Pasangan yang sejati adalah mereka yang saling menjaga kepercayaan. Jika percaya tak bisa ia terapkan, bagaimana ia akan membangun sebuah hubungan?
Lagi dan lagi, hubungan mereka terus di uji. Apa maksud dengan semuanya? Berapa lama lagi hati ini terus diuji, tak puaskah? Ketika rasa bahagia menghampiri, justru badai menerpa dengan membabi buta. Tuhan, kapan semua ini berakhir?
Sampai kau benar-benar terbiasa dengan ujianku...
Dina masih menatap layar ponselnya yang menampilkan nama Nathan, dia masih menimbang-nimbang, apakah harus menjawabnya sekarang atau ia berbicara terlebih dahulu pada Utam.
'kenapa harus sekarang?'
Dina menatap Utam, seolah ia meminta persetujuannya. Apakah diabaikan atau justru menjawab?
"jawab!" katanya dengan nada memerintah. Ia kaget, seharusnya ini tidak terjadi. Momen dimana ia dan Utam harusnya tak ada gangguan seperti ini.
"tapi--"
"jawab aja."
Dina menghela nafas, lelah sebelum ia menggeser tombol warna hijau. Ia masih menatap Utam bahkan sampai kata itu keluar dari mulutnya.
"halo."
"ha--" Dina sempat mendengar suara Nathan yang membalas ucapannya, namun suara itu terpotong kala Utam merebut paksa ponselnya.
"ada apa?" suara dingin miliknya membuat Dina agak merinding. Bukan karena ia merasakan keberadaan hantu, namun aura kemarahan yang ada dalam diri Utam membuat ia ketakutan. Ia tahu, sikap Utam yang menjadi protektif seperti ini juga karena mungkin saja Utam yang notabennya cowok merasakan apa yang Nathan rasakan pada kekasihnya itu. Tentu saja itu membuat Utam jadi khawatir dan takut, ia tak tahu kapan tukang tikung beraksi.
"wah... Suaranya sudah berubah?" nadanya terdengar santai, ia hanya memutar bola matanya, jengah. Untuk apa Nathan sampai harus menelpon Dina?
"to the point, lo mau apa?"
"santai dong, terburu-buru sekali. Tenang, gue cuma tes doang. Semalaman nomor ini gak aktif, kirain udah ganti nomor." alibi yang tak sempurna. Apakah tidak ada alasan lain yang lebih meyakinkan bahwa dirinya menelpon karena ada hal penting yang harus dibicarakan. Dan saat itu ia sadar, Nathan memang ada sesuatu pada kekasihnya.
"masa?" entah apa yang dibicarakan Utam, namun responnya sukses membuat Dina melongo tak percaya. Seorang Utam Lesmana bisa seperti itu?
"iya, serius. Kayakny--"
"bodo!"
Jujur saja, Dina kepo sekali dengan apa yang sedang mereka bicarakan. Tapi, jika ia bertanya maka masalahnya akan semakin rumit lagi. Mengingat Utam yang kini sangat protektif padanya, membuatnya tak bisa berkata apa-apa lagi.
"oh iya, lo bisa hapus nomor ini. Gue rasa abis ini, nomornya udah gak aktif lagi. Gak ada yang diomongin lagi kan? Ya udah."
Utam memutus sambungan sepihak dan langsung membongkar isi ponselnya, membuka sim card dan langsung memotong kartu tersebut.
"UTAM!" Dina memekik kaget dengan perlakuan Utam pada sim card ponselnya, dengan watados -wajah tanpa dosa- nya ia memotongnya dengan segitu mudahnya tanpa persetujuannya.
"apa? Mau protes?"
"kok kamu buang sim card aku?"
"biar gak ada yang ganguin kamu lagi." ia hanya bisa menghela nafas, pasrah. Ia tak mau membesar-besarkan masalah ini lagi, cukup sudah, ia lebih baik mengalah saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengorbanan Cinta
Teen FictionSeq. Cinta Pandangan Pertama "Berjuang..." itulah yang sedang ku lakukan untuk mempertahankan hubungan kita. "Bertahan..." itulah yang aku lakukan demi hubungan ini tetap ada. "Terluka..." itulah yang selalu aku rasakan karena memilih tetap bers...