[Lima puluh Satu] //: Kembali.

4.7K 183 4
                                    

***

Arnold memijat pelipisnya karena merasa pening. Ia menggeser posisi menjadi setengah berbaring dengan menambahkan bantal sebagai sandaran.

Matanya melihat sekeliling kamar, sangat rapi. Berbeda sekali dengan kondisi kamar yang sebelumnya.

"Siapa yang beresin kamar?" tanyanya bermonolog. "Nggak mungkin bibi beresin kamar kalo gak ada izin dari gue."

Tidak ingin mengambil pusing akan hal itu, Arnold memilih menyambar gelas berisi air minum di atas nakas untuk kemudian ia tegak.

Arnold melirik jam dinding di kamarnya, waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 pantas saja rasanya seperti mati suri karena ia tertidur dari kemarin dan hanya beberapa kali terbangun sebentar lalu tidur lagi. Pandangan Arnold kemudian beralih pada gelas yang berada dalam genggamannya, seketika ia teringat mimpinya tadi sore.

Arnold termenung, mengingat bagaimana hubungannya dengan Diandra sekarang. Jika ayahnya tidak ikut campur, mungkin sampai sekarang ia masih bersama dengan Diandra.

Arnold terbiasa mendapat ketukan ketika ada seseorang yang akan memasuki kamarnya namun suara pintu yang langsung terbuka tanpa ada ketukan membuat Arnold menoleh, sosok yang muncul dari balik pintu itu sukses membuat Arnold menahan napasnya.

Dia, Diandra.

"Kebetulan banget kamu bangun, aku bawain bubur. Kamu belum makan kan dari pagi? Makan ya, aku suapin. Abis itu minum obat." katanya sambil berjalan mendekati ranjang. Suaranya begitu terdengar nyaring di telinga Arnold.

Lalu setelah meletakkan nampan berisi bubur dan obat, Diandra mendaratkan tangannya di dahi Arnold. "Masih panas." katanya seraya mengambil tempat di sisi ranjang Arnold.

"Sekarang makan ya, mumpung masih anget." katanya lagi sambil mengambil mangkok berisi bubur yang baru saja ia letakan di atas nakas. Ia memberi tiupan pada bubur itu beberapa kali setelah dirasa tidak panas lagi ia menyodorkannya pada Arnold.

Arnold kehilangan kata-katanya, kemudian yang ia lakukan adalah membuka mulutnya dan menerima setiap suapan yang Diandra berikan.

Satu mangkok bubur Arnold habiskan tanpa mengeluarkan satu katapun, matanya tidak berani berpaling sedikitpun dari gadis di hadapannya ini.

Menunggu sekitar beberapa menit, Diandra kemudian memberinya obat yang langsung diminum oleh Arnold.

"Aku naro ini dulu, kamu istirahat lagi ya." ucap Diandra seraya tersenyum.

Diandra sudah akan bangkit namun tangannya ditahan.

"Aku masih mimpi ya?" tanya Arnold sambil terus memerhatikan Diandra, ia hanya tidak yakin, apakah ini masih bagian dari mimpinya?

Diandra menggeleng.

"Kamu ... beneran Diandra?" tanyanya lagi.

Diandra mengangguk.

"Yang tadi ... "

"Itu juga bukan mimpi." kata Diandra memotong ucapan Arnold.

Lalu Diandra ditarik mendekat sehingga tubuhnya otomatis terhuyung ke arah Arnold. Arnold membawa Diandra ke dalam pelukannya, mengusap belakang kepalanya lalu membenamkan wajahnya pada tekuk Diandra.

"Aku pernah minta buat dikasih mimpi yang panjang, dan kayaknya mimpi itu lagi dateng sekarang." kata Arnold dengan tangan yang masih melingkar pada pinggang Diandra.

Diandra menarik napas. "Ini bukan mimpi."

Arnold menggelengkan kepalanya, menolak percaya. "Biarin gini sebentar." Katanya dan diangguki oleh Diandra.

Behind Bullying [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang