Thirty one

110 22 1
                                    

Sasya sudah turun dari taxi. Ya, dia pergi menemui seseorang dibalik surat yang tadi pagi diberikan Nabita.

Sesampainya Sasya disana ia berjalan pelan. Rasa takut memang ada namun ia berusaha untuk berani.

Sasya duduk di meja sesuai keinginan orang itu. Sasya berusaha untuk tidak tegang. Suasana kafe sangat sepi. Lalu kemudian seorang pendawai biola dan beberapa pelayan datang dengan tugas nya masing-masing. Sasya terkejut.

Apa apaan ini.

"Sasya?" panggil seseorang dari belakang Sasya. Sasya kenal suara itu namun ia ingin memastikan. Ia menoleh.

Sasya lebih terkejut lagi. Ia berdiri.

"Samuel?"

"Gimana.. Kamu suka dekorasi nya? Ini memang sepi. Aku yang boking. Buat kamu." Ucap Samuel mendekati Sasya. Raut wajahnya begitu senang.

Sasya terlihat begitu kesal.

"Cara kamu tentang surat itu nggak lucu. Sam!"

"Kenapa? Harus pake cara apa lagi aku bisa ketemu kamu. Kamu nggak pernah bales chat aku. Kamu bilang kita temen. Tapi kamu bohong."

Sasya diam. Ia sengaja melakukan itu karena ia tidak ingin terjebak dalam rasa yang sulit.

"Kamu tau kan aku udah berubah. Aku berubah demi kamu. Jujur dulu aku bisa dibilang jahat sama kamu. Aku udah sadar, aku sayang sama kamu Sas." Samuel mulai meraih kedua tangan Sasya. Sasya meningat bahwa sekarang dirinya sudah milik Steve. Bahkan Sasya mencintainya.

Dengan cepat Sasya menepis tangan nya.

"Kenapa? Apa sekarang kamu udah jijik sama aku? Sas. Jawab."

Sasya menggeleng. Air matanya menetes.

"Jawab aku Sas!"

"Aku udah mencintai orang lain. Aku udah punya pacar," Ucap Sasya tegas.

Samuel terkejut, terkekeh lalu tertawa.

"Bohong!"

"Aku gak pernah bohong, Sam."

Samuel menatap Sasya.

"Gimana dengan harapan aku? Rasa cinta aku? Rasa sayang aku? Rasa takut aku kehilangan kamu?" Samuel melirih membuat Sasya makin sedih.

"Aku tau. Aku tau kamu udah berubah. Aku bersyukur karena kamu bukan lagi Samuel yang suka menyakiti hati perempuan. Tapi percayalah Sam. Dulu kita memang saling mencintai.."

"Bagi kamu dulu. Aku masih!" Samuel memotong perkataan Sasya. Tidak dapat dipungkiri, bahkan kelopak mata Samuel sudah terbumbung air. Ia kecewa.

"Bukan berarti kita masih bisa bersama. Jembatan yang goyah jika selalu ditindas seenaknya kelamaan akan roboh dan sulit untuk memperbaiki nya lagi. Itu perasaan aku ke kamu. Jangankan buka hati aku. Maafin kamu aja hati aku perlu waktu."

"Tapi sas..."

"Tuhan udah siapin yang terbaik untuk kita." Sasya tersenyum paksa lalu pergi meninggalkan Samuel begitu saja.

Samuel merasa begitu emosi sehingga ia menendang meja dan beberapa properti yang ada ditempat itu dengan kesal.

Dibilang tega tidak. Sasya wajar melakukan itu. Karena rasanya untuk Samuel tiba-tiba saja hilang. Mungkin ini hikmah atas kesabaran dan doa nya selama ini untuk dapat melupakan Samuel.

***

"Gimana kabar lo. Gue nggak baik. Lah lo pasti enak disurga.." Steve terkekeh sembari meletakkan sebuah bouqet bunga di makam Adrian.

Say You Love Me - SasteveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang