"Bersamamu, aku ingin larut dalam tawa, mengesampingkan segala derita, dan berharap esok kan baik-baik saja."
Derap kaki menggema di lorong dingin dan sepi itu, ada yang sedari tadi khawatir, takut, resah dan ingin berteriak, perasaannya kacau.
Ia mendapati pria parubaya tengah berdiri di depan pintu yang menyatu dengan dinding lorong, pria itu siap menceritakan semuanya, tatkala melihat sosok Dareen yang berlari dari ujung lorong rumah sakit.
"Pak," Dareen menjeda berusaha menghirup lebih banyak oksigen.
"Non Jasmine tadi drop waktu di jalan sepulang sekolah, Den." ungkap Pak Didit langsung.
Netra Dareen menghadap ke pintu yang tertutup rapat di hadapan mereka, tulisan Unit Gawat Darurat seakan jadi satu-satunya pajangan yang menghiasi disana.
"Tadi di sekolah, Jasmine baik-baik aja kok Pak." balas Dareen "Gaada tanda-tanda bercak menguning di kuku sama kulitnya, apa saya kurang perhatiin?"
Pak Didit menatap anak muda dengan setelan baju sekolah di sebelahnya, alisnya terangkat heran "Maksud Den Dareen?"
"Kondisi Jasmine bisa ditebak dalam sekali lihat, Pak." buka Dareen "Kita bisa tahu kondisi Jasmine membaik atau memburuk itu dari warna kukunya, sama kulitnya, ada bercak menguning kalau hati meradang."
Iya, Dareen tahu itu, tanda-tanda ataupun sinyal-sinyal yang ia maksud memang sudah dari dahulu diam-diam dipelajari cowok itu.
Pak Didit sedikit kaget karena perkataan Dareen, ia takjub cowok itu tidak main-main dengan penyakit yang dialami pacarnya.
"Tapi kenapa Non Jasmine sekarang drop tiba-tiba ya, Den?"
"Dokter sudah kasih keterangan belum, Pak?"
Pak Didit mengangguk "Lagi bicara sama Pak Arya, Den. Semoga Non Jasmine ga kenapa-napa."
Semoga Jasmine tidak kenapa-napa Bukannya gadis itu sudah kenapa-napa? penyakit yang ia idap, sakit yang ia tahan, tangis yang tak pernah sekalipun ia keluarkan, bukannya itu apa-apa?
Kalau selama ini orang-orang beranggapan gadis itu tidak kenapa-napa, itu salah besar. Mungkin Jasmine senang sekarang, topeng yang ia pakai, dan peran yang ia mainkan benar-benar menipu semua orang.
Dareen hanya diam dengan isi kepalanya yang berputar-putar, sampai ia hanya mengangguk seadanya saat Pak Didit menepuk pundaknya untuk pamit pulang sebentar.
Jam sudah menunjukkan pukul enam petang, Dareen sendiri sampai mengabaikan dirinya yang belum makan siang, seragam sekolah yang belum ia lepas juga masih melekat di badannya. Tapi soal ibadah, ia tidak bisa mengabaikan yang satu itu.
Dareen beranjak dari duduknya, berjalan mencoba mencari musholla terdekat yang bisa ia capai saat itu juga, ia sadar ada hal yang memang sebaiknya ia bicarakan pada Tuhan.
• • •
Selesai melaksanakan kewajibannya, Dareen kembali ke UGD, berharap mendapat kabar baik mungkin saja Jasmine sudah siuman.
Dareen duduk persis di samping laki-laki dengan setelan kemeja dan celana kain serta sepatu mengkilap, masih menimbang-nimbang harus memulai percakapan seperti apa.
"Saya Darㅡ"
"Iya saya tahu kamu Dareen, pacar anak saya." potong laki-laki itu cepat sebelum Dareen menyelesaikan kalimatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dareen
Teen FictionIni bukan tentang dia yang dingin dan irit bicara. Bukan tentang dia yang biang rusuh seantero sekolah. Bukan pula tentang dia yang tampan membuat meleleh hati para wanita. Bukan. Ini tentang Dareen. Cowok yang rela meluangkan waktunya untuk memasti...