"Ada dua hal yang perlu kamu tahu saat berusaha menjauhi ku. Satu, kamu tidak akan bisa, dan dua, kamu memang tidak akan pernah bisa."
Setelah tiga hari di rumah sakit, Jasmine akhirnya bisa kembali bersekolah. Senang, karena ia bisa terbebas dari ruang pengap tanpa cahaya matahari itu.
"Jasmine, maaf ya Papa gabisa antar kamu, soalnya lagi buru-buru." Arya mengusap kepala anak tunggalnya pelan.
"Oke Pa, aku berangkat sama Pak Didit aja." Jasmine lalu mencium tangan Arya, kemudian Arya segera masuk ke mobilnya hingga akhirnya hilang dari pandangan gadis itu.
Bersamaan dengan itu, Pak Didit datang dengan motornya, segera menghampiri Jasmine.
"Aduh maaf ya Non, saya telat. Mau berangkat sekarang?" tanyanya.
"Iya, Pak." Jasmine kemudian mengangguk diikuti oleh Pak Didit yang segera masuk ke mobil.
Supir pribadi Jasmine itu memang tidak tinggal dengan Jasmine, Pak Didit tinggal di daerah tak jauh dari rumah Jasmine, yang membuat pria parubaya itu harus naik motor. Berbeda dengan Bi Ina yang memang sudah seperti 'tuan rumah kedua.'
"Enak ya Non udah bisa sekolah?" Pak Didit membuka percakapan.
Jasmine hanya mengangguk meskipun tak yakin Pak Didit bisa melihat anggukan gadis itu.
"Saya masih ga abis pikir aja Non Jasmine keluar malam kayak waktu itu." sambung Pak Didit lagi.
"Ya mau gimana lagi, acaranya malam, Pak." jawab Jasmine sambil memandang keluar jendela mobil.
"Perginya sama Reen-reen itu ya?"
"Namanya Dareen, Pak." koreksi Jasmine.
"Ah iya Dareen."
Jasmine tidak menjawab, pandangannya masih keluar sampai Pak Didit diam-diam melirik majikan di sampingnya itu. Takut, karena mungkin Jasmine sedang tidak tertarik dengan topik yang ia bawakan, padahal Pak Didit sengaja, agar mood Jasmine naik. Tapi yang terjadi malah sebaliknya.
Jasmine memang sedang tenggelam dalam lamunannya, memperhatikan semrawutnya lalu lintas yang sama halnya dengan pikiran gadis itu.
Karena topik 'reen-reen' itu pula Pak Didit urung memulai pembicaraan baru yang membuat suasana di mobil tidak seperti biasanya, bahkan sampai Jasmine akhirnya menginjakkan kaki di sekolah.
Pak Didit bisa memaklumi, suasana hati gadis 16 tahun itu memang gampang berubah, dan susah ditebak.
Setelah mengucap terimakasih, Jasmine lalu berjalan masuk ke sekolah hingga akhirnya bisa duduk di bangkunya, di samping Chika.
"Jasmine!!!" Chika langsung memeluk sohibnya itu "I miss you so much."
Jasmine lalu berusaha melepas pelukan Chika "Apa sih Chi, lebay."
Chika lalu tertawa dan melapas tangannya yang sedari tadi melingkar tubuh kecil Jasmine "Aku kesepian gaada kamu, kamu darimana sih?"
"Cari duit buat masa depan kita."
"Aduh.. jimayu." wajah Chika berubah imut-imut ngga gemesin.
"Gue serius nih, lo sakit katanya?" sambung Chika lagi.
Alis Jasmine terangkat "Katanya siapa?"
Pandangan keduanya lalu terfokus pada pintu kelas yang tiba-tiba terbuka, mengingat decitan pintu kelas yang suaranya 11-12 suara tikus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dareen
Teen FictionIni bukan tentang dia yang dingin dan irit bicara. Bukan tentang dia yang biang rusuh seantero sekolah. Bukan pula tentang dia yang tampan membuat meleleh hati para wanita. Bukan. Ini tentang Dareen. Cowok yang rela meluangkan waktunya untuk memasti...