"gak usah ngadu!" Gisa terperanjat kaget mendengar suara yang familiar ditelinganya, sebelum sambungan telpon itu benar-benar terputus. Semarah itukah?
Gisa terduduk lemah dibahu ranjang, ia tak menyangka kalau Karis akan berbicara seperti itu padanya. Ia tahu ia salah, tapi Karis gak harus berbicara seperti itu. Tak tahukah ia kalau dia telah menyayat hatinya, kini? Ia tak berniat untuk mengadu, ia hanya berkata jujur, dan itu hanya kesalahpahaman. Itu faktanya.
Sudah tak tahan dengan semuanya, ia kemudian mengambil tak kecilnya dan bergegas pergi, tak lupa ia mengirim pesan singkat pada Utam kalau-kalau tante Resi menanyakan keberadaannya.
Hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai dirumah Karis, gadis bersurai panjang sepunggung itu kini tengah berdiri didepan pintu utama rumah keluarga Fadillah tersebut. Rumah? ah tidak, ini tak terlihat seperti rumah, mungkin lebih pantas dibilang mansion.
Gisa menekan bel 2 kali, namun masih tak ada tanda-tanda akan ada yang membukanya. Perlahan ia mendorong pintu berwarna putih itu dan segera masuk. Ia tahu ini tak sopan, tapi sepertinya hari ini sedang tak ada orang dirumah? Ia hanya akan mengecek kamar Karis untuk memastikan bahwa cowok itu ada dirumah.
Kaki jenjangnya menaiki satu persatu anak tangga yang akan membawanya masuk ke sebuah ruangan tempat sang pangeran pemilik rumah ini biasa berdiam diri. Tentu saja ia tahu letak kamar Karis, semenjak Ira mengundangnya datang ke sini, ia jadi sering datang ke rumah ini bahkan kamar Karis menjadi tempatnya. Terkadang ia diajak bermain game bersama, namun karena pada dasarnya Gisa tak begitu menyukai game, akhirnya ia hanya bisa melihat dan sesekali berteriak heboh karena greget ketika target Karis berhasil lolos, kemudian setelah itu ia akan mengoceh gak jelas dan mengkritik Karis kalau harusnya tadi ia begini, kalau saja ia begitu, dan banyak lagi kritikan yang ia lemparkan padanya. Dan itu membuat Karis lebih mengenal sisi lebih dekat gadis itu, dibalik sikap dewasanya, ternyata menyimpan sejuta kata yang hanya bisa dilontarkan ketika ia merasa greget dengan sesuatu. Karis tersenyum tipis melihat tingkah pacarnya itu, kemudian mencubit gemas pipinya.
"gemesin..." itulah kata yang selalu dilontarkannya.
Mengingat kebersamaannya dengan Karis, tak terasa Gisa sudah sampai didepan pintu kamar Karis. Ia mengetuk pintu tersebut, namun tak ada sahutan atau tanda-tanda ada orang didalam. Dengan ragu ia membuka knop pintu, kemudian masuk. Ketika ia menginjakkan kakinya dikamar tersebut, yang pertama kali ia lihat adalah foto dirinya dan Karis yang kala itu sedang memakan ice cream. Ia bahkan tak ingat pernah melakukan hal itu, tapi Karis bilang itu foto yang diambil ketika mereka bermain ke Dufan (Dunia Fantasi) bersama dengan Utam dan Dina. Membayangkannya saja membuat Gisa ingin mengulang momen itu, karena dirinya yang belum mengingat kejadian dihari itu. Foto itu terpajang bebas diatas ranjang milik Karis, ia pernah bilang foto itu sengaja ia pajang agar ketika pertama masuk ke kamar ia hanya akan mengingat dirinya.
Gisa menghela nafas gusar, apakah setelah ini ia takkan menjadi kesal setelah melihat foto tersebut?
Lama memandang foto tersebut, kemudian pandangannya teralihkan pada sisi kiri tempat kamar mandi pribadi Karis yang berbunyi menandakan seseorang akan keluar dari sana. Gisa masih menunggu dan berharap sosok dibalik pintu itu adalah Karis.
Benar saja, dibalik pintu itu terdapat Karis dengan rambut yang basah sambil sesekali mengusap-usapnya rambutnya yang menimbulkan cipratan. Sepertinya ia baru selesai mandi. Dan titik-titik air yang mengalir ke lehernya membuat Gisa menelan ludahnya susah payah, ia jatuh dalam pesona Karis sampai ia membelalakan matanya ketika mendapati Karis yang kini sedang telanjang dada.
"AAA..." ia menjerit kemudian segera menutupi matanya dengan kedua telapak tangannya dan segera berbalik memunggungi Karis. Bagaimana pun ini pengalaman pertamanya melihat cowo telanjang dada, dan hanya handuk putih yang melilit dipinggang cowo itu. Karis yang baru menyadari kehadiran Gisa pun sama kagetnya ketika gadis itu berteriak dan dengan langkah terburu-buru Karis segera mengambil baju dan celana dilemarinya kemudian kembali ke kamar mandi dan segera memakainya.
Gisa masih mengatur nafasnya, ia mengibaskan tangannya karena tiba-tiba dikamar ini ia merasa panas sekali. Ia menghempaskan bokongnya disofa kamar itu, kemudian mencari sesuatu yang ia bisa gunakan untuk dijadikan kipas. Kejadian itu terlalu cepat, bagaimana bisa ia tak menyadari hal itu sama sekali.
Ketika ia sedang asik dengan kipas buatannya, muncullah sosok Karis yang sekarang sudah berpakaian santai dengan kaos hitam yang senada dengan celananya. Suasana menjadi canggung, kejadian barusan membuat Gisa melupakan tujuannya datang ke sini. Ia jadi malu sendiri karena masuk ke kamar cowok tanpa ijin. Tapi kalau ia ijin dulu, belum tentu juga Karis akan membiarkannya masuk, lagian ia sudah mengetuk pintu juga. Jadi jangan salahkan dia kalau Karis akan keluar dengan telanjang dada seperti itu. Oke fix, sekarang Gisa sedang menganut sistem 'cewek tak pernah salah!'.
"aku akan mengambil minum." katanya memecah keheningan, kemudian ia beranjak pergi, namun sebelum itu Gisa menahannya. Ia harus segera membicarakan tentang tujuannya datang ke sini sore-sore begini.
"aku mau ngomong sama kamu." ucapnya, sekarang suasana menjadi mencekam. Karis kemudian duduk diujung kasur menjadi berhadapan dengan Gisa yang tengah duduk disofa.
Karis menatap datar dirinya, ia hanya bisa menghela nafas. Ia harus segera menyelesaikan masalah ini, ia benar-benar tak suka dengan tatapan itu. Tatapan datar dengan raut kekecewaan.
"aku minta maaf, soal tadi siang. Aku akan jelasin dan kamu jangan menyela." ujarnya dan Karis masih diam tanpa berniat menanggapi, bahkan deheman atau anggukan pun tak didapatkan Gisa.
"aku memang belum bilang kalau aku alergi coklat. Tapi aku tak sepenuhnya seperti itu, alergi itu tak selalu datang ketika aku memakan coklat. Dengar, awalnya aku juga berpikir jika itu alergi. Tapi aku baru ingat, belum lama ini Kak Dina ngasih aku coklat dan coklat itu gak bikin aku mules." Gisa masih menatap Karis, berharap cowok itu sedikit mengubah ekpresinya, namun tak ada perubahan.
"jadi, aku gak benar-benar alergi coklat Karis. Kamu harus tahu itu. Gandy udah salah, dan kamu harus percaya aku, Karena aku yang merasakannya bukan Gandy." Gisa memelas Karena tak mendapat respon apa-apa.
"jadi, kamu gak boleh marah lagi sama aku, atau kesel. Aku gak tahan dicuekin gini. Dan aku gak rela kamu bilang aku tukang ngadu." kali ini Gisa mencebikkan bibirnya sambil menatap kebawah dan memainkan kedua kakinya. Ia pikir ia telah selesai dengan ceritanya, tapi kenapa Karis tak merespon apa-apa?
Sepasang kaki yang mendekat ke arahnya berhasil membuat Gisa mendongakkan kepalanya, mendapati Karis yang kini berdiri dihadapannya tak lama kemudian ia berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Gisa. Kedua tangannya kini berada dibahu gadis itu, tatapannya menerawang untuk memastikan bahwa Gisa tak sedang membohonginya. Dan sialnya Karis tak menemukan kebohongan disana, ia jadi merasa bersalah pada Gisa karena telah memojokkan gadis itu tadi siang dan berpikir yang tidak-tidak.
"maaf..." lirihnya yang membuat mata Gisa sedikit berbinar, itu artinya Karis mempercayai setiap omongannya. Ia segera menggeleng lemah.
"aku yang salah, harusnya jelasin dulu." jawabnya, karena ini memang kesalahannya.
"sst..." Karis mengarahkan telunjuknya pada bibir Gisa menyuruh untuk tetap diam. "aku yang terlalu cepat mengambil kesimpulan, dan ini membuatku merasa pada detik-detik kalau aku merasa tak pantas bersamamu." jelasnya yang membuat Gisa sedikit kaget, kemudian ia menggelengkan kepalanya seolah memerintah Karis agar jangan berpikir seperti itu.
"tapi setelah mendengar penjelasanmu, aku tahu aku salah telah percaya Gandy dan mengabaikan semuanya. Maaf."
"aku juga minta maaf, karena gak jelasin tentang ini." pun, mereka maaf-maaf-an, karena mereka sadar kalau menunggu lebaran terlalu lama.
"udah, yang penting kita telah mengungkapkan perasaan masing-masing. Plis... Jangan ada salah paham lagi. Aku gak mau hubungan kita menjadi renggang kembali." ucapnya kemudian memeluk Gisa erat seolah tak ingin miliknya direnggut oleh siapa pun, termasuk Gandy.
"I Love You, My Princess."
"I Love You More, My Prince."
***
TbcKangen momen Karis-Gisa yang kayak gini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengorbanan Cinta
Teen FictionSeq. Cinta Pandangan Pertama "Berjuang..." itulah yang sedang ku lakukan untuk mempertahankan hubungan kita. "Bertahan..." itulah yang aku lakukan demi hubungan ini tetap ada. "Terluka..." itulah yang selalu aku rasakan karena memilih tetap bers...