Dina menghempaskan tubuhnya ke kasur, kemudian memandang langit-langit kamarnya yang bernuansa putih itu. Dia terus memikirkan apa yang dikatakan Utam, ini yang ia harapkan dari Utam, tapi melihat sikapnya yang masih seperti itu membuatnya harus berpikir lagi untuk menjawab permintaan Utam.
"mau sampai kapan sih lo gini terus?" gumam Dina. Dia senang Utam mengajaknya bertemu hari ini, ia senang karena setelah bertemu Utam tadi sore, membuat rindunya sedikit terobati meskipun ia tak bisa mengungkapkannya, tapi baginya melihat Utam saja sudah cukup baginya.
Drrt...
Utam : maaf, soal tadi.
Utam : gue masih nunggu jawaban lo.Maaf? Jawabannya selalu, maaf. Apa dia tak pernah sadar dengan kesalahannya? Mengucapkan kata maaf itu gampang, tapi ia tahu gak kesalahannya apa?
Utam : gue tau, tadi gue egois dan tidak memahami sepenuhnya dari kata-kata lo. Tapi lo juga tau, gue tetep Utam, gue gak bisa berubah secepat itu.
Seolah mendengar kata hati Dina, tiba-tiba Utam mengirim pesannya lagi. Mungkin, tadi tak sempat ia katakan pada Dina.
Utam : makanya, gue mau perbaiki semuanya Din, tapi disini gue butuh lo. Gue mau lo ingetin gue lagi kayak tadi kalau gue bersikap egois lagi.
Utam : gue mau kita balikan.
Dina : besok kita ketemu ditaman kampus. Gue bakalan jawab semua permintaan lo.
***
Pagi ini cuaca sangat cerah, padahal hari sebelumnya selalu turun hujan. Seolah alam telah berpihak padanya, Gisa, gadis yang sebentar lagi akan menginjak usia 19 tahun itu pagi ini merasa bahagia, karena ia diijinkan kuliah lagi. Entah apa yang terjadi pada sepupunya, tiba-tiba saja ia meminta maaf dan mengijinkannya kuliah lagi. Ia senang, itu artinya ia juga akan bertemu dengan Karis, cowo yang entah sejak kapan, ia pun tak ingat telah menjadi kekasihnya.
Bahagianya pun bertambah kala ia mendapatkan sebuah pesan kalau kekasihnya itu telah pulih dari sakitnya dan akan pergi ke kampus. Sungguh, alam tengah berpihak padanya hari ini.
Disinilah ia berada, tempat favorit dirinya dan Karis, sebuah taman dengan danau luas yang bisa membuat siapa saja akan merasakan tenang disini. Seperti yang telah dijanjikan, ia menunggu Karis disini. Sudah 10 menit berlalu dari waktu yang disepakati, namun Karis tak kunjung datang.
Gisa menghembuskan nafasnya kasar, sedikit kesal karena ia terlalu lama menunggu. Ia kemudian melemparkan batu-batu kecil yang ada disekitarnya ke danau yang ada didepannya, untuk sedikit mengusir kekesalannya. Ia mendesah kala lemparannya tak dapat lebih jauh lagi, mungkin itu batas kemampuan lemparannya. Namun kepalanya tiba-tiba terasa pusing, sakit menjalari kepalanya. Ia terus memegang kepalanya untuk sedikit mengurangi rasa sakit, namun usahanya percuma saja, ia tak bisa mengurangi rasa sakitnya. Disela itu, samar-samar ia seperti pernah mengalami hal ini sebelumnya.
"arrgh..." umpatnya, karena krikil itu mendarat ditempat yang sama lagi.
"yah... Masih gitu-gitu aja." mendengar suara itu, ia langsung menoleh dan mendapati Karis berdiri dibelakangnya dan tersenyum padanya.
"nih, liat!" ucapnya lalu mengambil krikil dan melemparnya ke danau. Dan benar saja, lemparannya jauh dibanding Gisa.
Arrgh... Gisa mengaduh kesakitan, ini hal yang ia benci. Mengingat. Jika mengingat harus sesakit ini, kadang ia ingin amnesia selamanya saja, ia tidak kuat menahan sakitnya. Mengapa insiden itu membuatnya jadi semenderita ini? Apa yang telah ia lalaikan sehingga kejadian itu menimpanya?
"hai..." katanya seraya menyodorkan tangannya mengajak bersalaman.
***
"Tam, lo gak mau mulai duluan gitu?" Utam terperangah kaget ketika Dina melontarkan pertanyaan itu. Memulai? Apakah ia harus menyatakan itu lagi? Apa ia harus meminta lagi? Apakah pesan semalam belum cukup?
"katanya lo mau ngasih jawaban." jawab Utam dengan polosnya. Utam gak salahkan? Memang benar, Dina yang menyatakan akan memberinya jawaban. Berarti cukup dirinya berdiam dan menunggu jawabannya, selesai.
"lo gak berubah ya, tetep sama." Dina sedikit kesal dengan respon Utam. Ternyata memang benar, Utam tetap Utam, ia gak mungkin berubah jadi aktor Korea yang selalu peka.
"lo marah? Lo pengen gue ngomong sekali lagi? Oke, gue ngomong sekali lagi, tapi jangan marah oke?" respon Utam yang satu ini cukup mengejutkannya. Benarkah ini Utam? Ekspresinya menunjukan ketakutan, takut jika dirinya marah karena dirinya.
"oke, gue mau bicara serius sama lo. Gue harap lo ambil keputusan yang gue mau, dan pengakuan ini gak akan mengecewakan lo lagi." ucap Utam, perlahan memegang kedua tangan Dina.
"Anggi Putri Maudina. Maukah kamu menerimaku lagi sebagai orang yang menjadi alasanmu bahagia seperti dulu? Maukah kamu menerima cowo super cuek namun ganteng sepertiku?" Dina sedikit terkekeh kala Utam menyebut dirinya ganteng. Ini bukan Utam banget, dan sejak kapan seorang Utam Lesmana menjadi seromantis ini?
"aku tahu, aku gak pandai merangkai kata seperti Dilan, aku juga gak bisa se-peka cowo-cowo Korea yang sering kamu tonton. Namun, asal kamu tahu, bahwa tanpa mengungkapknnya pun aku selalu mencintai, menyayangi, dan merindukanmu, juga ingin selalu disisimu menjaga dan melindungimu."
"jadi, maukah kamu menerimaku sebagai kekasihmu lagi?" Utam mengeluarkan setangkai mawar dan berlutut dihadapan Maudina. Kejadian ini menarik orang-orang yang ada ditaman itu untuk melihat secara langsung pengakuan cinta seorang Utam Lesmana kepada Anggi Putri Maudina. Tak banyak yang memotret dan dalam hitungan detik, Utam dan Dina menjadi trending topik, bahkan Karis yang akan menemui Gisa pun mendadak penasaran dengan apa yang Utam lakukan sehingga bisa membuat heboh warga kampus.
Namun, sebelum ia mendengar jawaban dari Dina. Tiba-tiba seseorang datang dan memberitahukan padanya bahwa Gisa pingsan ditepi danau. Setelah melihat jam tangannya, ia baru sadar, kalau ia sudah terlambat 15 menit sekarang.
Karis bergegas menuju tempat dimana Gisa berada, namun hasilnya Gisa tidak ada ditempat. Dan menurut informasi, seseorang telah membawanya pergi. Karis semakin khawatir dan segera mencari tahu siapa yang membawa Gisa pergi dan kemana orang itu membawanya pergi.
Karis segera berlari ketika ia melihat seorang cowo menggendong Gisa ke sebuah mobil. Namun ia bisa bernafas lega ketika melihat siapa yang membawanya.
"Dokter Nathan, ngapain disini?"
"cepet masuk, Gisa kritis sekarang."
***
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengorbanan Cinta
Fiksi RemajaSeq. Cinta Pandangan Pertama "Berjuang..." itulah yang sedang ku lakukan untuk mempertahankan hubungan kita. "Bertahan..." itulah yang aku lakukan demi hubungan ini tetap ada. "Terluka..." itulah yang selalu aku rasakan karena memilih tetap bers...