Perlawanan (Part I)

328 57 17
                                    

Author's Note: Malam, semua ^^ Kembali lagi dengan Trace. Seperti sebelumnya, lagi-lagi kemaleman nih, guys. Nanti aku bakal ceritain alesannya sih, tapi kalian nikmati dulu 2 part ini yak. Ini salah satu chapter yang mungkin author sendiri, secara pribadi, paling demen. Mungkin karena udah mo kelar juga *eh.

Pic Note: Gambar Hilde versi badass di bawah, oleh Widya Wijayanti (Corbenyx-).

Prev Chap: Raja Herberth mengeluarkan kekuatan untuk memunculkan sosok para Shadow, membantu para kesatrianya. Sementara dia melawan Tuan Meyr, Leonore bekerja sama dengan Nona Orphea dan Ally untuk menghabisi Satsu. Mereka hampir saja berhasil. Namun, di saat-saat terakhir, Nona Orphea lengah dan Satsu berhasil menusuknya.

******

Sebuah jitakan mengentak kepala Leonore kecil hingga dia mengaduh.

"Bukankah sudah kubilang? Jangan terlalu merendahkan diri!" Nona Orphea—yang saat itu masih remaja—mendengus sambil mengepalkan tangannya.

Leonore mengetuk-ngetukkan telunjuknya sambil memonyongkan bibir. "Habis, aku kan memang anak pengkhianat."

Nona Orphea menjitaknya lagi. "Jangan biarkan orang lain menyebutmu begitu! Kau harus memulihkan nama ayahmu! Mengerti?"

"Bagaimana caranya?" Leonore mengusap-usap kepalanya yang berdenyut-denyut.

"Pelajari sihir Lumia dan jadilah yang terkuat!" Nona Orphea berkacak pinggang sambil membusungkan dada. "Jadilah sepertiku!"

Sekilas cahaya mengilat di mata Leonore. Dia mulai tersenyum. "Kau mau mengajariku?"

"Yep!"

"Umm ... Tapi kenapa? Aku kan bukan siapa-siapa."

Mendengar kalimat merendahkan itu, lagi-lagi Nona Orphea menggeram dan hendak mempersiapkan kepalannya, tetapi ketika melihat Leonore bergidik, wanita itu mendesah. Dia kemudian berjongkok, lalu mengusap-usap lembut kepala Leonore. "Karena ayahmu sebenarnya orang baik, dan dia juga pernah menjagaku dulu. Aku tak bisa membiarkanmu sendirian, Leonore."

Leonore menarik napas kuat-kuat ketika merasakan sekujur tubuhnya bertambah hangat. Mukanya mulai merona; bukan karena betapa cantiknya Nona Orphea, tapi karena dia hampir saja menangis. Selain Putri Ester yang sesekali datang ke kota, tak ada yang pernah memperlakukannya sebaik itu setelah ayahnya meninggal.

"Mulai hari ini, kita jadi keluarga. Panggil aku Kakak." Nona Orphea melengkungkan senyum manis.

******

Selepas bilah-bilah hitam tercabut dari tubuh Nona Orphea, wanita itu terhuyung-huyung mundur. Semuanya berjalan secepat satu embusan napas Leonore, bahkan dia tak berkedip. Pedang Lumegladio yang jatuh dari tangan Nona Orphea pecah menghilang. Dentingannya mengiringi sang kesatria wanita terjatuh.

"Kakak ...," gumam Leonore lirih.

Nona Orphea bergeming di atas karpet merah, mengingatkan Leonore akan teman-temannya yang sudah menjadi mayat. Namun, yang berada di depannya bukan sekadar teman ataupun kenalan.

"Kakak!" Leonore berteriak menghampiri. Semuanya berjalan terlalu cepat baginya. Begitu si pemuda mampu melihat dari dekat, dadanya tercekat. Dia gemetaran memegangi kepala kakaknya.

Nona Orphea masih membuka mata meski telah tak bernyawa. Napas kehidupan berhenti mengembus, nadi pun tak berdenyut. Lubang di leher dan dahinya mengeluarkan darah kental, tetapi Leonore terus memanggil-manggil dan mengguncang-guncang kakaknya.

"Aku masih membutuhkanmu, Kak." Leonore akhirnya membiarkan diri menangis. "Tolong, bangunlah." Dia beberapa kali terisak sambil mendekap kepala Nona Orphea. Leonore kemudian membisikkan, "Medika Nobisia."

Exolia (Trace of A Shadow #1) - [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang