Author's Note: Ehem. Berhubung udah nyampe 3K view, author malah jadi kebablasan nulis chapter kali ini lebih panjang :'D Eheheh. Tapi, ini juga bentuk terima kasih author terhadap kalian yang sudah bersedia membaca sekaligus memberi dukungan terhadap Satsu dkk. Selamat menikmati 2 part chapter 11 yah~
Prev Chap: Di malam ritual pemakaman, Satsu bertemu kembali dengan Ally. Setelah berbincang-bincang, Ally memberi tahu Satsu bahwa dia harus ikut menghadap Pemegang Kontraknya, atau dia akan memburu Satsu. Pagi harinya, Satsu bertemu dengan Pemegang Kontrak Ally, Nona Orphea. Namun, interogasi itu berujung pada kecurigaan terhadap Satsu sebagai dalang di balik serangan Droxa.
******
Mata Satsu setengah menutup ketika keringat menetes dari dagunya. Pendengarannya sesekali berdenging, tetapi keluhan Ally dan bentakan Nona Orphea menyentak kesadarannya beberapa kali.
"Diam, Ally! Jangan ganggu kami!" Nona Orphea bahkan mengeritkan gigi menatap Ally. "Kuperintahkan kau untuk diam sampai kuperbolehkan bicara!"
Ally mematung. Bibirnya mengatup dalam gemetar, dahinya pun mengerut kecewa. Dia melirik Satsu yang tampak kesakitan. Perasaan bersalah mulai meremas dadanya hingga nyeri. Dia bahkan mulai bisa memahami kengerian Satsu yang tidak bisa mengeluarkan suara apa pun di saat seperti ini. Setidaknya, Ally bisa menggeram, dan itulah yang dilakukannya. Hanya itu.
Nona Orphea melepas kepala Satsu hingga dahi pemuda itu kembali membentur meja. Satsu mengeritkan gigi sesaat sebelum memejamkan mata. Di tengah napasnya yang menderu, dia bisa mendengar ketukan pena. Tangan kirinya lalu diangkat, dipaksa menyentuh pena itu.
"Kalau kau ingin cepat bebas, tinggal tulis saja jawabannya dengan cepat. Mudah, bukan?"
Satsu melirik sinis. Setelah beberapa lama, kini tubuhnya mati rasa, mungkin. Entah dari mana tenaganya muncul, tetapi dia bisa menyalurkan kemarahan itu ke kepalan tangannya.
"Tentu kau tidak sebodoh itu, berniat menyerangku dengan pena?"
Tangan Satsu tetap mengepal keras. Ingin sekali rasanya menusuk mata dingin itu, tetapi benar kata Nona Orphea. Dia tidak sebodoh itu.
Satsu berusaha mengurangi gemetar tangannya. Dia tidak kidal. Tanpa perih di sekujur tubuh, konsentrasi yang sedikit buyar, dan tangannya yang gemetaran menahan semua perasaan itu, menulis dengan tangan kiri pada dasarnya memang sudah sulit. Apalagi sekarang. Tulisannya bengkok-bengkok tak jelas.
"Hmm?" Nona Orphea menaikkan alis. "Oh! Ally, kuperbolehkan kau bicara sekarang. Cepat terjemahkan ini."
Ally terdiam sesaat, sebelum menjawab, "Kau harus minta maaf kalau Otomu tak bersalah."
"Tak usah bicara kemungkinan sekarang. Cepat kerjakan yang kuminta atau pria ini akan menderita lebih lama."
Kaki Ally menapak keras ketika dia mendengus. "Kau butuh kerja sama kami, 'kan? Pokoknya janji dulu kalau kau akan minta maaf kepada Otomu dan kepadaku setelah semua ini selesai!"
Nona Orphea berdecak. "Kalau dia tidak bersalah."
"Dia tidak akan bersalah!" Ally melipat tangan di depan dada. Dagunya naik sedikit.
Nona Orphea menatap tajam. Tak ada tanda-tanda dari mereka akan mengalah. Bunyi guratan tulisan membuat fokus keduanya teralih. Satsu tengah menambah tulisannya.
Belum sempat Nona Orphea menyuruh, Ally lagi-lagi melemparkan tatapan sinis. "Huh! Sudahlah!" Akhirnya gadis itu mengalah. Dia mengamati tulisan Satsu. Butuh waktu beberapa saat untuknya memahami tulisan tak rapi itu.
"Tidak ada," kata Ally menerjemahkan. "Pemegang Kontrakku mati dalam serangan."
Nona Orphea tertegun. Dia menelaah kata-kata itu sejenak. "Maksudnya, kau tak punya Pemegang Kontrak sekarang karena dia sudah mati ketika serangan kemarin terjadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Exolia (Trace of A Shadow #1) - [COMPLETED]
Fantasy[Fantasy - Romance - Adventure - Action] - Highest Rank #62 on June 22nd 2017. 17+ Warning, karena ada violence. - Exolia (Trace of A Shadow #1) - COMPLETED - Onogoro (Trace of A Shadow #2) - ONGOING - Savior (Trace of A Shadow #3) - Februari...