DUA PULUH EMPAT

2.2K 160 7
                                    

"Sepertinya aku punya hobi baru; jadi moodboster-mu."

Gadis itu masih merengek memandang abangnya, segala alasan ia keluarkan agar terbebas dengan hutang yang satu ini. Tapi Dareen tidak menerima apapun ucapan dari Fika, ia masih meneliti kue coklat yang ia buat di hadapannya.

 Tapi Dareen tidak menerima apapun ucapan dari Fika, ia masih meneliti kue coklat yang ia buat di hadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak, sekarang itu udah canggih, udah maju, kakak gatau kalau sekarang ada jasa kirim online?"

"Terus?"

"Ya pake itu aja apa susahnya sih, aku pesanin nih pake aplikasi aku." gerutu Fika sambil mengeluarkan handphone dari tangannya.

"Kalo ada yang gratis kenapa harus bayar?" jawab Dareen lagi-lagi membuat adiknya makin kesal.

"Kalo ada yang gampang kenapa mesti repot kakaku sayang paling ganteng."

"Ga mempan."

"Bodo."

Dareen membersihkan segala alat dan bahan yang ia pakai memasak kue coklat abal yang resepnya hanya dia liat di internet, tinggal dimasukkan di kulkas sampai coklatnya mengeras.

"Janji itu adalah hutang, Fik. Kamu mau nanti di akhirat masuk neraka cuman karena ga nepatin janji?"

Fika cuman diam dengan bibir manyun "Iya tapi 'kan aku ga tau temen Kakak, dia juga gatau aku, ih sok akrab banget asli." omel Fika "Kalau aku diusir sama keluarganya gimana?"

Dareen tersenyum lalu mengusap puncak kepala adiknya "Gabakal, dia baik kok."

"Lagian, kenapa juga kakak bein' so extra kayak gini?" tanya Fika.

"Eh?" Dareen seperti tercyduk wqwq.

"Atau mungkin..." Fika menjeda sebentar "Dia more than friends?" Fika tersenyum sambil menaik-turunkan alisnya.

"More than friends apaan? best friend?" jawab Dareen sambil tertawa.

"Orang sakit dibawaiin kue, aku aja yang ultah cuman dibeliin tumpeng."

"Udah ih, sana siap-siap mandi, habis mandi kuenya juga udah keras." ucap Dareen sambil berlalu pergi meninggalkan Fika di meja makan.

Fika memandang kakak tengahnya yang berjalan pergi meninggalkan area dapur, mau bagaimana pun ia harus menuruti perintah Dareen hari ini. Gara-gara Dareen mengejarkan tugas biologi milik Fika beberapa bulan lalu dan sekarang Dareen meminta feedback [Chapter 6].

Hingga akhirnya, Fika sudah berdiri di depan pintu ruangan rumah sakit yang diberi tahu oleh Dareen tadi, rasanya ingin memaki kakaknya itu, mau sok-sokan tapi mental gaada, dasar.

Gadis berusia 14tahun itu menarik napas panjang, kemudian memberanikan diri mengetok pintu di hadapannya kemudian membukanya perlahan.

Jasmine yang berada di dalam ruangan itu sedikit kaget dengan kemunculan seseorang yang tidak ia kenal.

DareenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang