Tuan Meyr mendorong pedang hitamnya hingga mementalkan Raja Herberth. Napasnya mulai memburu bercampur erangan. Sedari tadi, meski tubuhnya tidak mengalami luka yang sama dengan Satsu, tetapi rasa sakit itu tetap tersampaikan. Berkali-kali Tuan Meyr mencoba mengabaikannya.
"Kenapa kau mengurangi kekuatanmu, Lucian?" Raja Herberth pun tak kalah lelah. Tubuh tuanya tidak sanggup bertarung lebih lama dari itu. Jika dugaannya—bahwa Lucian Meyr sama sekali tak bermaksud membunuh mereka—itu benar, dia berarti cukup beruntung, meski tetap tak paham alasan di balik pengkhianatan ini.
"Apa yang membuatmu tiba-tiba ingin kembali, Lucian?" Raja Herberth menyipitkan mata. "Kau sudah di sini lebih dari 30 tahun. Meskipun aku mengerti kesulitanmu, tapi kau tak pernah mengatakan apa pun selama beberapa tahun terakhir."
Tuan Meyr menunduk, lalu mengamati Satsu yang diserang bertubi-tubi oleh Leonore. Dengan efek Imofola sekalipun, Satsu tetap kesulitan bergerak seiring luka-lukanya bertambah. "Aku tidak punya waktu menjelaskannya, Her—"
Di situlah, perhatian Tuan Meyr terarah ke Putri Ester, sasaran mereka sebenarnya malam itu. Sosok Putri Hilderose yang mengarahkan pisau ke Pangeran Alvaron masuk ke fokusnya. Tuan Meyr membelalak. Putrinya malah mencoba melawan seseorang yang bahkan Tuan Meyr tak bisa kalahkan.
"Apa yang kaulakukan, Hilde?!"
Tanpa peduli teriakan ayahnya, Putri Hilderose kembali menerjang.
Pangeran Alvaron menggeser kepala, pisau memelesat tepat di sampingnya. Dia lalu mengambil tangan Putri Hilderose, kemudian menariknya ke belakang punggung dan mengunci pergerakannya. Pisau kembali jatuh. Belum selesai sampai di situ, Pangeran Alvaron menginjak punggung Putri Hilderose hingga tubuhnya membentur lantai.
Putri Hilderose menjerit. Tangan kanannya ditarik terlalu tinggi hingga dia merasa otot-ototnya mau putus.
"Aku sudah berjanji untuk tidak membunuh kalian, tapi kurasa, sekadar mematahkan tangan tidak akan membunuh."
Putri Hilderose menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan mata. Pangeran Alvaron mempererat cengkeraman, bersiap memelintir tangan itu. Sang putri mempersiapkan diri untuk yang terburuk.
"Jangan sentuh anakku!" Tuan Meyr melaju dengan kedua tangan di sisi tubuh, sebelum dia mengayun belati hitamnya, hendak membelah pangeran itu.
Pangeran Alvaron merapal Lumeprodia. Kubah cahaya terbentuk di sekelilingnya. Belati Tuan Meyr membentur cahaya menimbulkan percikan hitam dan putih.
Namun, Tuan Meyr masih belum menyerah. Dia mengatupkan rahang kuat-kuat, menyalurkan seluruh tenaga yang tersisa pada dorongan tangan, lalu perlahan, mengikis kubah perlindungan itu.
Tadinya, Pangeran Alvaron masih bergeming memegangi Putri Hilderose, tetapi begitu mengetahui pertahanannya akan segera pecah, dia melepas tangan sang putri. Pangeran Alvaron melompat mundur, sebelum kubahnya benar-benar terbelah. Belati Kizvaalia memelesat secara vertikal tepat di depan wajahnya. Rambut pirangnya teriris sedikit, kacamatanya pun terjatuh.
Pangeran Alvaron mendarat tak jauh di belakang, dengan wajah tertunduk. Bercak-bercak merah menetes jatuh. Meski tak merasa sakit, dia bisa memperkirakan apa yang telah terjadi. Pangeran Alvaron mengusap pipi kiri hingga ke hidung. Garis tipis terukir di sana. Sesuatu yang basah juga menempel di jari-jari yang menyentuhnya. Begitu menurunkan tangan dan memperhatikan cairan yang membasahinya itu, Pangeran Alvaron membeliak.
Itu darah. Tuan Meyr telah melukainya.
"Ayah." Putri Hilderose meraih tangan Tuan Meyr, kemudian bangkit sambil merintih. Sang ayah memegangi tubuhnya yang terhuyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exolia (Trace of A Shadow #1) - [COMPLETED]
Fantasy[Fantasy - Romance - Adventure - Action] - Highest Rank #62 on June 22nd 2017. 17+ Warning, karena ada violence. - Exolia (Trace of A Shadow #1) - COMPLETED - Onogoro (Trace of A Shadow #2) - ONGOING - Savior (Trace of A Shadow #3) - Februari...