"mau coba Hysteria?" tanya Utam."nggak!" tolaknya langsung.
"yaelah, masih takut aja." katanya meremehkan.
"enak aja, kagaklah, ngapain takut. Aku cuma...Cuma... Hm..." jawabnya memikirkan alasan apa yang harus ia lontarkan pada Utam. Bukannya takut, tapi Maudina itu gak suka dengan penutup permainan tersebut. Bayangkan saja, diakhir permainan itu kita bakalan dinaikkan ke atas dan saat itu juga kita bakalan dihempaskan ke bawah. Dan bagaimana rasanya? SAKIT!
"apa? Alasan mulu." cibirnya.
"oke oke, ayo kita naik." ajaknya.
"yakin?"
"yakinlah!"
"gak bakalan nangis kan?"
"nggaklah, ngapain nangis?" sanggah Dina.
"beneran?"
"beneran utam sayang :)"
"ah, gak usah deh."
"ihs, ayo?"
"ya udah, ayok." ajaknya. Mereka pun naik permainan tersebut.
Tahap awal, masih ringan...
Naik...
Turun...
Naik lebih jauh....
Turun lagi...
Lebih jauh....
"aaaaaaaa..." teriak Maudina.
"siap-siap!" ucap Utam.
Inilah puncaknya...
Naiiiik............
Kemudian...
"aaaaaaaaaaaaa...." Maudina teriak dengan kencangnya, ketika tahap terakhir permainan ini.
Jleb...
Rasanya seakan mati rasa, Jantungnya berdebar diatas normal, dan seluruh tubuhnya lemas. Ia kapok naik wahana ini, ia gak mau lagi naik wahana ini. Gara-gara wahana ini, ia jadi lemas dan rasanya ia gak mampu buat jalan lagi.
"gimana Rasanya?" tanya Utam dengan senyum sumringah puas dengan wahana ini, sedangkan Maudina? Ia masih mengatur nafasnya karena Jantungnya belum tercontrol juga.
"yang?" panggil Utam.
"yang?" panggilnya lagi, kali ini ia menengok ke sampingnya. Seketika ia terkejut, karena wajah Maudina begitu pucat yang membuat Utam khawatir dibuatnya.
"yang, kamu kenapa? Sakit?" tanyanya sambil menggenggam kedua tangannya yang masih gemetaran kemudian menyentuh jidatnya dengan tangannya.
"lemes doang."
"ya udah, sini gendong." tawarnya.
"eh gak usah, malu kali diliatin orang."
"ya udah, aku bantuin jalan ya?"
Utam memapah Maudina ke tempat duduk terdekat dan mendudukannya kemudian ia menyodorkan air minum untuknya.
"tuh kan, kalau takut gak usah maksain, jadi gini." protes Utam karena merasa bersalah sudah membuat Maudina jadi seperti ini. Kalau saja ia tidak terus menantangnya, mungkin Maudina gak akan memaksanya untuk naik wahana itu.
"aku cuma..." Maudina menggantung kata-katanya mencari alasan apa lagi agar Utam tidak merasa bersalah seperti itu.
"cuma apa? Udah, gak usah mikir pake alasan apa biar aku gak merasa bersalah." kata Utam seolah tahu apa yang dipikirkan Maudina.
"apaan sih. Aku gak papa kok." jawab Maudina berusaha meyakinkan Utam.
"aku tahu, gak papa-Nya cewe itu pasti kenapa-kenapa."
"sejak kapan kamu peka?" tanya Maudina yang kaget dengan perubahan Utam.
"Maudina!"
"iya iya, serius amat mukanya."
"aku tuh khawatir tau, gimana kalau kamu kenapa-kenapa tadi?"
"aku udah gak papa sayang, serius." katanya.
"beneran?" tanya Utam yang dijawab anggukan oleh Maudina yang menandakan Kalau ia memang sudah baik-baik saja.
"mau ke Istana Boneka?" ajak Utam yang membuat mata Maudina berbinar tanda ia setuju dengan ajakannya itu.
Istana Boneka
Wahana yang paling tenang, ribuan boneka terpampang disini, bertambah alunan musik yang menenangkan hati, membuat Maudina dan Utam tampak menikmati suasana disini. Bertambah perahu yang menemani mereka untuk menjelajahi istana boneka tersebut.
"bonekanya lucu-lucu ya, kayak aku." ucap Maudina percaya diri yang membuat Utam memutar bola matanya, malas. Kemudian menatap Maudina, sinis. Lucu? Udah gede gitu masih pengen dibilang lucu?
"biasa aja dong liatinnya." protesnya karena merasa risih ditatap seperti itu. Ia tahu ia terlalu percaya diri. Tapi, Emang dirinya salah?
"Jijik!" ucap seseorang dibelakangnya yang membuat Maudina merasa sangat tersinggung. Jijik? Kata itu bikin nyesek dihati dan bikin mancing emosi. Siapa pun itu, hari ini ia akan habis olehnya.
Ia menengok ke belakang dan mempersiapkan mulutnya untuk mengintrogasinya.
1
2
3
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengorbanan Cinta
Teen FictionSeq. Cinta Pandangan Pertama "Berjuang..." itulah yang sedang ku lakukan untuk mempertahankan hubungan kita. "Bertahan..." itulah yang aku lakukan demi hubungan ini tetap ada. "Terluka..." itulah yang selalu aku rasakan karena memilih tetap bers...