TIGA PULUH SEMBILAN

1.2K 103 6
                                    

Mati rasa. Seluruh sendi tak terasa—juga mata yang terbuka dengan berat. Langit-langit berwarna putih menjadi objek pertama yang dilihat.

Telinganya peka menangkap suara di sebelah, memanggil namanya dengan nada terkejut dan tidak percaya.

Belum sempat melihat sosoknya, langkah kakinya yang buru-buru membuatnya menghilang dari ruangan.

"Harus tetap tinggal di rumah sakit dulu ya sampai kondisi dan nutrisinya terpenuhi," tukas laki-laki parubaya yang memakai jubah putih, Dokter Frans. Dokter yang sudah menangani penyakit Jasmine dari dulu.

Pikiran Jasmine seperti belum kembali sempurna, dirinya masih merasa linglung dengan keadaannya sekarang. Irene terlihat mengeluarkan air mata saat melihat putri semata wayangnya itu siuman, Arya yang baru tiba di rumah sakit pun memberi reaksi yang sama.

Saat Dokter Frans pergi meninggalkan ruangan, Irene dan Arya berusaha melihat kondisi anaknya lebih dekat.

"Kamu gapapa, Nak?" Irene memegang tangan Jasmine, Jasmine bisa merasakan sentuhan Ibunya itu, tapi masih terlalu berat baginya untuk merespon.

"Papa senang, kamu akhirnya siuman," sambung Arya.

Bisakah mereka berdua menjelaskan secara detail apa yang sebenarnya terjadi?

"Ma—" panggil Jasmine lirih, volumenya pelan tapi masih bisa terdengar oleh Irene.

"Kenapa, sayang?"

"Kondisi kamu harus stabil dulu," potong Arya tiba-tiba, belum sempat Jasmine bertanya.

Jasmine kembali larut dengan hal yang berputar-putar di kepalanya, pikirannya kalut.

• • •

"Jadi, aku koma dua minggu?" tanya Jasmine tidak percaya.

Tubuh gadis itu sudah perlahan-lahan pulih, tangan dan kakinya sudah bisa ia gerakkan dengan normal, ia juga sudah dapat berbicara tanpa terbata-bata lagi.

Irene yang memotong buah di sampingnya mengangguk pelan, ia memberikan sepotong buah apel ke piring di depan Jasmine "Udah, sekarang makan yang banyak biar kita bisa cepat pulang."

Sejujurnya Jasmine sangat terkejut, ini pertama kalinya dia mengalami yang namanya koma, ia tidak menyangka bisa kembali bangun dari tidur panjangnya. Pantas saja kemarin ia merasa 'kosong' seakan pikiran dan perasaannya belum kembali pada tempatnya.

Jasmine mengambil potongan buah di piringnya, kemudian mencicipi sedikit "HP ku mana, Ma?" tanya gadis itu lagi.

Irene menghentikan kerja tangannya, ia memandang Jasmine sebentar "Mama simpan, kamu belum bisa dekat-dekat sama barang elektronik, terutama handphone kamu itu, radiasinya bahaya." jelas Irene.

Jasmine hanya mengangguk mengerti "Oiya, Dareen kok belum datang? Mama yakin udah telfon dia?" ucap Jasmine memastikan.

Bersamaan dengan itu, pintu kamar inap Jasmine diketuk pelan, Jasmine terlihat antusias 'Pasti itu Dareen!' ucapnya dalam hati. Pintu itu kemudian bergeser dan sesosok laki-laki yang tidak asing terlihat masuk, ia memakai kaos oblong polos dengan luaran jaket jeans. Senyumnya hangat terlihat sangat senang saat melihat Jasmine.

"Cakra?" Jasmine tidak percaya dengan sosok yang baru saja datang, dia benar-benar Cakra.

Cakra kembali menutup pintu, lalu menghampiri Jasmine "Hai," sapanya pelan.

Ia memandang Jasmine dengan balutan baju pasien rumah sakit, rambutnya terikat dengan beberapa helai yang berantakan, wajahnya masih pucat, tapi tidak sepucat hari-hari biasanya, sorot matanya nampak heran, membuat Cakra sedikit merasa kikuk di hadapannya.

DareenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang