24

22.3K 2.7K 100
                                    


Perasaan semalam sudah kuupload! Tapi ternyata gagal, ew... ya sudah di-uploadnya sekarang saja yaaa... Ini chapternya kepotong kurang halus nggak sih? (asking for a friend)  Kok berasa canggung ya berhentinya. Chapter selanjutnya sudah selesai ditulis, tapi mohon bersabar karena kudu diedit dulu. Diedit biar sempurna aja sih bukan karena tulisanku jelek (padahal karena tulisanku jele).

*

Indra melihat semuanya.

Indra melihat seorang lelaki berjalan pelan dan berhenti di belakang Emma. Indra melihat Emma dan Erwin menoleh ke arah lelaki itu. Indra melihat Emma mengulurkan tangan. Indra juga melihat saat lelaki itu memilih memeluk Emma.

"Wow," komentar Paula yang berjalan di sisinya.

Indra hanya mengundang orang yang dia kenal ke pesta pertunangannya. Nicholas David Andrianto, wakil direktur kreatif dari Barford & McAddley, agensi periklanan yang menjadi salah satu klien terbesar firma hukumnya.

Indra bisa merasakan pandangannya memerah penuh kemarahan, namun tahun-tahun penuh latihan membuat Indra berhasil meredam perasaannya.

Erwin, yang berdiri paling dekat dengan Emma dan David hanya bisa tertegun. Beberapa orang terlihat tertarik mengamati adegan pelukan itu, namun buru-buru mengalihkan pandangan saat menyadari Indra berada di dekat situ.

"Kamu harus tahu betapa kagetnya aku saat mendapat e-mail pertunanganmu. Maksudku, berapa orang di negara ini yang memiliki nama Emmalia Vanda?"

Indra mendengar David bicara, tepat saat Indra dan Paula berhenti di dekat mereka.

"David," sapa Indra, berhasil tersenyum ramah. Indra mengulurkan tangan, David menjabatnya erat sembari menepuk-nepuk lengan Indra.

"Indra, selamat ya, ikut senang mendengarnya," kata David dengan senyum lebar. Senyum dan ucapannya terasa tulus, membuat kekesalan Indra saat melihat David memeluk Emma berkurang sedikit.

"David?" tanya Emma heran, menatap penuh tanya ke arah David.

Indra melirik tajam ke arah Emma. "Tentu saja David. Memangnya siapa lagi?"

Emma, Paula dan Erwin memandang ke arah Indra, dan barulah Indra menyadari bahwa dia sudah bicara terlalu tajam.

David tertawa, menepuk punggung Indra akrab. "Emma mengenalku sebagai Kak Nico. Dia baru masuk kuliah saat aku sudah tingkat akhir." Lalu menoleh ke arah Emma, dengan suara yang lebih pelan dan sorot mata yang lebih lembut, David menjelaskan, "Aku memperkenalkan diri sebagai David sejak lulus kuliah. Terdengar lebih dewasa, setidaknya menurutku. Tapi kamu boleh selalu memanggilku Kak Nico."

Segala Masa Lalu KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang