Setibanya dirumah, Karis segera masuk ke kamarnya, bahkan ia juga menghiraukan mamanya lagi, karena pikirannya sekarang tertuju hanya pada Gisa. Keadaan Gisa sekarang, benar-benar membuat Karis khawatir. Bagaimana Tidak? Orang yang sangat ia cintai dan ia sayangi sekarang sedang terbaring lemah di rumah sakit, melawan masa kritisnya.
"Karis!" bentak mamanya yang sudah cape, setelah pertunangannya beberapa jam lalu, Karis benar-benar menghiraukannya. Namun ia sama sekali tak merasa kaget ketika mamanya membentaknya, Pikirannya benar-benar kacau sekarang. Dia takut sesuatu terjadi pada Gisa, ia takut kejadian beberapa tahun lalu terjadi lagi, dan ia juga takut jika Gisa tak bisa bertahan.
"Karis... Kamu sebenarnya kenapa sih? Jawab mama!" tak henti-hentinya Ira bertanya pada anak semata wayangnya ini, tapi Karis hanya menatap mamanya dan berkata,
"Karis cape ma, Karis pengen istirahat." jawabnya kemudian masuk ke kamarnya, dan menguncinya, tak mempedulikan mamanya yang terus mengoceh diluar kamarnya.
"kamu kenapa sih, Karis." gumam Ira, tak biasanya Karis bersikap seperti ini.
.
.
."Karis... Bangun, sudah pagi." panggil mamanya sambil mengetuk pintu kamar Karis, namun tidak ada jawaban dari dalam.
"Karis... Bangun sayang, ayo kita sarapan." masih tak ada jawaban. Ira sedikit khawatir dengan Karis, segera ia mengambil kunci cadangan dan membuka kamar Karis.
"Karisss..." ia terkejut ketika melihat anaknya yang tertidur disamping ranjangnya sambil memeluk sebuah pigura, dan terus bergumam.
"ya ampun Karis, kamu kenapa tidur dibawah? Kamu bisa masuk angin." ucap Ira panik, kemudian menghampiri Karis dan segera mengangkat tubuhnya agar pindah ke ranjang.
"ya ampun badan kamu panas banget lagi." katanya ketika memegang dahinya, ia kemudian menarik selimut untuk menyelimuti tubuh anaknya itu.
"Gis, jangan tinggalin aku, maafin aku..." mendengar gumaman itu membuat Ira sedikit kesal, kenapa saat sakit seperti ini Karis malah memanggil nama gadis itu. Apa ia lupa kalau sekarang ia telah bertunangan dengan Maudina? Ia sudah tidak berhak berbicara tentang cowo lain lagi, gimana kalau Maudina tahu?
"mama kan udah bi--"
"pliss... Jangan tinggalin aku, aku cinta sama kamu..." perkataannya terhenti kala Karis malah menggumamkan itu lagi, mungkin yang ia rasakan ketika pigura itu ditarik mamanya, adalah seolah Gisa akan pergi meninggalkannya, makanya ia bisa menarik pigura itu.
"Karis, kamu harus bangun..." kata mamanya.
"Gisa ma... Gisa..." lagi dan lagi, Ira benar-benar muak sekarang. Bukankah Karis tahu kalau mamanya ini sangat tidak suka jika ia mendengar nama Gisa? Kenapa sekarang ia malah terus menggumamkannya?
"kamu harus ke rumah sakit, ayo ke rumah sakit."
.
.
.Keadaannya tetap sama, tidak ada peningkatan sama sekali, tidak ada tanda-tanda ia akan sadar. Semua orang tampak sangat khawatir akan keadaan Gisa, karena sampai sekarang belum ada tanda-tanda ia akan siuman. Namun tiba-tiba nafas Gisa yang awalnya biasa saja kini menjadi lebih cepat membuat semua orang kaget dibuatnya.
"Gis... Gis... Cepet panggil dokter." ucap Utam berteriak karena semua orang malah mengerumuni Gisa.
"biar gue yang panggil." kata Irdan segera berlari dan memanggil dokter Nathan yang menangani Gisa.
"permisi... Biarkan saya memeriksanya." ucap dokter tersebut.
"maaf, keluarga pasien dimohon keluar terlebih dahulu, biarkan kami menanganinya." ucap suster yang datang bersama dokter Nathan.
"dia akan baik-baik saja kan?"
"kami akan berusaha sebaik mungkin." jawabnya.
Kini Gisa tengah ditangani oleh Nathan, keadaannya benar-benar membuat ketakutan bagi Nathan. Ia khawatir prediksinya benar, Gisa gak akan bisa bertahan. Nafasnya masih belum teratur, EKG alat pendeteksi jantung menunjukkan keadaannya sangat menurun. Beberapa kali Nathan melakukan tugasnya sebagai dokter, namun kali ini sepertinya usahanya akan gagal, karena setelah melihat EKG yang terhubung dengan Gisa menunjukkan garis lurus yang menimbulkan suara...
Nittttttttt..........
***
Tbc
*suaranya gitu bukan sih? 😂
Bodo amatlah ya... 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengorbanan Cinta
Fiksi RemajaSeq. Cinta Pandangan Pertama "Berjuang..." itulah yang sedang ku lakukan untuk mempertahankan hubungan kita. "Bertahan..." itulah yang aku lakukan demi hubungan ini tetap ada. "Terluka..." itulah yang selalu aku rasakan karena memilih tetap bers...