[Empat Puluh Empat] //: Berakhir?

2.4K 137 3
                                    

Ga mungkin suruh kalian baca ulang ini cerita karena saking lamanya aku apdet, monmaap ya tapi semoga ini dapet feelnya.

***

Suara jam dinding terus mengusik pendengaran Arnold, mengapa ia tidak juga terlelap?

Dengan berat hati ia membuka mata kemudian meraih gelas berisi air mineral di samping tempat tidurnya untuk ia teguk.

Ternyata sekarang pukul 02.00, padahal Arnold sudah berbaring di atas kasur sejak pukul 10.00. Arnold menghembuskan napas lalu mengangkat tangannya untuk meraih ponsel di atas nakas.

Beberapa detik ia meraba tapi benda pipih itu tak juga kunjung ia temukan. "Hp gue kemana ya? Perasaan disini tadi." ucapnya seraya mencari ponselnya disekitaran ranjang.

"Nggak mungkin papa kan?" Arnold memejamkan matanya frustasi, ia sudah tidak memiliki semangat untuk sedikit pun membalas perlakuan ayahnya.

Kembali naik ke atas ranjang menjadi pilihan satu-satunya untuk Arnold, meski sulit ia berusaha sebisa mungkin untuk terlelap. Setidaknya, dengan tertidur Arnold akan sedikit melupakan kekesalannya terhadap sang ayah.

Hanya terasa seperti terlelap dua detik bagi Arnold yang sekarang sudah mengerjapkan mata karena sinar matahari menimpa wajahnya tanpa permisi.

Ini hari Senin, hari yang dibenci oleh sebagian besar anak sekolah. Tidak terkecuali Arnold, meskipun terlambat mengikuti upacara bukanlah masalah besar untuknya tapi hal yang membuat ia harus memaksakan bangun detik ini juga adalah Diandra.

Gadis yang tadi malam mampir di mimpinya, Arnold tidak ingat persis seperti apa mimpinya semalam, tapi yang jelas saat mimpi itu datang dan ada Diandra di dalamnya Arnold merasa senang. Beban yang ia bawa saat hendak tertidur sepeti hilang begitu saja.

Arnold keluar dari kamar mandi dengan air yang masih bercucuran dari sela rambutnya yang kecoklatan dan dilehernya menggantung handuk kecil berwarna hitam. Ia kemudian memakai seragam yang sudah disiapkan lengkap dengan sarapan pagi di atas meja.

Lalu pandangan Arnold tertuju pada benda pipih yang terletak di samping piring berisi roti bakarnya. "Ternyata gue naro lo disini." ucapnya lalu memasukan ponsel itu ke dalam saku celananya.

Ia mengambil satu dari tiga roti bakar yang kemudian ia masukan ke dalam mulut dalam satu kali gigitan. Arnold kemudian menyambar tas ransel yang langsung disampirkan pada bahu kirinya seraya membuka pintu dan berjalan menuruni tangga.

Sampai di lantai satu, ruangan yang pertama kali dilihat adalah meja makan, sangat besar, bahkan cukup untuk menampung satu keluarga besar. Tapi yang ada di depan Arnold saat ini tidak pantas untuk disebut ruang makan karena ruangan itu hanya berisi meja dan kursi yang luas tanpa pernah ditempati.

Arnold menarik bibirnya prihatin, sedikit menyedihkan bagi seorang anak tunggal dalam keluarga yang menjadi idaman banyak orang.

Meski sudah berusaha untuk tidak terlambat tapi tetap saja saat Arnold tiba di Galaxy, lapangan upacara sudah penuh diisi oleh siswa-siswi yang dengan rapi berbaris untuk mengikuti upacara bendera.

"Diandra mana?" tanya Arnold setelah susah payah menerobos barisan untuk menghampiri Kathryn, karena ia pikir Diandra pasti berbaris dekat dengan Kathryn.

"Nggak tau, Diandra kayaknya agak telat jadi nggak bareng gue." jawabnya.

"Udah coba diLine?" tanya Arnold lagi.

Kathryn sedikit malas untuk menjawab pertanyaan Arnold ditambah lagi upacara sudah dimulai, alhasil ia hanya menggeleng.

"Coba lo Line dong, Line gue nggak dibales." kata Arnold lagi.

Behind Bullying [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang