[Empat Puluh Sembilan] //: Kesempatan

2.2K 130 18
                                    

Kondisi kantin memang selalu ramai ketika jam istirahat tiba, begitu pun kantin SMA Galaxy. Meskipun tempatnya dapat dikatakan luas, ralat tapi sangat luas, ketika istrirahat, kantin SMA Galaxy tetap saja dipadati oleh siswa siswi yang ingin menghilangkan lapar dan dahaganya setelah belajar empat jam pelajaran.

"Nggak ngerti lagi deh gue, kenapa sih soal ulangan mtk tuh selalu susah?!" gerutu Alice lalu meneguk minuman ditangannya.

"Elonya aja kali yang nggak belajar." jawab Diandra.

"Ih Di, gue tuh belajar gak belajar tetep aja giliran ulangan matematika pasti selalu kesusahan." lanjut Alice.

"Susah ngejawabnya apa susah nyari sontekannya?" tanya Diandra seraya tersenyum kecil.

"Dua-duanya." jawab Alice lalu mengaduk batagornya. "Lo tau sendiri bu Elisa kalo ngawas ulangan kayak gimana, gerak dikit abis."

Diandra tertawa renyah mendengar cerita temannya itu, lalu dengan spontan matanya berpindah ke lain arah dan berhenti ketika pupil matanya menangkap sosok lelaki yang sedang menyantap makanannya tanpa selera.

Penampilan Arnold akhir-akhir ini selalu terlihat berantakan, rambut yang biasanya selalu terlihat lembut dan sehat kini menjadi kusam. Seragam yang biasanya rapi menjadi urakan. Wajahnya yang selalu memancarkan aura kini hanya diselimuti kabut hitam. Kantung matanya sayu, jelas sekali jika Arnold kurang tidur.

Itulah keadaan Arnold yang tergambar dipikiran Diandra sekarang.

Kesadaran Diandra kembali ditarik ketika Alice menepuk ringan bahunya. "Di, lo liatin apa si?" tanya Alice seraya memalingkan wajahnya ke arah pandangan Diandra.

Tidak ada siapa-siapa disana, hanya ada meja kantin kosong yang biasa menjadi tempat Arnold ketika di kantin.

"Lo bener-bener udah nggak berurusan lagi sama dia?" tanya Alice yang terpancing rasa penasarannya.

Diandra tidak ingin membahas itu, "gue ke kelas duluan ya Lice." katanya seraya bangkit dari duduknya.

Saat di perjalanan menuju kelas Diandra bertemu dengan Kathryn yang baru kembali dari ruang OSIS. "Di, tugas kimia udah ngerjain?" tanyanya ketika sudah sejajar dengan Diandra.

"Tugas?" Diandra kembali bertanya seraya mengingat.

"Hm, gue udah coba ngerjain dari semalem tapi tetep gak bisa. Nyontek ya." katanya sambil tersenyum memohon.

Diandra hanya mengangguk ragu, ia juga tidak yakin apakah sudah mengerjakan tugas itu atau belum.

"Uca." panggil Diandra ketika sampai di bangkunya.

Uca menoleh, "apa?"

"Waktu itu lo minjem buku kimia gue, udah dibalikin belum?" tanya Diandra.

Uca terdiam sebentar, mencoba mengingat. "Belum." jawabnya.

"Sekarang dibawa?"

Uca menggeleng.

"Ih, terus gimana dong gue belum ngerjain tugas?!"

"Tar malem gue anterin ke rumah lo, deh." kata Uca. Diandra mengangguk terima lalu merasa aneh karena ekspresi Uca. Ia seperti ragu untuk mengatakan sesuatu. "Kenapa?"

"Sebenernya buku lo dibawa Arnold." kata Uca lalu tersenyum tanpa dosa.

"Jadi sebenarnya waktu itu gue niat mau bawa pulang buku lo buat nyalin catetannya, tapi Arnold tiba-tiba nyuruh gue selesaiin di sekolah. Terus pas udah beres bukunya dia masukin tas." Jelas Uca sebelum diminta.

"Setau gue Arnold nggak pernah nyatet, terus pas dia bilang mau minjem buku lo gue sempet kepikiran buat nanya tapi gue takut." lanjutnya.

"Terus gue kelupaan mau ngasih tau lo, lagian waktu itu gue masih ngira hubungan kalian baik-baik aja jadi Arnold mungkin bakalan bilang sendiri ke elo." jelasnya lagi.

Behind Bullying [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang