Author's Note: Waduh, maap updet kali ini agak telat beberapa jam :'D Mudah-mudahan minggu depan bisa lebih cepet ya~ Kali ini, banyak debat terjadi, misteri dilempar, mikirin dialognya juga puyeng tapi seru. Mudah2an Raja Herberth bisa semakin terlihat karakternya di sini, beserta karakter-karakter baru, Leonore, dan Ester. Satsu? Ehem. Kali ini dia gak nongol XD
Prev Chap: Tak lama setelah Satsu menyelamatkan Putri Hilderose dan Ally menyelamatkan Leonore, Lumeprodia kembali aktif. Sementara penduduk bersorak penuh kelegaan, Raja Herberth sama sekali tak senang. Dia lebih menyadari kematian dan kesedihan di kerajaannya.
******
"Dasar bodoh!"
Bunyi tamparan menggema keras di ruang rapat kerajaan. Leonore terhuyung. Tangannya spontan menapak pada tembok di belakang. Tenaganya belum terlalu pulih. Dua kesatria lain yang sudah duduk terlebih dahulu, bangkit dari kursinya.
Raja Herberth sama sekali tak peduli. Dia terus menatap tajam ke arah Leonore yang memperbaiki posisi. "Cuma satu perintah dan orang sepertimu gagal mengerjakannya?! Tidak bisa kupercaya!"
"Yang Mulia Raja," sela Kesatria Orphea. Wanita itu memakai tunik putih, rompi bulu, dan pelindung bahu sederhana. Beberapa helai rambut turun di sisi wajahnya yang tegas, tidak terikat sempurna di belakang kepala. "Maaf atas kelancangan saya, tapi mempertimbangkan kewajiban Leonore untuk memulihkan Lumeprodia, tentu Anda bisa memahaminya."
"Bukan berarti kau bisa mengabaikan Putri Hilderose hingga dia terluka di tengah jalan seperti itu. Kalau Luce tidak menemukannya, mungkin saja dia sudah tak bernyawa sekarang."
Kesatria Luce berdeham dengan suara pelan. Pantatnya bergerak turun, tapi melihat yang lain masih berdiri, dia tidak jadi melakukannya. Posisinya yang berada di kursi paling ujung dekat pintu, membuat Kesatria Orphea dan Raja Herberth menatap heran sesaat. Gantian sang raja yang berdeham.
"Apa kalian sudah lihat halaman istana? Keadaan kota Loka?" Raja Herberth berjalan cepat ke kursi terjauh. Dia menariknya kasar, lalu menggebrak meja. "Hari ini, kalian semua gagal! Memalukan!"
Leonore bergerak pelan ke arah kursi di seberang Kesatria Orphea. Dia mengelap bibirnya yang sedikit berdarah. Tamparan tadi membuatnya menggigit sisi dalam mulut.
"Bukankah ini serangan dadakan?" akhirnya Kesatria Luce berpendapat.
Raja Herberth langsung memelototinya. "Kau pikir, penduduk akan menerima alasan itu? Setelah melihat kematian? Bagaimana dengan orang-orang yang tidak selamat, hah? Apa kau akan bilang di depan makam mereka kalau kau belum siap bertempur?"
Kesatria Luce menunduk. "Tidak. Maaf, Yang Mulia."
"Kalian semua adalah kesatria Lumia! Orang-orang terpilih yang mewarisi kekuatan Exolia atas nama Eoden! Kalau kalian bisa semudah ini ditembus, di mana lagi orang-orang akan merasa aman?!" Napas Raja Herberth yang memburu dapat terdengar jelas di antara keheningan.
"Leonore! Kau tahu Droxa dapat muncul dari mana saja, tapi kau malah membiarkan Putri Hilderose sendirian tanpa perlindungan! Orphea! Pekerjaanmu lambat padahal kau memiliki banyak kesatria untuk kau suruh. Luce! Kau tidak punya inisiatif! Kalian harus merefleksi kekurangan-kekurangan ini dan memperbaikinya, atau ketika musuh menyerang lagi, Exolia akan benar-benar musnah!"
Raja Herberth akhirnya duduk, lalu mendesah. Dia mengurut kening. Kepalanya serasa mau pecah.
Setelah beberapa saat, ketiga kesatria pun duduk. Masih ada empat kursi kosong termasuk di tengah Kesatria Orphea dan Luce. Pria pendiam itu memang lebih suka memojok.
"Sekarang, aku mau dengar laporan dari kalian. Bagaimana dengan pemulihan?"
Kesatria Luce mengangguk. "Berjalan lancar, Yang Mulia. Pendataan juga masih dilakukan, tapi saya perkirakan akan selesai besok."
"Malam ini." Raja Herberth menunjuk sang kesatria. "Aku mau laporannya ada malam ini. Aku dan Ester akan mengajak para penduduk berdoa di kuil. Aku mengharapkan pemakaman bisa dilakukan setelahnya. Paham?"
Kerutan di dahi Kesatria Luce menandakan ketidaksiapan, tetapi tentu sang raja tak ingin lagi mendengar alasan. Dia menjawab tegas, "Tentu saja, Yang Mulia."
Raja Herberth menghirup napas dalam-dalam. "Bagaimana dengan wilayah pemancar Lumeprodia? Apa ada hal-hal aneh? Aku tidak mau kejadian ini terulang."
"Saya sudah menambah jumlah kesatria di sana," jawab Kesatria Orphea. "Tentunya, saya juga akan ikut berpatroli setelah ini."
"Bagus. Apa sudah ada kabar dari desa di utara? Aku juga ingin tahu pergerakan para bangsawan dan kota-kota lain, jika saja masalah serupa terjadi di sana."
"Para Penglihat sudah bekerja. Tidak ada masalah. Empat kereta kuda sedang menuju kemari dan mereka pun baik-baik saja. Sepertinya hanya kota Loka dan istana yang terkena musibah ini."
"Empat?" Raja Herberth menyipitkan mata.
Ada jeda sebelum Kesatria Orphea menjawab, "Dari kota Rayongarde, Yang Mulia. Menurut Para Penglihat, ada seorang pria berpakaian mewah yang sedang menuju kemari. Mereka tak bisa mengenali siapa itu, tapi penampilannya tampak seperti orang Exolia, rambut pirang dan mata biru. Sekalipun ada perbedaan, dia lebih pendek dari lelaki kebanyakan."
Pangeran dari Kerajaan Magna, pikir Raja Herberth. "Terus awasi dan katakan kepadaku jika ada gerak-gerik mencurigakan."
"Tentu saja, Yang Mulia." Kesatria Orphea mengangguk.
Akhirnya, Raja Herberth menatap Leonore. "Bagaimana dengan pelaku yang menyerang tempat kita? Sudah ada perkembangan?"
"Ada yang melihat seorang wanita aneh berjalan ke arah perbatasan. Rambutnya pirang panjang bergelombang, wajahnya pucat, jalannya kikuk, perawakannya cukup besar. Saya masih mencari tahu tentang wanita ini, tapi sampai sekarang, saya masih belum menemukan orang yang mengenalnya." Leonore menaruh belati kurus di atas meja. "Saya menemukan ini di tanah dekat jenazah Kesatria Arell."
"Senjata kecil seperti itu?" Kesatria Luce spontan bertanya.
"Saya rasa, ini bukan senjata yang membunuh para kesatria kita," lanjut Leonore. "Tidak ada darah. Lagi pula, setidaknya butuh pedang yang lebih panjang untuk memotong leher sampai putus."
"Biar kulihat." Raja Herberth mengambil belati dan mengamatinya. Ukiran pada gagang hanya hiasan, tidak mengingatkannya akan lambang apa pun. Bekas bau darah menempel sedikit jika dicium. Itu belati biasa untuk memburu hewan-hewan kecil. Raja Herberth meletakkannya lagi di atas meja. "Aku mau kau terus mengawasi orang-orang kota, Leonore, juga yang di halaman kerajaan. Kita tidak tahu penyusup berada di mana dan sedang apa. Gunakan juga para Penglihat untuk itu."
"Baik, Yang Mulia." Leonore mengangguk.
Raja Herberth mengembuskan napas berat seiring dia bersandar. "Aku ingin tahu apa pendapat kalian mengenai serangan ini."
Kesatria Luce berdeham, tapi dia masih diam. Leonore menatap Kesatria Orphea yang menegakkan tubuh. Mata wanita itu menyipit ketika dia tersenyum.
"Sebelum itu, apa saya boleh tahu kenapa seluruh bangsawan Exolia menuju kemari?" Kesatria Orphea menatap langsung ke arah sang raja. "Apa ada hubungannya dengan kedatangan Tuan Meyr dan putrinya ke istana kemarin?"
Raja Herberth mengetuk-ngetukkan jarinya pada meja. Pikirannya teralih ke orang asing dari Rayongarde, surat lamaran, kerajaan Magna, lalu putrinya sendiri.
"Jika Anda tidak bisa menjelaskannya, saya tidak—"
Raja Herberth mengangkat tangan. "Akan kuceritakan. Lagi pula, ini hanya masalah waktu." Dia memandangi para kesatrianya satu per satu. "Ada orang luar yang berhasil menembus Dinding Hitam dan masuk kemari. Dia melamar putriku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Exolia (Trace of A Shadow #1) - [COMPLETED]
Fantasy[Fantasy - Romance - Adventure - Action] - Highest Rank #62 on June 22nd 2017. 17+ Warning, karena ada violence. - Exolia (Trace of A Shadow #1) - COMPLETED - Onogoro (Trace of A Shadow #2) - ONGOING - Savior (Trace of A Shadow #3) - Februari...