Ketika cahaya masuk ke mata Leonore, yang pertama kali dilihatnya adalah langit-langit ruang penyembuhan. "Ester," gumamnya lemah. Pandangannya masih belum pulih benar. Dia mengerjap-ngerjap lemah, terkadang menutup mata lagi. Otaknya masih meminta istirahat.
Sebuah tangan dingin menyentuh dahinya, membuat suara itu menggema lagi.
"Tolong jaga putriku."
Leonore membelalak dan terbangun. "Ester! Uh ...." Dia memegangi bahunya. Memang tidak terlalu sakit, tetapi sekujur tubuh—terutama kepalanya—terasa nyeri dan berat. "Apa yang terjadi?"
"Jangan terlalu banyak bergerak, Leon."
Suara itu lebih dingin dari Putri Ester, tetapi Leonore tak sempat membedakan. Dia menoleh dan memanggil sang putri sekali lagi.
Sayangnya, yang duduk di sebelah ranjang adalah Putri Hilderose.
"Maaf, ya, aku bukan Ester." Putri Hilderose mengalihkan tatapan ke samping.
Tertegun, Leonore segera meminta maaf. "Tapi di mana Tuan Putri Ester?" Dia celingak-celinguk. "Kenapa aku bisa ada di sini?"
"Kau tidak ingat?"
Leonore menunduk, mengingat baik-baik tentang kejadian sebelumnya. Entah mengapa, mimpi tentang perbincangannya dengan Raja Herberth malah lebih membekas. Setelah itu ... setelah itu ... Dia terus mengorek-ngorek ingatannya.
Perlahan, kejadian-kejadian itu terulang dalam benaknya: Leonore yang membujuk Putri Ester, sang putri yang marah, berujung pada mereka ke desa utara dan Putri Ester kabur dari sana.
"Aku melawan Droxa dan terluka ... Pangeran itu!" Leonore langsung ingat soal Pangeran Alvaron. "Pangeran dari kerajaan Magna ...! Dia sudah datang, 'kan?"
Putri Hilderose terdiam sesaat sebelum menjawab, "Begitulah."
Leonore menggenggam lengan sang putri, lalu mengguncangnya keras-keras. Dia mulai panik. "Apa yang terjadi setelah itu?! Apa pria itu melakukan sesuatu?! Droxa ... Bagaimana dengan kota Loka?!"
"Tenang dulu, Leon!" Putri Hilderose menarik lepas tangan Leonore darinya. "Tidak bisakah kau lihat? Sekarang kau ada di dalam istana, berarti tidak terjadi sesuatu yang gawat, bukan?"
Leonore kembali mengedar pandangan ke sekeliling. Memang tidak terlihat keganjilan apa pun. Bahkan ruang pengobatan hanya diisi olehnya seorang, yang berarti tidak ada yang terluka selain dirinya. Setelah memahami hal itu, Leonore mendesah lega.
Dalam keheningan, Putri Hilderose mengamati Leonore yang tengah tersenyum. Bertentangan dengan ketenangannya, ada sesuatu yang rasanya hilang dari Leonore.
"Kau tidak apa-apa?" akhirnya sang putri bertanya.
"Hmm? Yah, lukaku sudah tidak terlalu sakit, jadi kurasa aku akan segera—"
"Bukan itu maksudku. Tentang hubunganmu dengan Ester."
Leonore menunjukkan keterkejutan, tetapi ketenangannya cepat pulih. "Kau sendiri yang bilang, 'kan? Pernikahan itu tak bisa dicegah. Pangeran itu juga sudah datang dan seingatku, dia menolongku. Kalau tidak terjadi apa-apa, bukankah tidak ada salahnya memercayakan Tuan Putri kepada orang baik seperti itu?"
"Yah, kalau kau juga berkata begitu, apa boleh buat? Aku hanya tidak menyangka kalau kalian mudah menyerah seperti ini, meskipun ini memang yang terbaik."
"'Kalian'?" Leonore tak melewatkan kata itu. "Jadi ...."
"Ya. Ester kelihatannya akan menerima lamaran itu, meskipun keputusan resminya akan diumumkan di pesta malam ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Exolia (Trace of A Shadow #1) - [COMPLETED]
Fantasy[Fantasy - Romance - Adventure - Action] - Highest Rank #62 on June 22nd 2017. 17+ Warning, karena ada violence. - Exolia (Trace of A Shadow #1) - COMPLETED - Onogoro (Trace of A Shadow #2) - ONGOING - Savior (Trace of A Shadow #3) - Februari...