Fourty one

123 16 1
                                    

"Kamu tau kenapa senja itu indah?"

Sasya menoleh, ia ingin tau jawabannya.

"Karena dia punya daya tarik tersendiri untuk membuat setiap mata tidak dapat memungkiri keindahannya. Seperti kamu, yang selalu hadir disaat semua membutuhkan. Jika diibaratkan, semua itu bagaikan terang yang akan berganti gelap. Meskipun begitu, kamu tidak ingin menyusahkan setiap insan, kamu menghadirkan bulan agar dapat menerangkan gelap. Ya, kamu menerangkan semesta dengan tegas juga segenap kemampuan." Ucap Steve tanpa memindahkan tatapan nya dari sang senja.

Diatas rumput hijau, mereka berbaring bersebelahan, kepala Sasya yang berada diatas rentangan tangan Steve dan tangan Steve yang selalu mengelus rambut Sasya. Steve mengungkapkan isi hatinya, bahwa sekarang ia tidak hanya jatuh cinta tetapi Steve juga jatuh hati. Suatu rasa yang sulit untuk dijelaskan tetapi indah jika dirasakan.

"Bahkan cowo sesombong kamu bisa berkata puitis," Sasya menoleh Steve, Steve membalas tatapan itu lalu tersenyum tulus.

"Karena keajaiban. Ya, karena keajaiban yang udah rubah aku, karena cinta kamu aku sadar betapa pentingnya perasaan, betapa berharganya orang yang kita sayang. Aku juga gak tau, kenapa aku bisa ngomong kayagitu. Ikut kata hati aja."

"Hm, baik. Boleh aku nanya, Steve?" Sasya menoleh Steve, lalu beralih dari berbaring ke duduk.

"Yaa?"

"Apa yang akan terjadi, jika aku pergi?"

Steve tersenyum kecut, "artinya kamu bukan Sasya. Sebab, Sasya yang aku kenal. Bukan seorang pembohong."

"Maksud aku, pergi untuk selamanya."

Steve menatap Sasya yang sedang duduk membelakanginya dengan tidak suka. Sasya yang menoleh dan langsung mendapati tatapan itu pun malah tersenyum.

"Ini misalkan lho,"

Steve memalingkan tatapan nya lalu kembali memanjakan mata nya dengan melihat langit yang seperti sedang bercengkrama untuk berganti.

"Apakah masih ada lentera besar yang akan menerangkan gelap? Masih ada senja yang akan menarik setiap pandang mata seseorang?" Sasya melanjutkan.

Steve ikut bangun dan duduk sila tepat di sebelah Sasya. Dengan sadar, ia melemaskan kepala nya di bahu Sasya.

"Liat itu, liat kan?" Steve menunjuk langit dengan telunjuknya, Sasya menganguk.

"Bayangkan, jika senja itu tertutup kabut hitam yang gelap, sangat gelap. Terus, bulan yang setiap malam nya bersinar akan kehilangan terangnya. Gimana?"

Sasya bergidik ngeri, sungguh itu sangat buruk.

"Takuuttt..." lirihnya.

"Makanya, jangan pernah mencemaskan semesta. Sebab, peran kamu penting didunia ini."

"Emangnya aku tuhan?!"

"Senja ibarat kamu, bumi ibarat aku."

Sasya mengangguk nurut lalu tertawa kecil. Sangat manis, dari bahunya, Steve memerhatikan itu. Mengapa, mengapa perasaan dihatinya tiba-tiba saja cemas. Tidak, ini hanya feeling. Mungkin ia terlalu senang, beruntung, mendapatkan Sasya.

"Sas?"

"Ya?"

"Mulai hari ini, temani aku melihat senja setiap sorenya, ya?"

"Oke," jawab Sasya bersemangat.

Lalu mereka bersama melihat senja itu tenggelam. Steve beralih merangkul Sasya dan kali ini Sasya yang memposisikan kepala nya di bahu Steve.

Say You Love Me - SasteveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang