Author's Note: Oke, semakin ke sini 1 chapter-nya malah semakin panjang :'D Mungkin karena mo buru2 kali yah. Ke depannya author akan lebih konsisten lagi. Eniwei, di part 2 nanti bakal ada gambar skets dari author. Kebanyakan komis gambar juga dompet jadi nipis nih T_T
Prev Chap: Setelah interogasi berakhir, Satsu dibawa ke ruang pengobatan oleh Nona Orphea dan Ally. Di tengah jalan, mereka bertemu dengan Leonore dan Putri Hilderose. Setelah Putri Hilderose diobati, dia mengamati Satsu yang tengah tertidur, sementara di luar, Nona Orphea yang ternyata adalah kakak angkat dari Leonore, menasihatinya agar ingat pada ambisi awal: posisi tinggi tanpa melibatkan perasaan semata terhadap Putri Ester.
******
"Leon!"
Panggilan itu sudah berupa teriakan. Leonore tersentak, menoleh ke samping. Putri Hilderose mengamatinya dengan ekspresi khawatir ... atau mungkin hanya perasaannya saja? Setelah Leonore mengedip, raut wajah sang putri kembali berubah datar.
"Aku sudah selesai. Ayo kembali ke tempat Ayah."
Putri Hilderose berjalan tanpa menunggu jawaban dari Leonore. Pemuda itu memiringkan kepala sejenak sebelum mengikutinya. Gara-gara Kakak, aku jadi memikirkan yang aneh-aneh. Dia mendesah.
"Oh, ya,"—lanjut Putri Hilderose tanpa menoleh—"setelah sampai, kau boleh meninggalkanku dan Ayah, Leon. Tak perlu menemani kami dulu untuk sementara."
Dahi Leonore mengerut. "Tentu Anda tahu kalau itu tak mungkin? Yang Mulia Raja sudah memerintahkanku untuk tidak meninggalkan Anda lagi dan terakhir kali aku melakukan itu, hal buruk terjadi."
"Bukankah sudah kubilang untuk tidak mempermasalahkan itu lagi? Aku baik-baik saja sekarang dan itu sudah jadi bukti yang cukup bahwa tak ada kesalahan terjadi."
Kecuali pelanggaran titah raja, pikir Leonore. Dia mengurungkan niat mengucapkannya. Setelah beberapa hari bersama dengan Putri Hilderose, Leonore mulai menyadari sesuatu. Putri Hilderose dan Putri Ester memiliki kesamaan selain keduanya sama-sama memanggil pemuda itu dengan "Leon".
Mereka keras kepala.
Leonore mengacak-acak rambut belakang sambil menaikkan sebelah alis. Bayangan masa kecil tebersit di benaknya.
Putri Ester terlihat sama seperti sekarang, angkuh, tapi berani. Dia berkacak pinggang sambil menyuruh-nyuruh Leonore memetikkan bunga di taman, sementara Putri Hilderose duduk di belakang Putri Ester sambil memerhatikan Leonore. Hanya saja dia tidak bisa ingat, bagaimana ekspresi Putri Hilderose yang sesungguhnya? Apa dari dulu Putri Hilderose memang jarang tersenyum?
Setelah keluar dari lorong tempat ruang pengobatan berada, mereka berbelok ke kanan. Putri Hilderose berhenti tak jauh dari sana. "Ayah?"
Tongkat Tuan Meyr mengetuk-ngetuk mengiringi jalannya mendekati Putri Hilderose dan Leonore. Senyumnya merekah otomatis ketika melihat mereka. "Oh, aku sebenarnya sudah menduga akan bertemu dengan kalian."
"Kenapa Ayah bisa ada di sini?"
"Kudengar Tuan Gizlei dan keluarganya baru saja datang, jadi kupikir lebih baik kita juga menemui mereka." Dia menatap Leonore. "Tuan Leonore belum mendengar kabarnya?"
Leonore mendesis pelan. Bisa-bisanya dia lupa soal itu. "Anda benar, maaf. Mungkin sebaiknya kita pergi sekarang? Kurasa mereka ada di ruang tamu. Atau perlu kucek dulu ke sana?"
Pemuda itu sudah mundur beberapa langkah ketika Tuan Meyr menghentikannya. "Tidak perlu. Mari kita ke sana bersama-sama." Dia mulai melangkah lagi. Ketika Putri Hilderose mengikuti ayahnya, desah pendek keluar dari mulut Leonore.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exolia (Trace of A Shadow #1) - [COMPLETED]
Fantasy[Fantasy - Romance - Adventure - Action] - Highest Rank #62 on June 22nd 2017. 17+ Warning, karena ada violence. - Exolia (Trace of A Shadow #1) - COMPLETED - Onogoro (Trace of A Shadow #2) - ONGOING - Savior (Trace of A Shadow #3) - Februari...