DUA PULUH ENAM

2.3K 186 1
                                    

"Aku ingin menjadi matamu,
sesekali merasakan bagaimana caramu bersedih. Bagaimana caramu agar tetap terlihat kuat.
Aku ingin memahami bagaimana rasanya menjadi matamu.
Lalu mengerti apa yang kamu rasakan saat menatapku."
-Boy Chandra.

Ikatan tali sepatu gadis itu terlepas, ia tetap berjalan tanpa ada niatan sama sekali memperbaikinya. Cowok di sampingnya segera berhenti membuat langkah gadis itu ikut terhenti, anak laki-laki itu tunduk tepat di hadapan sang gadis untuk mengikat tali sepatunya.

"Kalau kamu jatuh, gimana?" tanyanya.

"Ya jatuh." jawab gadis itu enteng, masih menunduk memperhatikan ikatan simpul tali yang dibuat lawan bicaranya.

"Maksudnya, aku gimana? aku kan khawatir." anak laki-laki itu berdiri sambil menatap perempuan berambut lurus panjang di hadapannya.

"Yailah, lebay, ayo." gadis itu lalu mengaitkan tangannya di lengan sahabatnya, lanjut berjalan dengan santai.

Gadis itu bersenandung kecil dengan wajah senang, karena pelajaran akhirnya selesai dan bisa pulang. Tapi sebenarnya, bukan hal itu yang utama, karena hari ini cowok di sampingnya akan berkunjung ke rumahnya.

"Dareen, woy!" panggilan itu seakan menginterupsi keduanya.

"Lo mau ke rumah gue 'kan? yaudah ayok bareng." nampak cowok jangkung itu menghampiri kemudian mengambil sesuatu dari saku celana biru tuanya.

"Nih, gue bawa motor, lo mau bareng nggak?"  sambungnya lagi sambil memperlihatkan kunci yang sudah pasti kunci motor yang ia maksud.

"Yailah, sosoan lo, motor dibawa kabur aja bangga."

"Tau nih Pa'i. Lo kan masih di bawah umur." giliran sang gadis yang berbicara.

"Lah kok gue malah diomelin? niat gue tadi baik kan ngasih Dareen tumpangan." bela cowok yang dipanggil Pa'i itu.

"Oke gue ga butuh tumpangan lo. Sekian dan terima kasih." Dareen kemudian melanjutkan langkahnya "Oiya, habis dari Nindy baru gue ke rumah lo ya!"

Rifai berbalik meneriaki Dareen yang sudah menjauh "Lah? harusnya kan ke rumah gue dulu baru Nindy!"

"Bodo amat!"

Dareen tertawa masih melanjutkan jalannya yang beriringan dengan Nindy. Iya, gadis yang bersama Dareen itu adalah Nindy, cewek manis berambut hitam panjang lurus, yang selalu ia kucir. Kulitnya kuning langsat, dan mempunyai mata yang cukup besar, tapi saat tersenyum matanya akan menyipit bersama dengan ujung bibirnya yang terangkat, sangat manis.

Walaupun sebenarnya tadi Dareen bisa ikut dengan Rifai menggunakan motor, tapi cowok itu memilih bersama Nindy menggunakan transjakarta. Nanti bus itu akan turun di halte terdekat dan itupun masih perlu jalan untuk mencapai rumah Nindy yang letaknya tidak jauh dari rumah Rifai.

Dareen sendiri sudah sangat akrab dengan Nindy sejak pertama kali masuk Sekolah Menengah Pertama dan memang ia sudah menyimpan rasa dengan sahabatnya itu, bersama Nindy makin membuat cowok itu betah dan nyaman.

"Masuk, Reen." ucap Nindy sambil membuka pintu utama rumahnya.

"Assalamualaikum." Dareen mengucap salam saat memasuki ruang tamu Nindy yang bahkan sudah ia hapal setiap jengkal.

DareenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang