[Tiga Puluh Satu] //: Sisi Lain

2.7K 155 2
                                    

***

"Bu, besok Diandra mau pergi gak papa kan?" tanya Diandra di sela-sela makan malamnya dengan Diana.

"Pergi kemana? Sama siapa?" tanya Diana kembali sambil melihat ke arah Diandra.

"Gak tau."

"Lho. Mau pergi kok gak tau mau kemana." Diana menatap Diandra heran. "Emangnya mau pergi sama siapa? Richard?"

Diandra menggelengkan kepalanya. "Bukan, Diandra diajak Arnold. Gak tau kemananya."

Diana yang sudah sedikit familiar dengan nama Arnold langsung mengizinkan. "Asal kamu hati-hati aja."

Diandra mengangguk mengerti, "Ibu besok lembur lagi?" Diana terlihat berpikir setelah mendengar pertanyaan Diandra barusan.

"Kayaknya iya." Diana kembali berpikir, kali ini ia lebih terlihat sedang menimbang-nimbang sesuatu. "Kok Ibu lembur terus sih?"

"Diandra, sebenarnya Ibu sedang mendapat promosi di butik. Ibu di promosikan untuk menjadi designer utama untuk butik itu." Diandra yang akan memasukan makanan ke dalam mulut langsung mengurungkan niatnya. "Makannya akhir-akhir ini Ibu selalu lembur karena Ibu sedang diuji." lanjut Diana.

Diandra langsung berjingkrak kegirangan lalu ia memeluk ibunya dengan erat. "Kenapa Ibu baru bilang?"

Diana sedikit kewalahan akibat peluakan putrinya yang terlalu erat. "Ibu kan baru di promosikan, jadi Ibu belum tentu menjadi designer utama di butik tempat Ibu bekerja itu." Jawab Diana tidak percaya diri. Menurutnya, menjadi asisten designer saja sudah luar biasa.

"Tapi nggak menutup kemungkinan kalo Ibu bakalan jadi designer utama." Ucap Diandra semangat, ia lalu meletakan kedua tangannya di bahu Diana. Ia tahu bahwa ibunya adalah sosok yang pesimis, jadi ia harus meyakinkan ibunya.

"Ibu pasti bisa, semua desain baju yang Ibu buat itu luar biasa jadi jangan pernah berpikir kalo Ibu gak bisa. Meskipun akhirnya Ibu nggak berhasil dapetin posisi itu mungkin hanya waktunya saja yang belum tepat." Diandra tersenyum lebar kemudian memeluk ibunya lagi. "Ibu harus tetap percaya bahwa hasil desain yang Ibu buat itu adalah karya yang luar biasa."

Diana membalas pelukan putrinya dengan tidak kalah erat. Disaat tertentu Diana menjadi penasihat Diandra yang terkadang berbuat kesalahan, dan disaat tertentu pula Diandra menjadi penasihat Diana untuk membuang segala sifat pesimis yang ia punya. Mereka akan selalu saling melengkapi sekalipun dengan kekurangan yang mereka punya. Diana akan selalu ada untuk Diandra dan begitu pun sebaliknya.

←→

Diandra sudah mengenakan bawahan jeans dan atasan kaos dengan luaran kemeja yang ia lipat hingga siku, beginilah gaya Diandra. Tidak peduli jika ia salah kostum, lagipula Arnold memang tidak memberitahu ia akan mengajak Diandra kemana.


Diandra sudah menunggu di depan rumah sesuai perintah Arnold, ia kembali melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. 10:25.

Semoga Arnold gak bikin gue nunggu berjam-jam lagi.

Menit demi menit kembali berlalu dan Arnold belum juga tiba, arlojinya kini menunjukan pukul 10:34. Lalu sebuah motor berhenti tepat di depan Diandra, "Jalanan macet, wajar lama." Diandra yang tertunduk sambil terus melihat jam tangan yang terpasang si lengannya langsung mendongak.

Arnold.

"Cepet naik!," titahnya tanpa basa-basi. Diandra langsung saja naik ke atas motor Arnold.

Sial. Tampilan begitu juga tetep cantik.

Tidak mau terlalu larut oleh pesona Diandra, Arnold langsung saja melajukan motornya. Diandra langsung berpegangan karena Arnold mengebut hingga tidak terasa mereka sudah sampai di tempat tujuan.

Behind Bullying [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang