"Steve. Ayo pulang! Lo udah minum banyak. Lo perlu gue anter. Bentar lagi jam 4 kan lo harus sekolah."
"Udahlah, Jan. Jangan urusin gue. Mau gue mati pun. Gak ada urusan nya sama lo!" Jawab Steve menunjuk dada Januar dengan tajam. Keadaannya benar-benar diluar kendali.
"Steve gue tau lo gak bisa nerima keputusan orang tua lo. Tapi ini cara yang salah untuk lampiasin semuanya. Lo harus pul--" Ucapan Januar terhenti saat melihat Arpan muncul menghampiri mereka.
Arpan kenal dengan Januar karena memang Steve mengenalkannya.
Arpan sedikit ber-highfive tapi dengan wajah yang khawatir melihat kondisi Steve.
"Pan. Dia--"
"Gue tau semuanya kok." Arpan melirik Steve lalu duduk disebelahnya.
"Keluarga bangsat!" kekeh Steve bergumam pada dirinya sendiri dan ingin meneguk kembali gelas berisikan minuman beralkohol itu namun Arpan menahan nya.
"Gue bilang jangan ikut campur!" Ucap Steve memekik.
"Steve. Kita. Pulang!"
"Mending lo urusin urusan lo sendiri. Gue disini tenang. Pikiran gue free!" Steve tertawa pahit lalu meraih kembali gelas itu dan sontak Arpan langsung melemparnya.
Merasa tidak suka Steve langsung mencengkram baju Arpan.
"Anjing! Gue bilang tinggalin gue, Bangsat!"
"Gak akan karna lo sahabat gue. Steve lo nggak sendiri. Lo bukan Steve yang gue kenal malam ini!"
"Keluarga lo pasti sedih liat lo kayagini."
"Bahkan nyokap gue udah nggak peduli perasaan gue lagi."
"Dan Sasya?" Diam. Steve tiba-tiba diam saat nama gadis itu terucap. Yang tadinya marah sekarang nampak sedang berfikir.
Arpan melirik Januar lalu tersenyum tipis.
Bahkan Januar sempat merutuki dirinya karena sejak tadi tidak kepikiran akan itu.
"Sasya?" tanya Steve pelan.
Arpan mengangguk.
Nama Sasya seakan pengganti air penetral. Steve sekarang sudah bisa sedikit berfikir meskipun kepala nya sangat pusing.
Steve meraih kunci mobilnya lalu meninggalkan club itu dengan langkah yang gontai.
"Lo ikutin dia. Jangan sampe dia bawa mobil sendiri." Ucap Januar menepuk pelan bahu Arpan. Dengan cepat, Arpan mengikuti Steve.
**
"Kelly?"
"Ssttt.. Dia tidur." Ucap Kelly.
Sasya melihat kearah kasur dan melihat Wiliam yang sedang tertidur pulas.
Maafin kakak
"Sas.. Gue mau ke butik Pinky dulu ya. Soalnya gue besok wisuda. Jadi sebelum itu gue mau ngukur kebaya buat pesta sesudah wisuda." Ucap Kelly berlaga riang. Berniat membuat Sasya semangat lagi. Namun sia-sia. Sasya masih terpukul.
Kelly menatap Pinky lalu mereka menghela nafas.
"Pinky lo ikut kan?"
"Gak bisa, Kel. Pinky mau temenin Sasya disini." Pinky memegang bahu Sasya.
"Pinky. Gue butuh sendiri. Lo bisa bantuin Kelly karena urusan Kelly juga penting." Ucap Sasya datar.
"Tapikan..."
"Pinky. Ayolah!" Sasya meyakinkan bahwa ia akan baik-baik saja.
"Sas.. Serius?" kali ini Kelly yang bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say You Love Me - Sasteve
Teen FictionKeputusan yang paling sulit dalam cinta adalah ketika aku harus memilih antara tetap bertahan atau harus melepaskanmu. - T A M A T -