"Cip, lu bangun dong." ucap Tania tersedu-sedu sambil memegang tangan Syifa.
Tania merasa bersalah sebagai teman, seharusnya Tania bisa menjaga Syifa tetapi Tania malah sebaliknya, dan hal itu membuat Tania merasa menyesal.
"Lebay banget, dia cuma pingsan doang." ujar Reno dengan santainya.
Tania melirik Reno tajam.
"Lu tuh enggak tahu ya seberapa khawatirnya gua lihat Syifa kayak gini. Coba kalau itu teman lu!"Reno terkekeh melihat wajah sebal Tania. "Dan untungnya teman gua enggak gitu."
"Lu, kok ngeselin sih!" kesal Tania.
Reno terkekeh geli. "Lu lucu, kalau lagi kesal. Gua suka lihatnya."
Deg.
Tania tergagap mendengar perkataan Reno.
Dia kenapa? Tadi ngeselin! Sekarang bikin gua baper.
"Lu enggak usah khawatir, teman lu itu baik-baik aja."
"Tapi--" Tania mengusap hidungnya sampai memerah. "kenapa Syifa belum bangun juga?"
"Mungkin, bentar lagi dia bangun." Reno mengukir senyuman dibibirnya. "Enggak usah cemberut gitu."
Tania mendongak menatap Reno, "emang, kenapa?"
"Jelek!" ucap Reno sembari tertawa menggoda Tania.
"Sok ganteng banget sih!" geram Tania.
Reno menyisir rambutnya ke belakang, "gua emang ganteng!" ucapnya sambil tersenyum manis. Ah, ralat! Sangat manis. Pasalnya Tania pun enggan menghentikan tatapannya kepada Reno.
Lu, kok ganteng banget sih? Kegantengan lu itu Sampai buat gua ragu kalau lu itu manusia, melainkan-- malaikat.
"Enghh..." erang Syifa sambil memijat pelipisnya.
Lamunan Tania terhenti saat mendengar erangan Syifa
"lu udah sadar Cip?" tanya Tania.
Tania dengan cekatan membantu Syifa bangun sedangkan Reno yang berada disampingnya tak ada niat untuk membantu, kalau dipikir-pikir apa gunanya Reno ada disampingnya.
"Minum dulu," ucap Tania sambil menyodorkan air putih kepada Syifa.
"Udah enakan?"
Syifa mengangguk membuat Tania bisa bernafas lega.
"Gua dimana Tan? Benderanya gimana?" tanya Syifa sambil mengusap keningnya.
"Kita ditenda, udah enggak usah peduliin bendera. Lena sama Syifa lagi ngelaporin hal itu ke Pak Jono." ujar Tania.
Syifa mengangguk paham.
"Akhirnya lu bangun juga." ucap Arga yang baru saja tiba didepan mereka dengan membawa sebuah bungkusan.
Syifa mengabaikan ucapan Arga.
"Eh Ketos! dua teman lu nyuruh lu kesana tuh!" teriak Arga dengan suara toa-nya, hal itu membuat Reno langsung menutup kedua telinganya.
"Maksud lu Lena sama Lara?"
Arga memutar bola matanya jengah. "Siapa lagi kalau bukan mereka."
Tania mencebikkan bibirnya kesal, "Cip, gua kesana dulu ya."
Lara menatap Tania, seolah-olah menyuruh Tania tetap menemaninya.
"Tenang aja Gigolo itu udah jinak." Tania menatap ke arah Arga.
Arga mengelus dadanya. "Sabar.. Sabar.."
Tania meninggalkan Syifa dengan Arga karena setelah Tania pergi, Reno pun pergi meninggalkan mereka alasannya karena Reno takut merusak acara pdkt Arga dan Syifa.
Mendengar hal itu membuat Arga tersenyum, kapan lagi dia bisa berduaan bersama Syifa.
Arga berjalan mendekati Syifa, dan duduk disampingnya.
"Sayang, ini buburnya." ucap Arga yang membuat Syifa refleks melotot.
"Sayang! Sayang! Pala lu peang!"
Teriak Syifa kesal, "Mau apa lu bawain gua bubur? Jangan-jangan ini bubur lu kasih racun!" cerocos Syifa tak henti, padahal tadi dia pingsan dipelukan Arga."Astagfirullahalazim... Pikiran lu cuci dulu!" sebal Arga sambil menjitak dahi Syifa.
"Aww..." ringis Syifa. "Gua lagi sakit bego!"
"Makanya jangan nething bego!"
"Lu yang bego!"
"Iya, iya terserah lu!" Arga mendesah, "bukannya bilang makasih ke gua, lu malah bilang gua bego!"
"Kenapa juga gua harus bilang makasih ke lu?"
"Udahlah lupain-- gua balik dulu." ucap Arga datar. "Jangan lupa makan tuh bubur, lumayan kan 15 ribu." Syifa melongo mendengarnya.
Tiba-tiba saja ada perasaan bersalah dihatinya, perasaan yang mencelos hatinya.
Apa gua udah keterlaluan sama Arga? Tapi-- kenapa juga dia jadi baperan gitu! Biasanya aja enggak!
Argghh.. Pusing!
"Woy!" teriak Lara, Lena dan Tania mengagetkan Syifa yang tengah melamun.
"Astagfirullah.. Kaget gua!" Syifa l mengelus dadanya.
"Cie.. Ngelamun." goda Tania.
"Cip, lu udah bilang makasih belum sama si Arga?" tanya Lena.
Syifa mengerutkan dahi bingung, "Emang kenapa?"
Pertanyaan yang sama, batin Syifa.
"Kalau enggak ada dia, lu udah ada di surga kali-- itupun kalau lu enggak banyak dosa." kekeh Lara.
"Kenapa gua bisa diselamatin dia?"
Lena mengedikkan bahunya, "kita enggak tahu, yang kita tahu lu udah ada digendongannya si Arga,"
Lara menepuk pundak Syifa. "Udah enggak usah dipikirin, yang penting lu harus bilang makasih ke dia."
"Tapii---"
"Jangan bilang kalau lu malah marahin dia!" sungut Lara.
Syifa menggigit bibir bawahnya gugup.
Tania menghela nafas, "lu GTD banget sih Cip!"
"Kalau gua jadi si Arga, lu udah gua maki-maki sampai puas!" seru Lara.
"Yah, 'kan mana gua tahu dia nyelametin gua?" ujar Syifa.
"Tapi-- benar kok Cip, harusnya lu jangan kayak gitu." ucap Lena.
"Jangan asal sembur makanya jadi orang!" seru Tania
"Kalian kok jadi salahin gua!? Gua tahu aja enggak kalau dia yang nolongin gua!" bela Syifa tak terima disalahkan.
"Gua pengin bilang makasih sama dia, tapi kayaknya dia-- marah." lanjut Syifa dengan wajah menunduk.
"Kita mau bantuin lu." seru mereka bertiga bersamaan.
"Caranya?"
"Gini---"
"Oke!" Syifa menganggukan kepalanya setuju.
Mereka bertiga membisikkan sesuatu kepada Syifa, entah apa yang akan mereka lakukan nanti.
+++
Tbc
Minta dukungannya ya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua Osis Killer [SELESAI]
Teen Fiction[Cover by @kangnield] Memilih. 1 kata yang mendeskripsikan kisah tentang Ketua Osis yang harus memilih antara Dia dan Dia. Dia yang selalu ada disisinya atau dia yang dulu ada dihatinya. Copyright © 2017 by Siti Hafifah [SUDAH di REVISI]