Setelah selesai meletakkan koper tamu dan mengecek kelengkapan kamar, Taufan kembali menemui tamunya, yang kini sedang berdiri menghadap ranjang, dengan kedua tangan dijejalkan ke kantung celana.
Taufan menjelaskan soal layanan kamar dan ekstensi telepon untuk restauran, meski tamu itu seolah tak mendengarkannya. Dia masih terus menatap ranjang putih itu, seakan sedang mengagumi patung di museum. Kacamata hitam yang dia kenakan membuat Taufan tidak bisa menebak secara tepat ekspresi lelaki itu.
"Ada lagi yang bisa saya bantu Pak?" tanya Taufan menutup penjelasannya, dengan kedua tangan saling menggenggam di depan tubuh.
Tamu itu menatap Taufan seakan baru menyadari ada seseorang di sampingnya. "Sementara ini cukup," katanya, lalu mengambil selembar uang seratus ribuan dari dalam dompetnya dan menyisipkannya ke tangan Taufan.
Senyum Taufan makin lebar, mengangguk penuh terima kasih dan bersiap pamit.
Tufan baru membuka mulut saat pria itu bertanya, "Ada kegiatan yang bisa saya lakukan di sini?"
Taufan menjelaskan dengan bersemangat, "Besok ada tur petik stroberi, kalau Bapak mau ikut—"
"Saya tidak ingin memetik stroberi," sela pria itu, setengah tak sabar. "Saya ingin melakukan sesuatu yang lebih menantang," jawabnya tegas. "Seperti... mungkin... trekking melintasi hutan?"
"Ah," kata Taufan mengangguk paham. Mungkin tamu ini melihat di laman web yang belum diperbarui, dan kegiatan lintas alam mungkin masih tertera di sana. "Lintas alam sudah tidak ada Pak, sampai waktu yang tidak ditentukan."
Pria itu mencopot kacamata hitam, dan menggenggamnya, wajahnya terlihat sungguh-sungguh ingin tahu. "Kenapa?"
Taufan menggaruk bagian belakang kepalanya, sempat dilema apakah harus memberi jawaban yang sesungguhnya atau memberi jawaban standar. Di satu sisi, tamu ini sudah memberinya tips yang cukup besar, tapi di sisi lain, Taufan tahu bahwa manajemen menekankan sekeras mungkin untuk tidak memberi tahu tamu soal insiden yang terjadi di lintas alam lima bulan.
Lima bulan lalu, seorang tamu digigit ular berbisa. Dan ini bukan tamu sembarangan, melainkan pengacara, yang meski tidak sering muncul di TV seperti Hotman Paris atau Hotma Sitompul namun rupanya cukup angker sampai-sampai konon jajaran manajemen puncak rapat darurat untuk membahas rencana kontigensi, kalau-kalau si pengacara berniat menuntut resor. Salah satu hasil rapat darurat itu adalah meniadakan lintas alam.
Taufan akhirnya memutuskan untuk memberi tahu yang sebenarnya, dengan sedikit modifikasi. "Lima bulan yang lalu terjadi... kecelakaan," kata Taufan, berharap kejujurannya ini tidak akan memberinya masalah di kemudian hari.
Tamu itu mengerutkan kening. "Ok, kalau begitu cukup, terima kasih," katanya, dengan nada yang biasa digunakan orang penting yang harus menyudahi percakapan penting secara halus.
Taufan berpamitan dan berjalan menuju pintu. Baru dia membuka pintu, tamu itu kembali memanggilnya.
"Ya Pak?" tanya Taufan, tangannya masih memegang kenob.
"Apa Emma masih bekerja di sini?"
Setidaknya ada tiga orang bernama Emma yang bekerja di resor. "Emma yang mana ya, Pak?"
"Yang bekerja di divisi Event?"
Bayangan gadis kurus, pendiam, dengan wajah kuyu karena kekurangan tidur terlintas di benak Taufan, dan demi apa pun, Taufan tidak mengerti kenapa tamu ini bertanya soal Emma yang itu, padahal Emma bagian akunting lebih imut dan menggemaskan dan Emma bagian housekeeping punya senyum paling manis di antara ketiganya.
"Oh, Emma sudah tidak di divisi Event, Pak, sekarang bantu-bantu di dapur."
Wajah tamu itu menggelap dan berjalan perlahan mendekati Taufan. "Apa kamu bilang? Bantu-bantu di dapur?" Suaranya rendah dan mengancam seakan-akan dia.... tersinggung.
Taufan merasa tenggorokannya kering, dan berusaha memperbaiki keadaan. "Dari yang saya dengar, Mbak Emma sendiri yang minta pindah. Menurutnya divisi Event terlalu sibuk dan jam kerjanya tak menentu. Karena alasan kesehatan, dia ingin berada di tempat yang jam kerjanya lebih pasti."
"Alasan kesehatan?" tanyanya lagi, kali ini terdengar lebih tenang.
"Saat Mbak Emma minta dipindah... beliau sedang hamil muda."
Terdengar suara krak pelan, dan Taufan bisa melihatkacamata hitam yang masih ada dalam genggaman tamu itu patah jadi dua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segala Masa Lalu Kita
RomanceEmma, Indra dan pernikahan mereka yang sarat bencana. - Unwilling wife, reluctant husband, a perfect recipe for disastrous marriage.