Sasya sedang menunggu di ruang seni. Sejak ia datang tadi, guru itu belum jua ada.
Ceklek
Pintu itu terbuka lalu munculah seseorang. Bukan Bu Yuli ataupun petugas bahkan murid lainnya. Melainkan Safira.
Sasya cukup terkejut. Namun ia mencoba untuk tenang. Dan merileks kembali ditempat duduk.
"Kenapa? Kaget yaa?" Ucap Safira seraya duduk berhadapan didepan Sasya.
Sasya diam. Ia masih ingin tahu sebab Safira menyuruhnya untuk datang ke ruang seni dengan mengatasnamakan Bu Yuli.
"Sekarang. Gue tau. Kenapa pada hari itu lo langsung pulang liat foto seorang Steve ada di laptop gue!" Ucap Safira dengan sinis sembari meletakkan tas nya di atas meja.
Udah gue duga.
"Lo gak salah udah berani jadiin Steve sebagai pacar?"
Kini Sasya menatap tajam Safira.
"Cewe polos dan gak modis kaya lo. Menurut gue, gak pantes!"
Sasya masih diam meskipun berulang kali Safira mencoba memancing emosi nya.
"Jadi. Lo kesini buat ngomongin soal Steve?" Tanya Sasya. Santai.
"Menurut lo?"
"Yaa.. Menurut gue sih gak etis. Pake nama guru segala . Disekolahan lagi." Sumpah. Jawaban Sasya mengundang rasa kesal pada Safira. Memang bernada pelan, namun menyiratkan sindiran.
Mata Safira melebar sempurna. "Lo!"
"Jangan lo kira gue takut. Gue gak takut!"
Safira salah jika menganggap Sasya adalah perempuan yang mudah dimaki tanpa balasan apapun. Sasya memang suka diam. Tapi jika sudah menyangkutpautkan orang yang ia sayang. Sasya tidak tinggal diam.
"Lo suka Steve kan? Lo perjuangin dong. Masa lo kalah sama gue." Benar-benar ajaib. Tanpa membentak dan menyela. Ucapan Sasya berhasil membungkam Safira.
"Lo sok jagoan."
"Enggak kok."
Safira menggeram kesal. Sungguh, perempuan dihadapannya ini bukan seperti apa yang ia bayangkan.
"Lo jauhin Steve!" Pekik Safira membuat Sasya sedikit terkejut.
Sasya mengerutkan dahinya. "Buat apa? Dia pacar gue." benar. Sasya tidak salah dalam berkata. Itu kenyataan.
"Karena dia tunangan gue!"
Sasya berfikir, Steve pernah menjelaskan itu padanya.
Sasya terkekeh, "Iya. Terus?"
"Aarrgghh!! Dasar cewek gak punya malu."
Sasya menaikkan alisnya. Lucu, dia yang marah dia juga yang tersulut emosi.
"Jangan pikir gue main-main. Kapan pun gue bisa ambil Steve dari lo. Kapan pun!"
"Ambil aja. Kalo bisa."
"Ihhh! Lo makan apa sih. Bego amat jadi orang. Diajak serius, malah becanda. Gaya lo itu. Gak sepadam sama gue!" kelihatannya gadis itu sudah mulai menyombongkan diri.
Namun tetap saja. Bukan Sasya namanya jika tidak bisa membuat lawan nya jera.
"Emang kok."
"Kalo udah tau sadar diri."
"Yang lo omongin bener seratus persen. Tapi buktinya, Steve malah jadinya sama gue." lagi. Emosi Safira terpancing.
"Hubungan lo sama Steve gak akan bertahan lama." Ancam Safira. Namun Sasya tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say You Love Me - Sasteve
Teen FictionKeputusan yang paling sulit dalam cinta adalah ketika aku harus memilih antara tetap bertahan atau harus melepaskanmu. - T A M A T -