Awal Pertempuran (Part I)

388 63 7
                                    

Author's Note: Eeee... Hampir aja author gak keburu update :'D Maafkan keterlambatan author malam ini, ya. Banyak hal RL yang mengganggu, bahkan author sempat insomnia beberapa hari. Terlepas dari semua itu, author semangat banget untuk lanjutin Trace. Meskipun chapter 16 ini kayaknya kurang maksimal, tapi author tetep seneng bisa publish gak melenceng jauh dari jadwal :')

Prev Chap: Satsu panik setelah melukai Putri Hilderose, padahal yang dia ingin lukai adalah Leonore. Sementara Leonore menyembuhkan sang putri, Satsu tak bisa melukainya lagi. Ketika Nona Orphea, Putri Ester, dan Pangeran Alvaron tiba, Leonore menceritakan kejadian itu. Putri Ester berniat menunda pesta, tetapi Pangeran Alvaron membujuknya untuk tetap menjalankannya sesuai rencana.

Keterangan pic: Diambil dari google. Fotonya si Arthur dari Merlin TV Series. Sebenernya awalnya Leonore itu ngambil model dari Bradley James (Arthur). Wkwkwk.

******

Ruang pesta istana memiliki langit-langit hampir dua kali lipat lebih tinggi dari ruangan biasa. Meja jamuan panjang ditaruh di dekat dinding. Buah-buahan, sup, dan beberapa makanan, juga bergelas-gelas minuman mengisi tempat itu. Pada bagian tengah, orang-orang berpakaian rapi—gaun mewah dan aksesori berkilau untuk wanita, jaket kulit dan jubah untuk pria—mengobrol dan berdansa. Para pemusik memainkan lagu di depan.

Sementara Pangeran Alvaron menumpahkan anggur di dekat meja, Putri Ester berdansa dengan Raja Herberth bersama para keluarga bangsawan.

"Apa yang kaupikirkan, Putriku?"

Putri Ester menggeleng sambil tertawa kecil. "Ayahanda pasti sudah tahu itu."

Raja Herberth mengangguk setuju.

Bisa dibilang, keduanya memiliki penampilan paling bersinar malam itu.

Mahkota sang raja tampak lebih mengilap keemasan dibanding biasanya. Wajahnya pun seakan kehilangan beberapa kerutan. Jaket kulit membiarkan jubah merahnya tampak lebih mencolok.

Gaun Putri Ester tak kalah membara warnanya. Kepangan rambutnya yang keemasan dijepit oleh beberapa aksesori mengilap merah.

Hanya saja, mereka terus mengalihkan pandangan satu sama lain. Raut wajah mereka juga tidak sepadan dengan warna cerah itu.

"Katakan kepadaku, Ayahanda. Apa dulu, Ayahanda juga terpaksa menikah dengan Ibunda?"

Raja Herberth tertegun mendengar pertanyaan itu, tetapi dia lalu tersenyum. "Tentu tidak, Putriku." Pandangannya terarah ke jendela yang membingkai pemandangan luar dengan hiasan cahaya Lumeprodia yang kebetulan tengah melintas. Benaknya kembali mengingat tawa ramah seorang perempuan. "Dia adalah wanita terbaik yang pernah kutemui."

Rasa haru entah mengapa memenuhi dada sang putri. Namun, ketika ayahnya mendesah dengan raut wajah sedikit sendu, pertanyaan kembali memenuhi benaknya. "Apa Ayahanda pernah menyesal menikah dengan Ibunda?"

Sekali lagi, Raja Herberth dibuatnya terkejut. "Kenapa kau bicara seperti itu?"

"Entahlah." Putri Ester tak bisa menjelaskan, tetapi tekanan di dadanya bertambah. Bahkan sekitarnya sempat terdengar senyap sesaat. "Aku hanya merasa begitu. Setelah Ibunda meninggal, Ayahanda semakin menjauh dariku."

Keluhan sang putri sebenarnya merupakan sinyal pengharapan agar sang ayah membantah. Namun, raut wajah Raja Herberth malah makin suram. Bola-bola Lumen yang melayang di langit-langit sesekali lewat, tapi tak satu pun berhasil menyinari wajah sang raja yang menunduk. Harapan Putri Ester semakin surut.

"Aku tidak ingin menyesalinya, Putriku. Karena itulah,"—Raja Herberth menggenggam tangan Putri Ester lebih erat—"Ayah mohon, terimalah lamaran ini."

Exolia (Trace of A Shadow #1) - [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang