***
Diandra berjalan dengan amat hati-hati. Lebih tepatnya sih Diandra sekarang tengah membuntuti Arnold. Ia ingin melihat apakah Arnold benar-benar akan meminta maaf pada Richard.
Arnold berjalan ke sisi bangunan sekolah yang cukup sepi. Mungkin ia tidak ingin ada orang lain yang melihat ia sedang meminta maaf pada Richard. Tidak jauh Diandra melihat Richard yang sudah berdiri di dekat lab Biologi. Pasti lagi nunggu Arnold.
Diandra langsung bersembunyi di balik bangunan yang lain, meskipun jaraknya jauh dan tidak memungkinkan Diandra mendengar apa yang Arnold dan Richard bicarakan setidaknya Diandra dapat melihat gerak-gerik Arnold yang akan meminta maaf.
"Kenapa lo minta ketemuan sama gue disini?" tanya Richard seraya tersenyum, balutan lukanya pun masih ada.
"Gue mau minta maaf soal kemaren," jawab Arnold datar.
"Minta maaf?" Richard menegaskan. Apa ia tidak salah dengar? Arnold kemudian mengangguk.
Richard tersenyum, "gue udah maafin lo kok,"
"Gak usah sok baik, gue juga ogah minta maaf kalo bukan karna Diandra." kata Arnold sedikit sarkastik lalu ia berbalik hendak meninggalkan Richard.
"Lo suka sama Diandra?" pertanyaan Richard berhasil membuat Arnold mengurungkan niatnya untuk pergi.
"Omong kosong," Lalu Arnold benar-benar berjalan menjauh.
Diandra yang melihat Arnold berjalan kembali menuju kelas langsung keluar dari persembunyiannya, ia berlari sekencang mungkin karna takut ketahuan ia sampai menabrak beberapa siswi di koridor. "Eh, maaf-maaf."
"Meskipun gue gak yakin, tapi gue bisa liat kalo lo itu suka sama Diandra," Richard kembali berbicara. Entah kenapa Arnold pun kembali menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Richard lagi.
"Bahkan sebelum lo mukulin gue kemaren, lo sempet bilang kalo lo gak suka gue deket sama Diandra," apa benar Arnold mengatakan hal itu?
"Kalo lo emang suka sama Diandra, gue rela lepasin dia buat lo," Richard tidak tahu apa keputusannya berbicara seperti ini benar atau salah.
Yang Richard pikirkan adalah Arnold memang lebih baik dari dirinya, Arnold bisa lebih melindungi Diandra dan masa depan Diandra pun akan cerah jika bersama Arnold.
Meskipun Richard tahu Diandra sangat kesal pada Arnold tapi dia yakin jika Arnold memang menyukai Diandra, Arnold tidak akan membuat Diandra kesal ataupun menderita.
"Tapi lo harus janji sama gue," Arnold masih mendengarkan. "Diandra itu perempuan, dia berhak dihargai, diperlakukan dengan baik dan diberikan perkataan yang sopan apalagi oleh seorang laki-laki," raut wajah Richard sudah terlihat menyesal tapi demi Diandra, ia rela menderita.
"Jadi gue mohon, kalo emang lo suka sama dia, lo jaga dia baik-baik dan jangan sekalipun lo sakitin dia." Richard menepuk bahu Arnold sebagai sesama laki-laki yang berjuang demi seorang wanita.
"Kalo hati lo tetep bilang lo gak suka sama Diandra, gue tetep di sini, ada buat Diandra. Dengan senang hati gue terima dia lagi. Meskipun gue gak tau Diandra suka atau engga sama gue, setidaknya gue percaya kalo semua perempuan itu pasti bahagia jika mereka dihargai dan dilindungi." Richard lalu menjaukan tangannya dari bahu Arnold, ia tersenyum kemudian berjalan meningalkan Arnold yang mematung di tempatnya.
***
Sekarang waktu nenunjukan pukul 11:45 namun seluruh murid SMA Galaxy sudah diperbolehkan pulang, mungkin karna hari ini memang tidak ada KBM.
"Ke tempat biasa yuk!," ajak Ecky kepada kedua temannya tapi sepertinya ia diabaikan begitu saja. Alino, sibuk dengan ponselnya. "Iya sayang bentar, ini aku lagi jalan keluar kelas," Alino langsung menyampirkan tasnya ke bahu kirinya lalu berjalan keluar kelas.
Sedangkan Devin, sibuk memasukan bukunya ke dalam tas. Katakan saja Devin ini murid yang rajinnya kelewat batas, karna UAS sudah selesai satu minggu yang lalupun dia tetap membaca buku.
"Nongkrong tempat biasa yuk," Alino masih saja bicara dengan seseorang di sebrang sana. "Sialan si Lino, biasanya gue yang ngacangin dia." lalu Ecky beralih pada Devin.
"Vin," panggil Ecky, Devin sudah menggendong tasnya saja.
"Gue duluan ya Ky, ada acara keluarga." Devin meninggalkan Ecky yang melongo karna diabaikan kedua temannya.
"Sialan." Ecky hanya mendengus kesal. "Handphone gue mati lagi," Ecky mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Kan kamvret gak bisa main game,"
Kathryn melirik Diandra yang sudah siap menggendong tasnya, "Pulang bareng ya Di, hari ini Kalvin ada acara sama temen-temen organisasinya jadi gue pulang sendiri." Diandra menoleh lalu mengangguk.
"Gak bisa, Diandra pulang bareng gue." Arnold sudah berdiri di samping Diandra.
Diandra yang mendengar ucapan tersebut langsung mendongak, "Ayo!" Arnold langsung membawa tangan Diandra ke dalam gandengannya dan menarik Diandra keluar.
"Gue duluan ya Kath, maaf" Diandra sedikit berteriak.
"Pelan-pelan bisa gak sih?" Diandra melepaskan tangannya dari gandengan Arnold. "Sorry,"
Mereka pun berjalan bersampingan, Arnold tidak mengajak Diandra menggunakan lift tapi ia lah yang mengikuti Diandra menggunakan tangga.
"Lo gak ada mau pergi kemana dulu gitu?" Arnold memberikan helm yang ada di dalam jok motornya. Diandra melihat helm yang Arnold berikan dengan bingung.
"Ambil," Arnold kembali menyodorkan helm itu lebih dekat pada Diandra. Lalu Diandra akhirnya menerima helm itu.
Dari jauh ternyata Richard memperhatikan mereka, ia hanya mampu tersenyum miris. Lagi-lagi pertanyaan yang muncul di benaknya adalah apa keputusan yang ia ambil benar?
"Kak Richard," seseorang terdengar memanggil namanya dan itu membuat Richard berbalik ke sumber suara. Riana tengah berlari kecil ke arahnya.
Richard tersenyum saat Riana sudah berada di depannya. Riana membalas senyuman Richard dengan susah payah, hatinya langsung menciut saat melihat senyuman Richard dari jarak sedekat ini. "Ada apa?" tanya Richard.
"A--ak-- aku mau balikin ini," jawab Riana sambil memberikan baju olahraga Richard yang tempo hari dipinjamkan padanya. Riana menunduk, tidak berani melihat wajah Richard.
Richard tersenyum lalu menepuk puncak kepala Riana lembut. "Kamu tuh lucu tau gak?" terdengar Richard tertawa renyah. "Ngapain kamu nunduk?" Richard mengambil baju olahraganya yang berada di tanggan Riana yang bergetar.
Riana menggeleng dengan kepala yang masih menunduk. Richard lalu menempelkan kedua tangannya di kedua sisi wajah Riana, "gak usah nunduk! Emangnya kamu lagi nyari uang koin di bawah situ." Richard kembali tersenyum saat wajah Riana sudah terangkat dan matanya sedang menatap Richard.
"Makasih ya, jangan nunduk terus!" Richard melepaskan kedua tangannya.
Riana mengangguk lalu menunduk lagi, "jangan nunduk Riana Ghaitsya!" Suaranya sedikit mengintrupsi. Riana pun langsung mengangkat kepalanya pelan.
Kak Richard tau nama panjang gue?
Gue gak suka liat cewek nunduk. Cewek itu harus percaya diri.
***
Diandra turun dari motor Arnold kemudian memberikan helm yang ia pakai kepada Arnold. "Makasih," ucapnya.
Arnold mengangguk seraya menerima helm yang Diandra berikan. "Mau mampir?" tanya Diandra.
"Gak usah," Arnold menjawab disertai senyuman. Senyuman Arnold. Diandra suka. Setidaknya itu lebih baik untuk dilihat dari pada ekspresi datar yang selalu Arnold tampilkan di wajahnya.
"Besok gue jemput lo jam sembilan," Arnold kemudian menyalakan mesin motornya.
Diandra mengangguk. "Gue balik ya," pamit Arnold.
"Hati-hati,"
***
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Bullying [END]
Teen FictionWARNING: Cerita ini belum direvisi jadi maafkan kalo banyak typo ataupun tanda baca yang kurang/salah. Itu pasti mengganggu 'kan ya? Tapi semoga dibawa enjoy bacanya. hehe. ••• Menurut Diandra, apapun yang Arnold inginkan adalah sebuah keharusan yan...