17. 30 Hari Lagi?!

112 5 6
                                    

"apa?" Maudina kaget atas keputusan Utam. Bagaimana bisa ia mengatakan kalau dirinya harus menyetujui pertunangan Itu. Apa ia sudah gila? Bukannya berusaha menghentikan, Kenapa Utam malah menyuruhnya untuk menyetujuinya? Apa yang sebenarnya ia rencanakan?

"kita harus mengikuti permainannya." ucap Utam yang membuat Maudina semakin tidak mengerti dengan jalan pikirannya. Menyetujui? Permainan? Apa maksudnya?

"permainan? permainan apa Utam? Ini benar, perjodohan ini serius, bukan main-main. Bagaimana bisa kamu menyebutnya permainan?" protesnya. Maudina sudah pusing dengan perkataan Utam yang gak bisa ia serap sama sekali ke dalam otaknya. Terlalu rumit. Ya, Utam membuatnya benar-benar pusing.

"kamu ikuti Permainan ini, kamu harus tunangan sama Karis. Kamu setujui pertunangannya, ya?" kata Utam meyakinkan Maudina agar mau menurutinya. Bagaimana pun juga ini demi kebaikan kita semuanya.

"Utam, kamu ini kenapa? Aku gak ngerti sama sekali sama kamu, rencana apa yang akan Kamu lakukan?"

"kamu percaya sama aku kan? Kamu percaya kalau aku bisa melakukan semuanya, kan?" ucap Utam meyakinkan Maudina lagi agar ia mau menuruti dan melakukan semua rencananya. 

"tapikan--" Maudina ingin mengelak tapi Utam tetap berusaha meyakinkannya lagi, kalau rencananya ini akan berhasil.

"percaya sama aku. Aku udah konsep semuanya dari awal, dan aku juga yakin rencana ini akan berhasil." katanya, sambil menatap Maudina lekat. Meyakinkannya kalau dirinya yakin bisa melakukan semuanya, dan ia tak perlu khawatir.

"tapi, gimana kalau gagal?" tanya Maudina yang sebenarnya sedikit khawatir dengan rencana yang akan Utam rencanakan ini. Meskipun ia belum tahu, rencana apa yang akan ia lakukan sekarang. Gimana kalau nanti rencananya tak berjalan sesuai yang diharapkan? Apa yang akan terjadi? Apa semua akan baik-baik saja? Gimana kalau terjadi sesuatu?

"semua akan baik-baik saja. Aku juga udah merundingkannya sama Gisa, dan dia setuju." kata Utam.

"tapi, aku tetep aja khawatir."

"denger ya, aku sama Gisa udah nyusun rencana ini sebaik mungkin. Dan aku akan kasih tau rencana selanjutnya nanti." kata Utam dengan sangat yakin, namun menambah kekhawatiran pada Maudina. perasaannya gak enak, ia takut terjadi apa-apa. Tapi, ia juga terpaksa harus menjalaninya, mungkin ini emang sudah jalan yang terbaik.

***

Malam ini, keluarga Karis dan Maudina mengadakan pertemuan lagi bermaksud ingin menentukan tanggal pertunangannya. Para orangtua benar-benar membuatnya jengkel. Tak bisakah mereka membiarkannya untuk berpendapat dan mengatakan semua perasaan mereka? Hubungan apa yang akan mereka jalin tanpa adanya rasa saling mencintai?

Bukankah cinta berjalan seiring waktu?

Oke, Cinta memang berjalan seiring waktu. Tapi, jika keduanya memiliki perasaan cinta terhadap pasangan mereka, apakah mereka akan benar-benar melupakannya begitu saja? Apa begitu mudahkah mereka saling melupakan hanya karena masalah ini?

Direstoran yang sama. Dua keluarga yang baru-baru ini mengadakan acara perjodohan dengan maksud mempererat hubungan kekeluargaan, serta menyatukan dua perusahaan maju dan berkembang tengah mendiskusikan, hari baik apa yang tepat untuk mereka mengadakan pesta pertunangan itu. Sampai mereka memutuskan hari baik itu, ada di...

30 hari dari sekarang!

"APA?!" kata Karis dan Maudina serentak. 30 hari?! Apa Secepat itu? Kenapa harus Secepat itu? Utam ataupun Gisa saja belum ngasih tahu mereka rencana apa yang akan mereka jalankan nanti. Jika secepat ini, apa akan sesuai rencananya itu?!

"ma, 30 hari? Mama gak salahkan?!" Protes Maudina yang gak terima dengan pendapat orangtuanya ini. Bagaimana bisa dia dengan mudahnya memutuskan, tapi ia gak meminta pendapat dirinya terlebih dahulu.

"nggak dong, lebih cepat itu lebih baik." jawab Ira, siapa lagi kalau bukan mamanya Karis. Wanita ini benar-benar membuatnya jengkel. Dia bertanya pada mamanya, bukan dirinya.

"maaf tante, tapi aku tanya sama mama aku, bukan tante."

"hah?!" ekspresi Ira berubah. Ia benar-benar heran, Kenapa gadis ini begitu keras kepala dan berani melawannya. Anaknya sendiri saja tak pernah melakukan itu.

"Dina, kamu harus sopan bicara sama orang tua. Mama gak pernah ngajarin kamu buat ngelawan orangtua." kata Deti, mamanya Maudina.

"maaf ma, tapi tante Ira itu... Dia..."

"gak papa kok. Mamanya juga anak-anak, aku maklumin kok." kata Ira.

"ayo minta maaf sama tante Ira." suruh mamanya. Dengan berat hati, ia harus melakukannya. Ia emang harus pura-pura menurut didepannya.

"iya, ma. Maaf ya tante, kalau perkataan Dina nyakitin tante." katanya.

"iya, gak papa kok." jawab Ira, sambil mengusap puncak kepalanya dengan lembut.

"oh iya, Karis, Maudina, kalian yang urus cin-cin tunangannya ya?! Sekalian dicoba kan, kalau kita yang beli kan, takutnya nanti gak cukup." kata Fadlan, papanya Karis.

"buat gaunnya nanti, sekalian kalian juga yang beli ya. Mama akan ngurusin undangannya sama persiapannya, nanti."

"iya, ma." jawab Karis dan Maudina lesu.
















"gimana ini? Gak ada harapan lagi." - Maudina.

"yes! Sekalian ajak Gisa ngedate ah." - Karis.

***

Tbc

Vote, comment... 😍

Pengorbanan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang