Leonore menusuk pedang Lumegladio di tengah lingkaran yang telah diukirnya. Itu bukanlah lambang yang sulit: segitiga mengurung lingkaran dua lapis ditambah tulisan di ketiga sisinya.
Belum sempat pemuda itu menggumam, geram Droxa kembali mendekat.
Leonore mengecek depan-belakang. Dua monster berjalan lambat ke arahnya, diikuti kemunculan makhluk-makhluk serupa di belakang mereka. Leonore berdecak. Padahal aku harus berkonsentrasi penuh untuk sihir ini!
Leonore hendak merapal mantra lain, tetapi kemudian, bilah-bilah besar muncul dari bawah tanah, menusuk para Droxa hingga mengangkat mereka ke udara.
Pemuda itu terperangah.
Bilah-bilah itu sama hitamnya dengan Droxa. Para monster menggeliat di ujung kematian, sebelum berhenti bergerak dan pecah menjadi asap. Bilah-bilah itu ikut menghilang.
Itu ... tidak mungkin!
Leonore semakin terkejut ketika kejadian serupa terulang: Droxa muncul, lalu tertusuk bilah. Lagi dan lagi.
Pemuda itu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tak ada orang lain di sana. Di bawah dinding, para Droxa masih bermunculan. Dari atas, Leonore mampu mengamati bagian depan jalan utama kota Loka. Pekik ketakutan masih menggema di kejauhan, tapi tidak sebanyak tadi.
Garis cahaya membelah langit secara vertikal di ujung penglihatannya. Itu dari menara selatan. Leonore tersentak. Tugasnya masih belum selesai. Kedua matanya menajam. Dia tidak tahu apa yang terjadi di sekitarnya, tapi satu hal yang pasti, dia harus mengembalikan konsentrasi.
Dengan pegangan semakin erat pada pedang, Leonore merapal, "O Dominica omni, benedicta me detu virtua prodia nostre anima." Lingkaran cahaya bergerak naik dari bawah kaki ke kepala Leonore. Diameternya mampu mengelilingi tubuh pemuda itu beserta pedangnya. Angin ikut mengembus. Berbanding terbalik dengan kesejukan yang dirasanya, gravitasi seakan menguat. Tenaga Leonore seolah terisap, seiring lingkaran cahaya kedua naik. Dia mengeritkan gigi.
Mantra telah dimulai.
Leonore memejamkan mata. "Terra, caelia, nostre domea. Fiate tenebrae veni ultra. O Dominica omni, benedicta terraha detu lumeprodia."
Pedang Lumegladio menancap lebih dalam tanpa dorongan dari Leonore. Dengung cahaya semakin keras. Beberapa lingkaran naik ke atas kepala Leonore lalu lenyap. Angin pun berhenti berembus.
Untuk beberapa detik, Leonore mampu merasakan keheningan.
Bunyi desir yang kuat menyusul, memaksa Leonore mundur. Pedang cahaya membesar menutupi lambang sihir, lalu memanjang menembus awan, menyerupai tiang. Lantunan bel menggema di seluruh kota. Lingkaran cahaya meluas di sekeliling tiang, bertemu dengan lingkaran lain dari arah berlawanan. Mereka menebal, lalu turun menyelimuti seluruh kota.
Kubah cahaya Lumeprodia tengah terbentuk perlahan.
Leonore jatuh terduduk lemas. Dia terengah-engah seakan telah berlari berjam-jam. Tenaganya terkuras habis hanya untuk satu mantra besar. Setelah memeriksa telapak dan mencoba mengepalkan tangan beberapa kali, lengannya malah turun lemas lagi. Leonore hanya bisa mendesah mengamati kubah cahaya yang terbentuk.
Sementara itu, lantunan bel serupa bergema di langit Wilayah Bayangan. Ally dapat melihat seberkas cahaya mengilat. Gadis itu tersenyum dan memelesat pergi, meninggalkan dinding perbatasan tempat Leonore beristirahat.
Dari balik bebatuan, dinding, dan tanah kota Loka, butir-butir cahaya bermunculan, perlahan membentuk garis-garis tipis yang mengikat tubuh Droxa di sekitar. Dalam waktu hampir bersamaan, seluruh Droxa terbungkus cahaya, termakan sedikit demi sedikit. Tidak ada Droxa yang menggeram ataupun berusaha melawan. Pada akhirnya, semua lenyap menjadi asap bersama butir-butir cahaya yang melantunkan bel dalam berbagai nada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exolia (Trace of A Shadow #1) - [COMPLETED]
Fantasy[Fantasy - Romance - Adventure - Action] - Highest Rank #62 on June 22nd 2017. 17+ Warning, karena ada violence. - Exolia (Trace of A Shadow #1) - COMPLETED - Onogoro (Trace of A Shadow #2) - ONGOING - Savior (Trace of A Shadow #3) - Februari...