"Leon!"
Panggilan itu menyentak Leonore. Dari kejauhan, dia bisa mendengar ketukan sepatu yang mendekat. Putri Ester ternyata sedang berlari ke arahnya. Tak ingin membuatnya lebih khawatir, Leonore hendak berdiri, tetapi dia benar-benar kesulitan dan terjatuh lagi.
Nona Orphea yang sebelumnya berada di belakang Putri Ester, kini berlari mendahuluinya dan berlutut di depan Leonore. Menyadari keringat dingin dan pucatnya wajah si pemuda, Nona Orphea membentak si Penyembuh.
"Kenapa kau tidak langsung menyembuhkannya?!"
Si Penyembuh tersentak dan segera meminta maaf. Dia lalu bergegas menghampiri Leonore.
"Aku yang menyuruhnya, Kak," ucap Leonore ketika proses penyembuhan dimulai. "Tuan Putri Hilderose juga terluka. Ada yang menyerang kami."
Kerutan di dahi Nona Orphea tiba-tiba saja menghilang. Kemarahannya terganti suatu kemungkinan jawaban, tetapi dia harus memastikannya. "Kau bisa memberiku ciri-ciri si penyerang? Tentunya bukan Droxa?"
Itu pertanyaan bodoh, Nona Orphea sendiri pun tahu. Namun, dia masih ingin menyangkal kemungkinan jawaban yang dipikirkannya, karena jika itu benar, berarti dia telah melewatkan sesuatu yang fatal.
"Pemuda yang bersamamu kemarin. Pemuda berambut hitam itu."
Sialan! Nona Orphea melemparkan tatapan sinis ke lantai, ke bayangan Satsu yang ada dalam benaknya. Dia berdecak dan menggeram beberapa kali. Wajah penuh kemarahan itu benar-benar jarang Leonore lihat. Pemuda itu bahkan sedikit menggigil melihatnya.
"Apa semuanya baik-baik saja?"
Putri Ester terkesiap mendengar suara dari belakangnya itu. Dia mundur beberapa langkah dan menabrak Pangeran Alvaron.
"Berhati-hatilah," ucap sang pangeran pelan.
Putri Ester segera meminta maaf dan menjauh.
Bukan interaksi seperti itu yang dibutuhkan Leonore saat ini.
Pemuda itu memalingkan pandangan ke si Penyembuh yang sudah berkeringat akibat menggunakan sihir penyembuhannya dua kali.
"Tuan Putri Hilderose baik-baik saja, 'kan?" Leonore mengalihkan fokus pembicaraan.
Nona Orphea tiba-tiba saja ingat mengenai Putri Hilderose yang bersikeras ingin menemani Leonore. Dia berdiri dan masuk ke dalam ruangan, mendapati sang putri yang terbaring. Dada Putri Hilderose yang naik-turun sudah memberitahunya dari kejauhan, bahwa dia masih hidup.
Bocah itu pernah menyelamatkan Tuan Putri, tapi kenapa sekarang malah ingin membunuhnya? Pemegang Kontrak yang memang berbeda? Atau ....
"Pemuda berbaju hitam yang tadi itu ... Apa dia benar-benar ingin membunuh kalian?" tanya Nona Orphea.
"Entahlah. Dia tiba-tiba saja menghilang." Semakin diingat, dahi Leonore semakin mengerut. "Padahal, tadi itu kesempatan terbaiknya. Entah kenapa dia malah berhenti setelah Tuan Putri Hilderose terluka. Seakan dia ... kaget."
"Kaget?" Nona Orphea mulai membentuk gambaran kejadian di benaknya.
"Kurasa, dia tidak ingin melukai Tuan Putri."
Nona Orphea mendengus tawa. "Bagaimana mungkin kalian berdua bisa terluka separah ini kalau dia tidak berniat melakukannya, Leonore? Ini bukan main-main."
"Tuan Putri Hilderose melindungiku, Kak." Leonore menatap Nona Orphea lekat-lekat. "Orang itu ingin menyerangku, bukan Tuan Putri. Kurasa, dia panik karena salah sasaran, tapi aku juga tidak tahu kenapa dia ingin membunuhku." Suara Leonore mengecil di bagian terakhir, hanya terdengar seperti gumaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exolia (Trace of A Shadow #1) - [COMPLETED]
Fantasy[Fantasy - Romance - Adventure - Action] - Highest Rank #62 on June 22nd 2017. 17+ Warning, karena ada violence. - Exolia (Trace of A Shadow #1) - COMPLETED - Onogoro (Trace of A Shadow #2) - ONGOING - Savior (Trace of A Shadow #3) - Februari...