Defeating the Boss (Part II)

357 60 6
                                    

"Sia-sia atau tidak, itu tergantung Tuan Putri Ester di belakangmu, bukan? Karena pada akhirnya, dialah yang akan menentukan harga dari nyawa yang sudah terbuang beberapa hari ini."

Putri Ester tertegun. Dari tadi, Pangeran Alvaron selalu melimpahkan tanggung jawab atas kematian orang-orang Exolia di tangannya, padahal itu bukan salahnya. Pangeran itu yang masuk memecah kedamaian, Tuan Meyr yang berkhianat, pemuda misterius yang membunuh, tapi kenapa harus dirinya yang disalahkan? Cuma karena tak menerima pernikahan itu?

Sang putri menelan ludah. Kenyataannya, mereka memang mati setelah dia menolak Pangeran Alvaron.

"Kenapa?" Putri Ester menggenggam lengan kirinya. Meski perasaan bersalah mulai menumpuk, dia masih belum bisa menerima Pangeran Alvaron. "Kau yang menginginkan kerajaan indah dan damai, tapi kenapa kau melakukan semua ini?"

Senyum Pangeran Alvaron lenyap. Sorot matanya mendadak berubah dingin hingga sang putri bergidik.

"Mungkin lebih baik kautanyakan itu kepada Eoden."

******

Bukan berarti Satsu tak dapat melihat maupun mendengar. Dia hanya tak bisa memikirkan apa-apa. Belah satu, darah muncrat, kejar yang lain, begitu seterusnya. Ketika serangan berbahaya datang, dia segera menghindar. Saat sesuatu menghantam atau mengiris tubuhnya, rasa sakit pun tak sampai ke otak. Itu pengalaman yang aneh sekaligus menyenangkan. Dia seperti tengah bermain game, mengendalikan sebuah karakter untuk membasmi para musuh hingga menamatkan permainan. Tanpa sadar, Satsu menyeringai.

"Phexaez!"

Insting membantu Satsu menghindari duri-duri raksasa yang mencuat dari lantai. Tiga kesatria selain Orphea dan Leonore malah teriris serangan itu.

"Jangan terlalu gegabah!" perintah Nona Orphea.

Ally berdecak, menyadari Phexaez tak efisien bila dia bertarung dalam grup. Dia segera mengeluarkan Ich'oxa untuk mengejar Satsu.

Satsu menaiki duri hingga mencapai puncak, lalu berbalik dan menukik turun. Gravitasi menambah momentum perputaran. Ular Ich'oxa terbelah dua dengan mudah.

Selesai membelah hingga ekor, Satsu langsung memelesat ke arah Ally. Gadis itu segera mengeluarkan ular lain, tapi langsung dibantai habis.

Satsu nyaris melukai Ally ketika Leonore merapal, menghujaninya dengan serangkaian Lumegladio dari samping. Dia terpaksa menangkis. Pedang-pedang itu berhasil mendorong, bahkan mengikis asap hitam di sekeliling tubuhnya.

Nona Orphea melompat sambil berteriak, lalu menghantamkan pedang pada punggung Satsu. Entakannya mendorong pemuda itu terhuyung. Asap mengalir keluar dari luka yang memanjang diagonal.

"Cara ini berhasil!" Nona Orphea segera mundur ketika Satsu berbalik menyerangnya.

Leonore mengejar Satsu dengan pedang di kedua tangan, lalu menghantamkannya ke kepala si pemuda. Asap hitam menghambat, lalu memecah pedang itu. Leonore langsung menghantamkan yang kedua. Satsu kali ini menahannya dengan tangan.

Nona Orphea menyabetnya dari arah berlawanan. "Kita bisa mengikis lapisan pelindungnya! Terus serang sekaligus!"

Ally serta-merta mengeluarkan ular lain. Satsu memecah pedang kedua kesatria sebelum melompat ke belakang.

Ular itu mengejarnya, begitu pula Leonore dan Nona Orphea. Satsu mengeritkan gigi menyambut serangan bertubi-tubi. Dentingan mengalun cepat, percikan-percikan cahaya memenuhi pandangannya seiring pedang-pedang itu pecah; bukan hanya membentur tangan, tapi juga bagian-bagian tubuh lain yang gagal dia lindungi karena kewalahan.

Pergerakan Satsu terhenti ketika punggungnya membentur dinding. Dia terlambat masuk ke Wilayah Bayangan. Ich'oxa berhasil menggigit bahu, lalu mengoyak dagingnya. Dalam kesempatan itu, Satsu memenggal ujung kepala si ular. Saat kedua pedang terayun ke lehernya, Satsu merendahkan tubuh dan melaju ke depan, sambil membelah sisa tubuh Ich'oxa.

"Lumeprodia!" Rapalan Nona Orphea kali ini bukan bermaksud melindungi siapa pun, tapi menghadang laju Satsu. Kubah itu menahan tubuhnya beberapa saat.

Leonore kembali merapal serangkaian Lumegladio dan menghunjamkannya sekaligus ke punggung Satsu.

Pandangan Satsu mendadak berguncang.

Kaki Tuan Meyr sedikit goyah kala mendapatkan rasa sakit yang sama. Dia menahan hantaman Raja Herberth sambil gemetaran. Luka ini cukup parah! Pandangannya teralih ke Satsu yang telah jatuh berlutut.

Enam pedang tertancap di punggung Satsu, sementara empat sisanya menusuk lantai di sekitar. Pedang-pedang itu bahkan menembus dada dan perutnya. Asap hitam memenuhi mulut, sementara napasnya mendadak sesak. Dia mulai mencakar-cakar lantai, menahan tubuh, menggeliat tak keruan. Mulutnya terus menganga seakan ingin berteriak. Penglihatannya terus bergoyang dan memburam.

Seketika, asap hitam di punggungnya memecah pedang-pedang itu. Tanpa padatan di luka-lukanya, Satsu merasa seluruh cairan di tubuhnya keluar sekaligus. Dia meringkuk, menempelkan dahi pada karpet, seolah mencari tempat untuk tidur.

Leonore mengembuskan napas panjang mengamati pertempuran yang sepertinya akan segera berakhir. Namun, jantungnya tiba-tiba berdetak keras. Leonore memegangi dada. Apa efek samping obat itu mulai muncul? Tak mungkin secepat ini.

Nona Orphea mengayunkan pedang Lumegladio di tangan kanannya. "Seharusnya aku tahu. Waktu itu, kau melepas Kontrak dengan Tuan Meyr untuk sementara." Dia mengingat interogasi Satsu sebelumnya. "Kalian sudah memperhitungkan interogasiku dan bagaimana aku akan mencoba menjalin Kontrak denganmu. Setelah membuatku percaya, kalian tinggal menjalin Kontrak lagi."

Wanita itu berjalan mendekati Satsu, lalu mengarahkan pedang pada lehernya. "Benar-benar mengganggu." Nona Orphea memelotot. Aura pembunuh keluar dari setiap jengkal tubuhnya. Membayangkan Satsu dan Tuan Meyr menertawainya membuat amarah Nona Orphea memuncak. "Akulah yang akan membunuh kalian!"

Pedang Nona Orphea mengayun turun. Namun, di saat bersamaan, asap hitam dari luka-luka Satsu menebal dan menutupi lehernya berlapis-lapis. Benturan kedua sihir kembali terjadi.

"Dasar keras kepala! Kenapa kau tidak segera mati?!" Nona Orphea menggeram.

Dalam keremangan, teriakan itu mengingatkan Satsu akan orang-orang yang menindasnya dulu. Dia menoleh, samar-samar mendapati wajah Nona Orphea yang terdistorsi dalam kebencian. Ah, raja iblis, pikirnya. Hampir semua game yang dia mainkan memiliki musuh seperti itu.

Leonore hendak membantu kakaknya, ketika dadanya lagi-lagi berdenyut nyeri. Bahu kanannya juga sudah melampaui batas. Dia mulai sulit mengangkat lengan.

"Hati-hati—"

Belum selesai perkataan itu terucap, kumpulan asap hitam di punggung Satsu memadat, meruncing, lalu memelesat cepat ke arah Nona Orphea.

Wanita itu hanya sempat membuka mulut sedikit, ketika leher dan dahinya tertusuk. Wajah Leonore yang memucat terpantul di matanya.

Sementara itu, Satsu tersenyum puas. Aku berhasil mengalahkan *boss!

******  

Footnote:

*Boss: Istilah yang digunakan dalam game (permainan), untuk menyebut musuh yang jauh lebih kuat daripada musuh-musuh biasa. Banyak hal bagus yang akan didapat pemain setelah mengalahkannya. Selain itu, cerita dalam permainan akan berlanjut setelah mengalahkan boss. Untuk menamatkan permainan, pemain harus mengalahkan musuh terkuat yang biasanya dijuluki "boss terakhir".

******

Author's Note: Terima kasih udah ngikutin Trace sampe sini, ya~ Doakan Trace supaya lancar ngelanjutnya. Gak kayak hari ini. Jangan lupa juga untuk tinggalin vote dan komen kalau kalian suka, atau ingin mendukung author XD Hitungan mundur menuju akhir Arc 1: 3 chapter lagi.

Exolia (Trace of A Shadow #1) - [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang