Hari yang tenang selama 2 hari tanpa ganguan apapun. Tidak ada suara teriakan, ocehan, dan celotehan. Tidak ada telepon dan pesan tidak berguna yang masuk di notifikasi handphonenya.
Seharusnya dia senang setelah segala keinginannya untuk mendapat waktu baginya sendiri telah tercapai. Namun kendati demikian, ia mendapati dirinya merasa suatu hal janggal di dalam hatinya. Rasa asing yang disebabkan oleh perubahan keadaan di sekitarnya dan hal itu sedikit menganggunya.
Ingatan atas pertengkaran mereka 3 hari lalu kembali berputar di pikirannya.
Hari telah menjelang malam ketika ia tiba di apartmentnya saat ia melihat sosok familiar yang berdiri di depan pintu apartmentnya. Sosok yang paling tidak diharapkannya untuk ditemuinya saat ini. Saat dimana ia sedang terluka akibat perkelahian yang dilakukannya sepulang dari sekolah.
"Yoongi, mengapa wajahmu babak belur seperti ini?" Wajah itu tampak cemas dan tangan kurus itu hendak meraih wajahnya sebelum ia mengambil langkah mundur untuk menghindar.
Yoongi hanya memandang datar wajah itu. Ia sedang lelah saat ini. Tubuhnya sakit setelah berkelahi dan hal terakhir yang diharapkannya adalah sebuah pertanyaan juga gangguan.
"Berkelahi. Minggir aku ingin masuk." Dengan malas ia menjawab dan ia segera menyingkirkan tubuh Jieun kesamping untuk membuka pintu dan langsung berjalan masuk kedalamnya tanpa melihat lagi kebelakangnya dimana Jieun ikut mengekor bersamanya dan menutup pintu di belakangnya.
"Yoongi, bukankah sudah kubilang untuk tidak berkelahi? Kau tahu aku tidak suka jika kau terlibat dalam hal buruk." Nada itu sedikit menaik seiring akan langkah cepat Jieun yang mengejar Yoongi menuju kamar pria itu.
Yoongi hanya bungkam. Ia terlalu lelah menanggapi ocehan Jieun dan ia muak mendengar segala nasehat yang selalu dilontarkan Jieun.
"Yoongi-"
"Diamlah!" Seru Yoongi keras. Ia berbalik dan menemukan wajah yang tampak terkejut juga takut. Mata bulat yang biasa selalu tampak ceria kini tampak berkaca-kaca.
Gadis itu tidak biasa mendapat bentakan. Yoongi tahu itu tapi dia sedang kalap sehingga ia tanpa sadar berteriak pada gadis tersebut. Dan karena itu suatu perasaan bersalah muncul di hatinya namun perasaan muak dan marah mendominasinya dan membuatnya kembali berteriak pada gadis yang ada di hadapannya.
"Aku lelah dan muak mendengar segala ocehan nasehat tidak bergunamu itu. Kau terus menggangguku dan melarangku ini itu. Aku memiliki privasi untukku sendiri dan kau tidak berhak untuk menasehatiku tentang itu karena kau bukan ibuku." Emosinya meluap bersamaan akan teriakan yang dilontarkannya. Nafasnya sedikit memburu oleh amarah dan matanya memandang tajam pada mata bulat yang kini telah basah oleh air mata.
"G-geurae, jika kau memang lelah dan muak karenaku, kupikir sebaiknya aku pergi dari hidupmu. Aku minta maaf sudah menganggumu dan membuatmu merasa tidak nyaman." Mata yang memancarkan sorot kecewa dan luka itu menghindarinya. Ada sebuah senyum tipis di kedua sudut bibirnya.
Sebanyak kebenciannya terhadap segala hal yang menganggunya, Yoongi lebih membenci melihat senyum tipis yang ada pada pemilik mata tersebut. Senyum itu terlihat palsu berlawanan akan sorot luka yang ada pada wajah itu. Ia ingin meminta maaf namun seperti biasanya, ego menahannya dan mengikat pita suaranya untuk menyuarakan kata maaf pada gadis yang ada di hadapannya.
"Mari kita akhiri hubungan kita sampai disini." Sebuah senyum lebar itu terbentuk dan mata yang basah itu menatapnya dengan ketegaran yang diketahuinya berusaha ditunjukan gadis di depannya.
Yoongi tidak melakukan apapun selain melihatnya. Segala seruan yang terlontar di pikirannya untuk menahan Jieun tidak diindahkannya melainkan perasaan sesak yang menyelubungi dadanya kala ia menatap punggung kecil itu yang telah keluar dari apartmentnya dan meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IU's Short Story
Random-Title say it all- Kumpulan short story bercast IU dengan cast cowok yang beragam *Note : sebagian cerita re-post dari wp pribadi*