Dari sudut matanya, Indra tahu gadis itu menatapnya.
Indra mengulum senyum, sambil pura-pura meminum tehnya.
Indra sudah memperhatikan gadis itu sejak mereka berangkat dari resor, Indra bahkan menyempatkan diri membaca tag nama yang tersemat di kaus gadis itu. Emma.
Emma.
Indra mengulangi nama itu dalam hati dan mau tak mau harus kembali mengangkat gelas ke bibir demi menyembunyikan senyumannya.
Indra tak pernah kehabisan wanita yang mampir dalam pelukannya. Di lingkungan pergaulan Indra, wanita biasanya tak sembunyi-sembunyi menunjukkan ketertarikan pada Indra. Dan Indra, selalu mendapatkan yang dia inginkan.
Gadis bernama Emma ini berbeda.
Di hadapan Indra, dia hanya tersenyum sopan, mengangguk sedikit dan bicara secukupnya. Dia tidak berusaha membuat Indra tertarik dalam sebuah percakapan panjang, tidak tersenyum sensual atau sesekali menjilat bibir. Tapi saat gadis itu mengira Indra tak melihat, dia akan mencuri-curi pandang, memperhatikan diam-diam.
Sangat remaja, pikir Indra, sambil tersenyum kecil. Dan situasi ini membuatnya juga seperti anak remaja, nyengir konyol tak karuan. Seharuusnya Indra langsung bertanya pada si gadis apakah dia mau datang ke kamarnya nanti malam agar mereka bisa tidur bersama, seperti yang biasa Indra lakukan pada wanita yang jelas-jelas tertarik padanya.
Menarik kesimpulan bahwa Emma tidak akan mendekatinya tanpa sedikit dorongan, Indra menoleh ke arah gadis itu, bermaksud tersenyum dengan senyum paling menggoda yang bisa dia kerahkan.
Begitu melihat ke arah Emma, Indra merasa seperti darahnya diganti menjadi air es.
Di dahan pohon paling rendah dekat kepala gadis itu, seekor ular bersisik kecoklatan melingkarkan ekornya. Kepalanya berdiri tegak, seakan siap mematuk Emma.
Emma, rupanya salah mengira bahwa Indra sedang menatapnya, dan dia bergerak-gerak gelisah di tempatnya.
"Jangan bergerak!" bentak Indra. Lelaki itu mendapati dirinya gemetaran, untuk alasan yang tidak dia mengerti.
Wajah Emma memucat seketika mendengar bentakan Indra, dan dia berjalan mundur, membuatnya makin dekat dengan kepala si ular... leher ular itu makin tegak, dan lilitan ekornya melonggar, bersiap menjatuhkan diri.
"Brengsek," umpat Indra pelan, sembari meremas gelas kertas di tangannya dan selanjutnya, Indra melakukan sesuatu yang akan membuat orang-orang yang mengenalnya dan dirinya sendiri terkejut.
Indra berlari ke arah Emma berdiri, memeluk gadis itu dan menjatuhkan mereka berdua ke tanah. Teriakan orang-orang membuat hutan yang sepi menjadi hiruk pikuk seketika.
Tapi Indra tak terlalu memedulikannya.
Dia bahkan tidak memedulikan saat ular itu jatuh ke punggungnya dan mematuknya, rasa sakit dan panas yang membutakan seketika menyebar, disusul perasaan kebas.
Dia berkonsentrasi pada gadis yang kini ada dalam pelukannya, melindungi kepala gadis itu, memastikannya jatuh tanpa melukainya.
Gadis itu terasa hangat. Tubuhnya berlekuk lembut dan menempel pas di tubuh Indra. Samar-samar, gadis ini menguarkan aroma manis yang menyegarkan dan familer... Indra berusaha mengingat di mana dia mencium aroma seperti ini, namun otaknya seakan melambat, lidahnya terasa berat bagai batu di dalam mulut.
Indra bisa merasakan air ludah meleleh di sudut mulutnya dan bertanya-tanya, apakah begini rasanya menghadapi kematian?
Emma memeluk Indra erat-erat. "Jangan, please, jangan..." bisik gadis itu lembut.
Indra bisa merasakan kedua tangan Emma bertaut di rambutnya, menekan kepalanya ke dada. "Jangan... jangan..." bisiknya lagi, setengah memohon, setengah berdoa. Indra bisa medengar isak mulai bergemuruh di dada gadis itu.
Indra tahu dia sedang menghadapi ajal. Entah bagaimana, Indra menyadari bahwa bisa ular tadi cukup untuk mengantarnya menuju kematian.
Anehnya, Indra tak merasa takut atau khawatir.
Berada di pelukan gadis itu membuatnya merasa sepeti pulang.
Seakan dia sehabis menempuh perjalan jauh yang membuat badannya pegal, perutnya lapar dan tulangnya ini.
Namun kini dia telah sampai di rumah, dan satu pelukan menyembuhkan segala kesengsaraannya.
Sebelum Indra tak sadar sepenuhnya, sebuah kesadaran menghinggapi Indra. Dia rela digigit ribuan ular, kalau memang itu yang dibutuhkan untuk berada dalam pelukan gadis ini.
Menggunakan sisa-sisa tenaganya, Indra membisikkan sesuatu di telinga gadis itu.
Tepat setelah itu, orang-orang memisahkan Indra dan Emma, lalu merebahkan tubuh Indra ke tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segala Masa Lalu Kita
DragosteEmma, Indra dan pernikahan mereka yang sarat bencana. - Unwilling wife, reluctant husband, a perfect recipe for disastrous marriage.