Thirty six

95 19 3
                                    

Hari ini adalah hari senin. Dimana menjadi awal hari setelah melewati weekend. Mereka harus mengikuti ajaran dengan tertib. Lain hal nya dengan Steve. Pagi ini, ia terlambat lagi. Sudah beberapa kali ia mencoba untuk tidak telat. Tapi ini ia telat lagi.

"Steve. Kenapa? Kamu keabisan stok obat lagi? Kurang siang!" semprot guru bidang study yang lagi mengajar dikelas Steve. Untung saja ia sudah tidak satu kelas lagi dengan Sasya.

Steve pun terpaksa menghentikan langkanya dan menghampiri guru itu.

"Maaf," satu kata yang diucapkan Steve kepada guru itu dengan santai.

"Maaf maaf. Emang kamu kira ini lebaran?"

"Dimaafin gak ibu?"

"Nggak!"

"Yaudss saya keluar." Ucap Steve enteng lalu berbalik menuju pintu.

"Steve! Siapa yang suruh kamu pergi?"

Steve berhenti, menoleh dan menaikkan sebelah alisnya.

"Saya lagi baik sama kamu, jadi kamu boleh masuk. Tapi sebelum itu tolong kamu kasih berkas ini keruang kepala sekolah." guru itu memberi perintah.

"Mager aii!" Steve bergumam.

"Dengar tidak?"

"Mager tau, bu!" jawaban Steve membuat seisi kelas menahan tawanya. Berhubung guru itu kiler semua murid agak takut dibuatnya. Guru yang biasanya menahan emosi jika melihat senyum Steve tapi tidak dengan guru satu itu. Mungkin faktor U.

Guru bernama Yuli itu membelalakan matanya. Ia tidak pernah mendapat siswa sebadung Steve. Terkadang ia juga suka pusing akibat ulah Steve.

Lalu tidak sengaja mata Steve menatap kearah Sandi. Sandi seperti berkata udah, lakuin aja! Steve menghela nafas gusar. Lalu meraih berkas itu.

"Tapi nilai saya janji diatas KKM ya?"

Guru itu menggelengkan kepalanya. Sudah seringkali ia meminta bantuan pada murid lain yang mungkin lebih berat dari ini. Namun baru sekali ia meminta bantuan pada Steve tapi langsung pamrih. Lucunya.

Tanpa guru itu sempat menjawab Steve berkata, "saya tau ibu gak akan kecewain saya.." Steve mengedipkan sebelah matanya. Melempar tas nya yang kemudian langsung ditangkap oleh Refi. Lalu ia keluar seraya bersiul. Memalukan sekali. Tapi justru sikap nya malah disukai para kaum hawa disekolah.

BRUK!!

Steve diam. Tidak lama kemudian ia langsung mengulurkan tangan nya. Sesungguhhnya ia melakukan itu bukan karena hatinya, namun ia mengingat saat pertama kali ia bertemu dengan Sasya. Bahkan Steve sempat merutuki dirinya saat wanita itu mendengak. Dia bukan Sasya.
Tapi karena uluran nya sudah terlanjur, yasudahlah.

Wanita itu meraih tangan Steve lalu berdiri. Tangan Steve tak jua dilepaskannya, ia begitu menikmati pahatan tuhan yang sempurna itu. Berbeda dengan Sasya waktu itu yang justru memaki Steve tanpa sebab.

Dahi Steve berkerut. Ia meniup wajah gadis itu dan sontak gadis itu melepaskan pegangan nya terhadap tangan Steve.

Steve pergi tanpa memperdulikannya lagi.

"Eh, tunggu!" Gadis itu menahan tangan Steve. Steve memutarkan kedua bola matanya malas lalu menoleh.

"Gue anak baru." Ucap gadis itu sedikit melas. Steve bingung, ia menatap seakan berkata apa hubungannya? Gue gak nanya!

Seakan mengerti gadis itu langsung melepaskan tangan nya.

"Bisa anterin gue ke ruang kepala sekolah? Mau ngasih ini," memperlihatkan sebuah berkas.

Say You Love Me - SasteveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang