[Tiga Puluh] //: Selalu Memiliki Alasan

2.7K 147 0
                                    

***

Diandra dan Arnold masih berada di dalam kelas sekalipun bel pulang sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Diandra sudah memegang buku paket sejarah yang siap ia rangkum. "Cepet!,"Arnold sudah siap mencatat apa yang Diandra ucapkan.

Jadi, syaratnya adalah Diandra membantu Arnold untuk merangkum sejarah dan setelah selesai Arnold akan mengambilkan buku-buku Diandra lagi.

Diandra mulai membaca poin-poin penting dalam buku sejarah dan Arnold langsung mencatatnya. Kurang lebih sudah 25 menit mereka lalui. "Lo ngerangkum apa gimana sih? Singkat-singkat banget." protes Arnold.

"Namanya juga ngerangkum kalo lo mau yang panjang lo salin aja semua isi buku ini." jawab Diandra ketus.

"Yang ini lo lewat juga?" tanya Arnold sambil menunjuk bagian di buku yang menurutnya terlewat. "Ini itu gak ditulis pun semua orang udah tau." jawab Diandra sambil melirik Arnold, ternyata jarak wajah laki-laki itu berada tidak lebih dari lima senti dengan wajah Diandra.

Arnold mengiyakan dengan terpaksa dan kembali mencatat apa yang Diandra diktekan.

"Selesai." Arnold mengakhiri tulisannya dengan tanda titik, lalu ia menutup bukunya kemudian mengambil buku paket yang berada di tangan Diandra dan memasukannya ke kolong meja.

"Lo anter gue nyimpen buku catetan ini ke meja pak Dylan dulu abis itu baru gue ambilin buku-buku lo." kata Arnold seraya berdiri. Diandra hanya mengangguk. Terserah, yang penting buku gue kembali. Lalu ia berdiri dan mengikuti Arnold yang mulai berjalan keluar kelas.

←→

"Pelajaran minggu ini sampai di sini saja, silahkan jika ada yang ingin pergi ke kantin atau bermain lagi." Pak Tata memberikan intruksi lalu pergi meninggalkan lapangan.

Sebagian siswi langsung bergerombol pergi ke kantin dan kebanyakan siswa memilih bermain Volly lagi.

"Gue ke kantin ya." ucap Kathryn dengan Amel yang sudah berada di sampingnya. Diandra mengangguk, berbeda dengan Kathryn, Diandra memilih berteduh di bawah pohon yang berada di pinggir lapangan, kebetulan ia membawa minuman sendiri jadi Diandra tidak perlu pergi ke kantin untuk membeli minuman.

Ia meraih botol minumnya yang berada tidak jauh dari tempatnya duduk sekarang, setelah berhasil diraih Diandra langsung membuka tutup botol dan ...

Belum sempat satu tegukan botol minumnya sudah direbut seseorang. "Gue haus banget." Arnold langsung meneguk habis minuman Diandra tanpa peduli pada pemiliknya yang juga sedang kehausan. Diandra hanya melongo saat Arnold meminum minumannya hingga tak bersisa.

"Nih!" Arnold mengembalikan botol minum Diandra yang sudah kosong kemudian berlari ke tengah lapangan lagi. Diandra menerima botol minumnya dengan tak percaya, Arnold sudah berada di tengah lapangan lagi dengan bola Volly di tangannya dan siap bermain karna tenaganya sudah kembali. Ia bahkan tidak sempat mengucapkan terima kasih.

Sabar Diandra, di kantin masih banyak minuman.

Diandra lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kantin. Sangat sulit untuk menyembunyikan rasa kesal sebesar ini dari Arnold.

Diandra berjalan menyusuri koridor untuk menuju kantin dan langkahnya melambat saat melihat Richard. "Richard!," panggil Diandra namun tidak ada jawaban, Richard justru terus berjalan kemudian berbelok ke arah perpustakaan, ia memang membawa tumpukan buku paket di tangannya.

"Apa Richard gak denger ya?" gumam Diandra dengan terus melangkahkan kakinya.

Sorry ya Di, kayaknya gue bener-bener harus jauhin lo.

Richard memang berbelok ke arah perpustakaan kemudian langkahnya melambat kala melihat gerombolan siswa siswi yang baru keluar dari perpustakaan. Sepertinya kelas itu memang baru selesai pelajaran bahasa Indonesia, terbukti dari bu Lily yang sedang berjalan keluar mendahului siswa siswi tersebut.

"Bu." sapa Richard saat berpapasan dengan bu Lily.

"Richard, sendirian?" Tanya bu Lily. Richard kemudian mengangguk. Bu Lily menengok ke arah belakang dan mendapati Riana dengan salah satu temannya yang sedang berjalan ke arahnya, Richard mengikuti pandangan bu Lily dan akhirnya pandangan Richard bertemu dengan mata hazel milik Riana.

"Kamu bisa bantu dia?" Tanya bu Lily saat Riana berada tepat di sampingnya. Riana langsung menangguk kikuk.

"Eh, gak papa Bu, saya bisa sendiri." sambar Richard.

"Gak papa biar aku bantu." Riana langsung mengambil sebagian buku yang Richard bawa.

"Yasudah Ibu duluan." bu Lily langsung melenggang pergi.

"Apa gue harus bantu juga?" tanya teman Riana. "Gak usah lo duluan aja." Riana tersenyum lalu temannya itu pergi meninggalkan Riana dan Richard yang masih saja berdiri dengan tumpukan buku di tangan mereka masing-masing.

"Ayo!, pasti berat." Richard tersenyum sebelum melangkah terlebih dulu. Riana langsung mengekor. Koridor perpus sudah sepi dan artinya Riana hanya berjalan berdua dengan Richard di koridor ini. Kalian pasti tahu, keringat dinginnya langsung bercucuran.

Richard perlahan menyamakan langkahnya dengan Riana. "Besok jadwal gue kosong, lo jadi traktir gue kan?"

Riana langsung menoleh ke arah Richard, apa yang barusan berbicara adalah Richard?

***

"Besok lo kosongin acara lo!," Diandra langsung menengok ke arah Arnold yang kini berjalan sejajar dengannya. Biasanya kan selalu berjalan di depan dan memakai lift untuk naik ke kelas, tapi kali ini Arnold mengikuti jalur Diandra.

"Lo denger kan?" tanya Arnold seraya melirik Diandra. Gadis itu malah terlihat bingung.

"Iya gue denger." jawabnya singkat.

"Jam 10 gue jemput. Jangan sampe masih tidur!" Arnold kemudian mengembalikan pandangannya ke depan.

Diandra hanya mengiyakan saja, lagipula besok dia memang sedang tidak ada acara apa-apa. Tapi maksud Arnold bicara seperti itu apa? Apa Arnold akan mengajaknya ke suatu tempat? Entahlah.

Akhirnya Diandra dan Arnold tiba di kelas, suasana kelas cukup sepi meskipun sudah banyak yang datang hal itu karena penghuninya sedang sibuk mengerjakan PR seni budaya yang di berikan bu Kinar sebelum UAS kemarin.

"Eh, no 3 dong!,"

"Anjir tulisan lo kayak aksara jawa sumpah."

"Woy penggaris gue siapa yang gacul?"

"Eh bareng-bareng kali nyonteknya."

Diandra langsung duduk di bangkunya setelah meletakan tas Arnold di meja pemiliknya, ternyata Kathryn pun sedang mengerjakan PR seni budayanya. "Lo udah?" tanya Kathryn tanpa melihat Diandra, Diandra yang merasa ditanya langsung mengangguk.

Kathryn menghentikan aktivitasnya sejenak kemudian menoleh ke arah Diandra. "Liat dong!," ia menyengir untuk menutupi rasa malu saat mengucapkan hal itu, masa anggota osis mengerjakan PR di sekolah.

Diandra mengambil buku tugas seni budayanya di dalam tas lalu memberikannya pada Kathryn. "Anggota osis juga manusia ya Di." kata Kathryn sambil menerima buku Diandra.

"Ya, terserah apa kata lo deh."

Arnold melirik Diandra yang sedang memainkan ponselnya, ternyata bukan hanya dirinya saja yang sudah mengerjakan PR seni budaya itu tapi Diandra juga. Arnold kesal karna akan ada murid yang menggeser posisinya, tapi hal itu tidak akan ia permasalahkan lagi karna Diandra lah orang tersebut.

***

Diandra 'Arnold mau ngajak gue kemana ya?'

Arnold 'temenin gue ya Di!'

Richard 'jadi ditraktir Riana.'

Riana 'traktir kak Richard dimana ya?'

To be continued??

Give your Vomment kawan 👍😘

Behind Bullying [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang