"Kalau aku senang menghabiskan waktu denganmu, itu normal 'kan?"
Ruangan serba putih itu hening, Jasmine masih ragu memandang lawan bicaranya di depan, setelah pertanyaan yang baru saja dilontarkan Dokter Frans yang membuat gadis itu bimbang.
"Dosis obatnya bisa saya kurangin, tapi saya gatau apa respon tubuh kamu," Dokter Frans memperbaiki posisinya "Dengan kata lain, saya gatau efek samping yang ditimbulkan kalau dosisnya dikurangin."
Jasmine masih diam, pandangannya menyebar ke sekitar berusaha mengatasi kecanggungan "Gejalanya udah berkurang dok, jadi saya rasa ga perlu pakai obat dengan dosis tinggi,"
Pria berusia 40tahunan itu mengangguk "Memang benar, saya juga pernah bilang dosisnya bisa dikurangin kalau gejalanya sudah berkurang, tapi.. apa kamu rasa gejalanya sudah tidak ada?"
"Ngga ada dok,"
"Oke gejala memang sudah tidak ada, tapi hasil checkup kamu barusan menunjukkan tidak ada kemajuan dengan organ hati kamu."
Jika menyangkut hal yang berhubungan dengan rumah sakit, orang tua pasti akan menemani atau bahkan tidak perlu membuat anaknya mendengar percakapan pribadi dengan dokter. Berbeda dengan Jasmine, ia melakukannya sendirian, langsung berbicara dengan dokter tanpa perantara orang tua.
Jasmine tertawa hambar di tempat duduknya "Hahaha mau dosis obatnya ditambah atau dikurangin hati saya bakal gitu juga 'kan dok?" ucapnya sarkas.
Pria dengan balutan jas putih itu diam, rasa bersalah tiba-tiba saja muncul di hadapannya melihat Jasmine yang berucap seperti itu.
"Kalau boleh jujur dok, obat yang sekarang saya komsumsi lebih banyak efek sampingnya, saya ga bisa tidur nyenyak kalau malam, siang hari juga gelisah," ungkap Jasmine "Papa saya juga setuju kalau obatnya diganti dengan dosis yang lebih kecil, yang sering saya minum sebelum drop kemarin."
Dokter Frans menghembuskan napasnya pelan "Maaf Jasmine, saya pikir obat dengan dosis tinggi itu akan lebih membantu kamu," ucapnya "Baik saya akan memberikan obat yang kamu dan Ayah kamu mau."
Jasmine tersenyum tipis "Makasih dok,"
"Dengan syarat kamu harus rajin check up, agar saya bisa terus memantau kondisi kamu."
"Siap dokter!" gadis itu tersenyum senang.
Dokter Frans ikut tersenyum "Saya tahu kamu gadis yang kuat," ucapnya.
Diluar ruangan, Pak Didit sudah menunggu majikannya dengan setia, supir pribadi itu bukan hanya bertugas mengantar-jemput Jasmine, tapi juga selalu ikut mengontrol kesehatan gadis itu.
"Gimana, Non?" tanya Pak Didit saat Jasmine baru saja keluar dari ruangan Dokter Frans.
Jasmine tersenyum senang sebagai jawaban "Bisa, Pak! yes akhirnyaaa,"
Pak Didit ikut-ikutan memasang tampang antusias "Alhamdulillah Non, yaudah. Sekarang mau kemana?"
Jasmine berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang sepi "Pulang lah, Pak. Emang mau kemana?" ia balik bertanya.
"Oalah kiraiin Non Jasmine mau balik ke sekolah, ketemu si Reen tadi." jawab Pak Didit.
"Reen?" Jasmine berbalik kearah Pak Didit.
"Yang tadi itu loh, Non. Aduh masa lupa,"
Jasmine lalu tertawa "Oh yang itu hahaha namanya Dareen, Pak."
"Nah iya Dareen, baik banget mau ngajakin Non Jasmine belajar bareng,"
Jasmine masih diam sambil berjalan bersisian dengan Pak Didit "Jasmine juga ga ngerti kenapa Dareen baik banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dareen
Teen FictionIni bukan tentang dia yang dingin dan irit bicara. Bukan tentang dia yang biang rusuh seantero sekolah. Bukan pula tentang dia yang tampan membuat meleleh hati para wanita. Bukan. Ini tentang Dareen. Cowok yang rela meluangkan waktunya untuk memasti...