"Aku tidak tahu apa yang lebih membahagiakan, kamu tersenyum ke arah ku atau aku yang menjadi alasan mu tersenyum."
Peluit panjang tanda jam pelajaran usai berbunyi nyaring, Pak Jimmy memerintahkan seluruh siswa untuk segera istirahat dan berkemas. Tak terkecuali bagi Jasmine, gadis itu segera membawa dirinya ke pinggir lapangan yang dingin, menjauh dari terik matahari pagi.
Soal olahraga, sudah pasti Jasmine payah. Keadaanya tidak akan mengizinkan gadis itu untuk sekedar bergabung dengan ekskul-ekskul olahraga di sekolah, tubuhnya akan mudah lelah dan lemas. Kepala sekolah sudah memberitahu Pak Jimmy tentang keadaan gadis itu dan untunglah Pak Jimmy dapat menerima keadaan Jasmine.
"Ah, gue gasuka volly!" rutuk Chika sebal sambil ikut duduk di samping Jasmine.
Jasmine hanya memandang chairmatenya sambil tertawa "Apasih yang ga lo suka Chi?" ucapnya mencoba sarkas.
"Gue suka olahraga kok, basket, bola sepak, renang, apa aja asal bukan volly," protes gadis berdarah china itu "Tangan gue merah." sambungnya sambil memperlihatkan tangannya yang terdapat ruam merah.
Jasmine ikut-ikutan memperhatikan tangannya dan sepertinya sama dengan Chika, rona kemerahan terlihat jelas disana.
"Tekniknya salah," suara itu tiba-tiba saja mengintrupsi keduanya membuat Jasmine dan Chika berbalik ke arah yang bersamaan.
"Alah sotoy lo, Reen." balas Chika meremehkan.
Dareen kemudian ikut duduk di samping Jasmine "Ga percayaan banget, tadi pas Pak Jimmy ngasih teori kalian pada ngapaiin?" balas Dareen lagi.
Jasmine memperhatikan cowok di sebelahnya, jarak mereka hanya setengah meter membuat Jasmine dapat dengan jelas memandang rambut Dareen yang basah akibat keringat, wajah lelah cowok itu juga tak luput dari pandangannya.
"Yaelah mana ngerti gue soal gituan," pungkas Chika lagi.
"Pengenaan bolanya salah, seharusnya bola jatuh di lengan, ga kena tulang." Dareen memperlihatkan kedua lengannya pada Jasmine dan Chika, seolah-olah ia akan menerima bola.
Jasmine yang sedari tadi diam hanya memperhatikan, tangan Dareen memang tidak menunjukkan warna merah sama sekali seperti di tangannya, hal ini tentu saja mendukung teori yang Dareen katakan barusan.
"Min yuk cabs, gue pengen ganti baju," Chika tiba-tiba saja berdiri dari duduknya sambil menepuk-nepuk bokongnya yang kotor sehabis duduk di tanah.
"Astagfirullahalazim Chik, gue baru duduk juga," protes Dareen kemudian membuat Jasmine tertawa pelan.
"Apaan Chik-chik, lo pikir chicken!" balas Chika sewot, semakin hari Jasmine makin mengerti sikap Chika yang ceplas ceplos dan suka sewot itu.
"Hahaha nanti deh Chi, gue masih pengen ngadem disini," lerai Jasmine akhirnya membuat Dareen bernapas lega.
"Oh yaudah, gue duluan ya!" pamit Chika akhirnya dan segera berlalu meninggalkan Jasmine dan Dareen yang masih setia di pinggir lapangan.
Beberapa siswa teman sekelas Jasmine nampak bergegas, tapi tak sedikit dari mereka masih berusaha melepas penat di pinggir lapangan.
Hening sesaat sampai Jasmine mencoba memecah keheningan.
"Umm- Reen, gimana tadi teknik yang bener?"
Dareen beralih menatap Jasmine, dilihatnya rambut Jasmine yang tengah ia ikat tertiup pelan karena angin, belum lagi keringat yang menngucur pelan di pelipis gadis itu.
"Coba liat tangan lo," pinta Dareen dan segera diikuti oleh Jasmine.
Jasmine mengarahkan kedua lengannya ke depan Dareen "Jadi, bola jatuhnya bukan disini, tapi disini, agak ke atas dikit, biar ga sakit terus tangan lo ga merah." jelasnya sambil menyentuh lengan Jasmine yang merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dareen
Teen FictionIni bukan tentang dia yang dingin dan irit bicara. Bukan tentang dia yang biang rusuh seantero sekolah. Bukan pula tentang dia yang tampan membuat meleleh hati para wanita. Bukan. Ini tentang Dareen. Cowok yang rela meluangkan waktunya untuk memasti...