5

34.7K 3.6K 174
                                    




           

Gadis itu mengenakan bra sambil memunggungi Indra.

"Kenapa sih pakai balik badan segala," kata Indra sambil tersenyum malas. Lelaki itu menumpukan kepala pada tangan, masih berada di kasur dengan duvet dan seprai yang berantakan. Tubuhnya yang tanpa pakaian tertutup selimut hingga ke pinggang. "Kayak aku belum pernah melihat kamu bugil saja."

Hanya mengenakan bra dan celana dalam, Paula mengambil scraf sutra dari lantai dan menggunakan benda itu untuk menyabet kaki Indra yang tertutup selimut. "Berisik," kata Paula belagak judes.

Indra terkekeh kecil dan berbaring telentang, memandang langit-langit hotel.

Kemudian senyum Indra memudar saat dia teringat pada Emma.

Emma yang manis, lembut dan hangat.

Sudah empat bulan berlalu dan Indra masih mengingat bagaimana rasanya mendekap gadis itu dalam pelukannya.

Butuh segenap kekuatan untuk melepaskan diri. Indra  turun dari ranjang dan mengambil segelas air dingin dari meja, membawakannyan untuk Emma.

"Minumlah," kata Indra. "Haus kan?"

Sementara Emma mengahabiskan minuman, Indra ke kamar mndi, mengambi handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin. Saat kembali ke kamar tidur, Emma sudah meletakkan gelas kosong di nakas.

Indra mengelap dahi dan wajah Emma dengan kelembutan seorang kekasih, tingkah laku yang membuat Indra sendiri kaget.

Indra bukan orang salih. He sleeps around. Selama suka sama suka, sama-sama dewasa dan tahu konsekuensinya, bagi Indra tak masalah.

Tapi kali ini berbeda. Emma berbeda.

Emma berbaring miring menghadap Indra yang masih duduk di tepi ranjang, menatap Emma dengan tatapan intens.

"Apa?" tanya gadis itu, makin merosot di bawah selimut dan kini selimutnya menutup hingga ke dagu.

Indra masih menatap Emma tak berkedip. "Kenapa kamu tak bilang apa-apa?" Lelaki itu memperhatikan Emma, yang menurutnya luar biasa cantik. Bibirnya merah merekah sisa ciuman dan pipinya merona. Dada Indra diliputi perasaan asing yang jarang dia rasakan; perasaan posesif yang hampir membuat dadanya sesak.

Bahu Emma mengedik di bawah selimut. "Apa bedanya?"

"Aku tidak akan melakukan one night stand dengan perawan," kata Indra. Pria itu terdiam sejenak sebelum berkata sungguh-sungguh, "You deserves so much better."

"But I don't deserve you?" kata Emma, mengulas senyum, membuat Indra ingin melumat bibir gadis itu.

Indra menelan ludah. Indra tak ingin meneruskan percakapan ini. Dia ingin kembali ke samping Emma, dan menghabiskan detik-detik berharga bersama gadis ini.

Indra menyisir rambutnya ke belakang, demi menahan diri untuk tidak menyentuh Emma. "Ini salah, Emma. Kamu terlihat seperti gadis baik." Indra terdiam, memikirkan kembali kata-katanya. "Kamu memang gadis baik," ralat Indra, sembari menggeleng. "Aku hanya tidak mau kamu mendapat masalah..." Indra menghentikan kalimatnya.

Aku hanya tidak mau kamu mendapat masalah dari pacar atau tunanganmu.

Indra bermaksud mengatakan hal itu, tapi, berhenti saat dia sadar, mengapa dia harus peduli. Ini bukan pertama kalinya dia tidur dengan pacar, atau tunangan, atau bahkan istri orang.

Lagi pula, membayangkan Emma punya pacar atau tunangan membuatnya merasa kesal tanpa sebab.

Emma tersenyum, dia lalu menyingkap selimut, menepuk tempat di sampingnya. "Kemarilah."

Segala Masa Lalu KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang