38. Sebuah kebaikan

99 3 4
                                    

"Dok, keadaan Gisa gimana?" tanya Karis setelah menunggu selama 15 menit ini.

"dia baik-baik aja, itu hal biasa karena Gisa berusaha mengingat sesuatu. Tapi saya sarankan, untuk saat ini Gisa jangan dulu terlalu memaksakan untuk mengingat. Saya khawatir kondisi dia malah drop lagi seperti sekarang." jelas Dokter Nathan.

"oh iya, makasih dok. Saya boleh masuk ke dalem kan?"

"iya, bo--"

"nggak!" inilah tameng Gisa, Utam adalah satu-satunya orang yang membuat Karis susah untuk menemui Gisa. Ia bingung, bagaimana cara menaklukan Utam sekarang? Kesempatan kedua yang telah Utam berikan padanya kini telah musnah, karena ia telah lalai menjaga Gisa dan membuat Gisa sampai seperti ini. Apakah Utam tidak akan memberinya Kesempatan ketiga?

"tam, plis.. Gue harus tahu keadaan Gisa."

"gue kan udah bilang jauhin Gisa! Lo harus ngerti."

"nggak! Gue bakalan tetep bertahan sama Gisa, gimana pun keadaannya."

"lo udah mau nikah, gue udah terima undangannya." Karis mengerutkan dahinya, tanda ia bingung. Menikah? Undangan? Apa itu artinya orangtuanya akan mempercepat perjodohan ini?

"gue gak bakalan nikah sama Dina, pertunangan ini bakal batal."

"gak mungkin, undangan udah disebar. Ris, gue mohon, gue gak mau Gisa sakit lagi gara-gara lo. Ini kesempatan buat gue, dalam kondisi seperti ini, Gisa gak bakalan sakit hati kalau dia tahu lo akan nikah sama Dina."

"terus lo? Mana yang katanya mau berjuang? Bacot!"

Bugh...

Satu pukulan dari Utam mendarat diwajah Karis, membuat sudut bibir Karis mengeluarkan darah.

"gue awalnya berjuang, tapi gue sekarang nyerah. Gue udah gak bisa perjuangin Dina lagi. Gue udah putus." tepat ketika kata itu Utam ucapkan, Dina kini tengah berada diantara mereka. Putus? Harus ya kata itu lo lontarkan lagi? Batin Dina. Kenapa ia harus datang disaat seperti ini?

"kalian berdua... Putus?"

"harus gue ulangin?"

"ris, mama lo nyuruh gue buat jemput lo. Ayo!" Dina menarik Karis menjauh dari Utam. Kini mereka tengah berada ditaman rumah sakit.

"Din, lo ngapain narik-narik gue sih." Dina terdiam.

"jawab kali, gue gak lagi ngomong sama tembok." Dina masih terdiam, tak mengubris ucapan Karis.

"Din, gue--" Karis kini menengok ke arah Dina, mendapati ia tengah menangis sambil menelungkupkan dikedua kakinya. Karis ikut berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Dina.

"Din, sorry. Gue baru nyadar, gue..."

"gue cape ris, kenapa sih perjodohan ini harus ada? Hiks. Kenapa gue harus mengorbankan cinta gue demi untuk kebahagiaan keluarga? Kenapa gue gak ada kesempatan buat bahagia sama cinta gue sendiri, kenapa ris? Kenapa? Hiks." Karis terdiam. Ia baru sadar kalau ujian ini terlalu berat. Apa yang dikatakan Dina benar. Kenapa kita harus mengorbankan cinta kita sendiri demi kebahagiaan-- ralat ini bukan kebahagiaan, tapi ini keuntungan dua keluarga?

"maaf, gue gak bisa perjuangin ini. Maaf kalau lo harus menderita kayak gini, gue tahu, gue salah menerima perjodohan ini gitu aja. Gue gak tahu, kalau akhirnya Utam bakalan... Mutus--"

"pliss jangan keluarin lagi kata itu!"

"sorry. Lo tahu tentang undangan pernikahan kita?" Dina terperangah kaget mendengarnya.

"undangan?"

"gue denger ini dari Utam. Dia nerima undangan pernikahan kita."

"Utam? Apa karena ini dia mutusin gue?"

***

"gue kan udah bilang, jauhin Karis!" Gisa hanya memutar bola matanya,  malas mendengar kata itu terus Utam lontarkan sedari tadi. Jauhin karis! Atas dasar apa ia menyuruhnya begitu? Bukankah Karis kekasihnya? Ada apa sama sepupunya ini?

"Utam, udahlah biarin Gisa. Jangan kayak gini." saran Irdan. Namun Utam hanya menanggapinya dengan tatapan sinis, dan ia pergi menuju kamarnya.

"udah Gis, Jangan dipikirin. Lo istirahat sana!"

"iya kak, makasih."

"iya, gue balik sekarang ya?"

"iya, hati-hati ya."

Gisa merebahkan tubuhnya diatas kasur berukuran queen size. Ia memandang langit-langit kamarnya yang didomisi berwarna putih. Gisa masih tidak mengerti mengapa Utam ataupun Karis tak memberitahukan hal yang telah terjadi padanya. Tentang ia yang tidak boleh berdekatan dengan Karis?

"ada apa sih ini?" Gisa prustasi, harus dengan cara apa agar ia bisa mengetahui semua hal ini?

Tok tok

Seseorang mengetuk pintu kamarnya, dengan malas ia berjalan gontai membuka pintu tersebut.

"gue boleh masuk?" katanya. Ternyata orang itu adalah Utam. Sekarang ia mau apa? Menyuruhnya untuk berjauhan dengan Karis lagi? Ia sudah bosan mendengarnya.

"masuk aja." Utam menyerahkan sebuah Undangan berdomisi hitam putih yang terdapat seorang cewe dan cowo yang sangat Gisa kenal. Mereka adalah Karis dan Dina.

"ini maksudnya apa kak?"

"inilah kenapa gue selalu nyuruh lo buat jauhin dia Gis. Karis udah punya tunangan dan lo gak ada hubungan apa-apa sama dia." kenapa rasanya seperti ada yang menyayat hatinya, rasanya seperti ada yang menggores hatinya ketika ia tahu kenyataan bahwa Karis yang mengaku sebagai pacaranya itu malah akan menikah dengan orang lain. Jadi selama ini Karis berbohong? Tapi kenapa?

"gue harap lo ngerti Gis."

Drrt... Ponselnya bergetar tanda ada notifikasi masuk.

Karis : malem Gis, kamu udah baikan? maaf tadi aku pulang duluan.

Gisa : gak masalah, gue bukan siapa-siapa lo. Btw, thanks udah nganterin gue ke rumah sakit tadi. :)

Karis : gue cowo lo Gis, maksud lo apa?

Gisa : jangan deketin gue lagi, gue gak mau jadi ganggu pernikahan lo.














"mungkin Utam bener. Gue harus menjauh dari dia." - Gisa

***
Tbc

Pengorbanan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang