napasnya naik turun dengan mata yang berkaca-kaca.
"Dulu, aku pikir Mama jahat, dia pergi lama banget tanpa sama sekali merhatiin aku, kemudian, aku berpikir lagi, ternyata Papa sama aja."
Arya menghela napasnya, mengakui kesalahannya di hadapan Jasmine, tapi ia sama sekali tidak dapat berbuat banyak akan itu.
Perlahan air mata gadis itu kembali jatuh, entah untuk keberapa kalinya dalam hitungan kurang dari 24 jam. Kemarin ia pura-pura tidur dan sengaja tidak ingin menemui Irene karena ia marah, ya, ia marah pada Arya dan Irene.
"Kemarin kamu pergi malem-malem ya? kok ga minta izin di Papa?" lagi, Arya bersuara.
Jasmine bangkit dari duduknya meraih tas kain yang isinya sudah ada dua kotak bekal yang baru saja disiapkan Bi Ina.
"Kenapa? aku harus minta izin sama Papa? penting?" ucap gadis itu sarkastik. "Emang Papa kalau jalan sama asistennya minta izin juga ke aku? kalau Papa mesra-mesraan Tante Sarah itu minta izin juga ke aku?"
"Jasmine.." panggil Arya berusaha membuat emosi anaknya menurun.
"Aku pergi dulu." Jasmine segera meninggalkan Arya di meja makan sendirian, pria itu merenggangkan ikatan dasi di lehernya, ia tidak bisa marah.
Karena Arya tahu, dia yang salah.
Pak Didit yang baru membersihkan mobil dengan kanebo terpaksa harus mengurungkan niatnya, melihat Jasmine yang tiba-tiba saja sudah masuk ke dalam mobil dengan mata berlinang membuat ia segera mengerti situasi.
Akhirnya, selama perjalan menuju sekolah, hanya sesenggukan dari gadis itu yang terdengar, bahkan Pak Didit sama sekali tidak berani bersuara atau sekedar menanyakan keadaan Jasmine.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dareen
Teen FictionIni bukan tentang dia yang dingin dan irit bicara. Bukan tentang dia yang biang rusuh seantero sekolah. Bukan pula tentang dia yang tampan membuat meleleh hati para wanita. Bukan. Ini tentang Dareen. Cowok yang rela meluangkan waktunya untuk memasti...