Twenty eight

114 23 0
                                    

"Wili.. Liat kakak bawa apa buat kamu!" panggil Sasya yang baru saja kembali dari luar bersama Pinky.

"Wiliiii.." Wiliam tidak jua menyahut.

"Mungkin dia dikamar Sas. Pinky mau mandi dulu ah, mau keramas keramas manja biar wangi." Ucap Pinky menyeringai.

Sasya tersenyum menggeleng. "Yaudah sana. Aku mau cari Wili dulu." Sasya bergegas mencari Wiliam didalam Villa yang cukup besar itu.

"Wili. Wili. Astaga kamu kemana sih!"

"Non. Non nyari Wili?" tanya Pak Deden dengan cepat menghampiri Sasya.

Sasya mengangguk cepat.

"Dia ditaman non, sama--"

Sasya langsung pergk sebelum Pak Deden menyelesaikan ucapan nya.

Sesampainya ditaman Sasya terkejut. Melihat Wiliam sedang duduk bercengkrama bersama seorang wanita dewasa. Sasya sudah paham akan wanita itu meskipun jaraknya masih jauh.

Ta-tante Ajeng!

Untuk memastikan Sasya berjalan dengan pelan mendekati mereka. Seolah tau bahwa ada yang mendekati wanita itu pun bergidik sinis. Sebelum Sasya bisa memegang pundak nya wanita itu sudah berdiri membelakanginya terlebih dahulu.

"Ternyata kamu hafal sama saya ya?" Ucap wanita itu menyilangkan tangan nya.

Sasya masih syok. Ia berusaha menahan air matanya. Ia harus kuat. Demi Wiliam, ia tidak boleh lemah. TIDAK BOLEH.

Wanita itu membalikkan tubuhnya. Sasya sudah tidak ragu lagi. Benar, dia adalah Ajeng.

"Hmm... Ternyata keponokan tiri tante sudah secantik ini." Ucapnya mengelus dikit rambut Sasya. "Percuma tapi, kalo hati nya gak secantik wajahnya!"

Ingin sekali. Ingin sekali Sasya meluapkan rasa sesak di dada nya dengan air mata. Hanya alasan nya, ia tidak ingin terlihat lemah.

"Cup cup cup! Kamu jangan sedih gitu. Tante kesini cuma mau ngasih oleh-oleh untuk Wiliam. Sayangnya, tante lupa kasih buat kamu!" Ucap Ajeng sembari terkekeh puas.

Sasya masih diam tanpa sepatah kata pun.

Sasya melirik Wiliam. Wiliam tidak menyimak mereka. Wiliam terlihat menikmati mainan yang dibelikan oleh Ajeng.

"Kamu bisa seneng-seneng sama keponakan saya kok." Ajeng memberi jeda ucapan nya "Sebelum dia pergi dari kamu untuk selamanya."

Plek..

Setetes kristal bening itu jatuh. Lebih dari kata sesak yang Sasya rasakan saat ini. Tidak bisa jika lagi lagi ia harus menahannya. Sasya lemah. Jika soal Wiliam. Sasya sangat mencintai Wiliam. Rela meninggalkan ibu kandungnya sendiri demi Wiliam.

"Dan hal itu nggak akan terjadi Sasya! Lo tau kan, kalo adik lo itu sayang sama lo. Dan atas dasar kasih sayang lo sama dia. Lo nggak akan kehilangan dia." Ucap Pinky tiba-tiba datang lalu merangkul Sasya.

"Kamu lagi!" pekik Ajeng melotot ke arah Pinky. Tak mau kalah, Pinky membalas pelototan itu dengan tajam.

"Ya! Anda tidak akan pernah biaa menyakiti Sasya selagi saya masih hidup!" lagi. Untuk kesekian kalinya Pinky membela. Selalu untuk sahabat yang ia sayangi.

"Jangan sok pahlawan, Pinky. Dirinya sendiri aja gak jelas apalagi mau nolong orang." cibir Ajeng membuat Pinky terpancing emosi.

Pinky melepaskan rangkulannya pada bahu Sasya lalu mendekati Ajeng.

"Masih inget kejadian waktu itu. Tante cantik!"

Flshbck on

Pertengkaran besar terjadi di kediaman rumah Sasya.

"Kamu wanita tidak tau diuntung. Saya sudah nolong kamu. Saya sudah percaya kamu. Ternyata kamu selingkuh sama suami saya!" Ucap Anasya begitu emosi.

"Bunda. Bunda udah bunda! Semua itu sudah terjadi. Bunda harus kuat!" Sasya berulang kali menghentikan tingkah Anasya yang sedari tadi menimpuk tubuh Ayah dan Raina dengan berbagai macam benda.

"Kalian pergi. Pergi."

"Ayah, Tante. Pergilah. Tinggalkan bunda!"

Mereka berdua pergi dengan rasa bersalah.

Terlihat Ajeng sedang berusaha untuk menyakiti Sasya dan Anasya karena mereka sudah mengusir kakak nya dari rumah.

"Mau apa lo hah!" tahan Pinky mencengkram pergelangan tangan Ajeng lalu menamparnya dan berkali-kali menjambaknya.

Untunglah Sasya bisa menghentikan Pinky. Jika tidak mungkin wanita itu akan mati mengenaskan ditangan Pinky.

Dengan segera Ajeng pergi meninggalkan mereka meninggalkan tatapan sinis.

Pinky menatap Sasya yang masih tercengang akibat ucapan Ajeng. Pinky tidak dapat berkata-kata karena ia takut salah berkata dan membuat Sasya semakin sedih.

"Kakak. Liat deh nih mainan nya bagus kan? Bremmm...bremm.." Wiliam mendekati Sasya seraya dan memainkan mainan itu dengan antusias.

Sasya melihat Wiliam lalu merampas mainan itu dari tangan nya. "Suruh siapa kamu terima mainan dan berani bicara sama orang asing! Wili jawab!!" Sasya menggoyangkan tubuh Wiliam dengan linangan air mata.

Wiliam yang terkejut atas sikap kakaknya itupun menjadi takut. Pinky mencoba memberitahu Sasya untuk tenang namun ia bingung harus mengatakannya bagaimana.

"Ma-maksud kakak... Apa? Bukannya... Dia... Tante aku." Tanya Wiliam dengan bibir yang bergetar.

"Bukan Wili bukan! Kamu gak tau khawatirnya kakak liat kamu sama dia. Kenapa kamu gak bisa jaga perasaan kakak. Hah!!" bentakan Sasya membuat Wiliam menangis lalu berlari kekamar nya.

Sasya kemudian diam. "Wi-wili? Pi-pinky? Apa yang aku lakuin sama Wili. Wili.." Seakan menyadari perbuatannya Sasya terseguk dan duduk dirumput taman dengan lemas.

"Gue udah bentak Wili. Gue jahat Pink gue jahat!"

"Sasya ini bukan salah lo. Lo lakuin ini karena lo sayang sama Wili. Lo gak mau kehilangan dia." Ucap Pinky mengelus rambut Sasya lalu membawanya ke dalam pelukan.

Sasya menangis. Sangat pilu.

Dan disisi lain Wiliam meratapi dirinya sendiri. Ia juga masih menangis.

"Wili.. Berenti nangisnya. Kak Sasya lakuin itu karena sayang sama kamu." Ucap Kelly masih pada pelukannya untuk Wiliam.

Ya.. Kelly mendengar semuanya. Ia sangat mengerti yang dilakukan Sasya semata karena Sasya takut kehilangan adik satu-satunya itu.

"Ya tapi... Kenapa Kak Sas bentakin aku... Kak Sas udah kaya bunda... Dia udah nggak sayang... Sama aku."

"Sssttt! Justru Kak Sas sayang banget sama kamu. Sayang banget!"

**

Say You Love Me - SasteveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang