"Anak-anak, hari ini materi kita basket. Saya mau kalian keluar dengan pakaian olahraga."
Para murid berhambur. Ada yang salin, ada juga yang langsung pergi ke lapangan karena sudah salin.
"Sas, yuk. Mau salin nggak?" Sasya yang sejak tadi hanya melamun kini mendongak melihat Nabita.
"Oh, oke. Yuk!" Sasya mengeluarkan kaos olahraga nya dari dalam tas lalu bergegas mengganti nya.
Saat di pintu kelas Sasya melihat Steve sedang menatap nya dari lapangan. Sasya melihat jelas bahwa tatapan itu untuknya.
Steve tersenyum. Sasya membalasnya.
Lagi-lagi senyuman paksa itu yang terpancar.
Setelah mengganti seragam putih abu nya dengan kaos olahraga, Sasya kembali menuju kelas bersama Nabita.
"Lo lagi nggak sakit kan, Sas?" tanya Nabita yang melihat Sasya begitu tidak bersemangat sejak tadi.
Itu bukan karena sakit. Tapi lebih dari sakit.
Sasya menggeleng dan tersenyum pahit. "Nggakpapa, Nab."
Saat diperjalanan menuju kelas mata Sasya tak sengaja melihat sebuah Gazebo yang sangat sayang untuk dilewati. Ketika pandangannya membuat langkah nya berhenti Nabita merasa heran, lalu menoleh kebelakang.
"Lo baru tau itu ya, Sas?"
Sasya mengangguk saat ucapan Nabita terdengar di telinga nya.
"Lo duluan aja Nab, gue mau kesana. Gue mau nenangin diri." seakan mengerti Nabita tersenyum lalu mengelus bahu Sasya. Sebenarnya Nabita sudah tau bahwa jika seseorang seperti ini sudah pasti ada alasannya. Nabita membiarkan Sasya untuk sendiri.
Setelah sampainya di tempat itu, Sasya duduk di kursi panjang berwarna putih yang warna nya masih sangat lekat.
Sasya menatap dalam-dalam air yang memancur indah dihadapannya. Lalu memejamkan matanya.
Kenapa lo harus dateng lagi, Sam. Gue capek berurusan sama lo, gua capek. Masalah gue udah banyak, lo tambahin. Ohhh tuhaaannn....
"Bolos itu nggak baik."
Suara itu.
Sasya membuka matanya, dan benar saja. Steve sedang duduk disampingnya.
"Masalah nggak akan selesai kalo nggak diselesain. Cuma orang bego yang mau kabur dari masalah."
Amarah Sasya lagi-lagi tertahan saat mendengar ucapan Steve yang menurutnya benar. Untuk apa ia takut menghadapi Samuel, jika dengan menghadapinya semua akan selesai. Harusnya sudah sedari tadi Sasya melakukannya.
"Lo, kenapa?"
Sasya diam menunduk.
Rasanya sakit mendem ini. Tapi gimana mau lega kalo gak cerita.
Sasya melirik Steve dan mimik wajah Steve myakinkannya untuk cerita.
"Steve, gue baru kenal lo."
"Gue nggak bilang kita sahabat. Lo mau cerita sukur, nggak sudah!"
Sasya menghela nafasnya, rupanya pria itu terlalu mudah tersinggung.
"Steve..."
"Jangan cerita, Sas. Ntar nyesel."
Sekarang Sasya benar-benar tidak tahu harus apa. Kok malah jadi ngurusin Steve yang merajuk.
"Steve--"
"Bentar lagi pasti gue diusir. Yaudah, gue pergi ya..."
"Steve!!!" Sasya sedikit teriak dan itu membuat Steve menatap bingung Sasya. Dahinya berkerut atas sikap Sasya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say You Love Me - Sasteve
Teen FictionKeputusan yang paling sulit dalam cinta adalah ketika aku harus memilih antara tetap bertahan atau harus melepaskanmu. - T A M A T -