29. Terlambat ma, terlambat!

139 4 1
                                    

"Karis ngapain sih? Dia cuma bakal ganggu dokternya aja." Utam menggerutu karena keegoisan Karis yang menuntut untuk masuk keruangan itu, tapi ia juga tahu Karis tidak bisa dicegah, apalagi menyangkut soal Gisa. Senurut-nurutnya Karis pada mamanya, ia tetap gak bisa mengabaikan Gisa begitu saja.

"udahlah tam, Karis pasti bisa bantu dokternya." Irdan mencoba menenangkan Utam, karena ia juga tahu kalau Utam pasti masih sangat kesal dengan kejadian ini. Kejadian yang seharusnya ia hindari, tapi kini malah terulang kembali. Inilah yang Utam khawatirkan, bukannya ia tidak menyetujui Gisa sama Karis, tapi ia takut jika Gisa bernasib sama seperti adiknya.

"bantu apaan? Karis tau apa sih soal beginian."

"Utam stop!" ucap Resi yang merasa sudah pusing karena sedari tadi Utam terus menggerutu. Tak bisakah ia diam? Memangnya dia saja yang khawatir sama Gisa, dirinya juga, semua orang disini juga mengkhawatirkan keadaan Gisa. Tidak bisakah Utam membiarkan Karis saja?

"udah, diem! Kita tunggu dokternya dulu, dan berhenti menyalahkan Karis seperti itu."

Apa Gisa ada hubungannya dengan mereka? Batin Ira, mamanya Karis. Sedari tadi ia hanya menyaksikan yang keluarga ini khawatirkan. Apalagi Utam yang selalu menyebutkan nama Gisa, nama yang bahkan malas sekali untuk ia dengar. Tapi ia penasaran, ada apa dengan keluarga ini? Dan sedang apa mereka disini? Siapa yang sakit? Kenapa juga anaknya, Karis memaksa masuk ruangan itu? Apa Gisa sakit? Banyak sekali pertanyaan yang ingin ia lontarkan, tapi ia enggan untuk bertanya karena waktu yang tidak tepat.

"keluarga Gisa Safani?" ucap Dokter Nathan. Semua berdiri menanti perkataan dokter selanjutnya.

"saya ingin berbicara dengan walinya."

"saya walinya."

"saya walinya."

Utam dan Doni menjawab bersamaan dan mereka akhirnya saling menatap karena tak biasanya mereka kompak seperti ini, apalagi setelah kejadian kemarin yang membuat hubungan anak dan ayah itu sedikit renggang, meski masalah diantara keduanya sudah diselesaikan, namun terasa begitu canggung. Doni yang memang selalu sibuk dikantornya, namun tak jarang ia juga sering pergi keluar kota yang membuatnya memang kurang dekat dengan ayahnya.

"ikut saya!"

.
.
.

"Karis, keadaan Gisa gimana?" tanya Maudina setelah Karis keluar dari ruangan tersebut, ia baru mengetahui kabar ini dari utam tadi, ketika ia tak sengaja bertemu di pintu masuk tadi. Awalnya ia berniat ke rumah sakit karena ingin menjenguk Karis, tapi karena tak sengaja ia berpapasan dengan utam dan memberitahunya kalau Gisa dirawat juga, Maudina jadi benar-benar merasa bersalah. Ia tahu seharusnya ia tidak melakukan hal ini, ia juga tidak tahu kalau keadaannya akan jadi seperti ini. Makanya ia sekarang sangat mengkhawatirkan keadaan Gisa.

"lo ngapain ke sini?"

"hah?"

"lo puas sekarang? Setelah Gisa berjuang mati-matian buat kita, dan lo malah mengacaukan semuanya. Lo puas!"

"Karis! Kenapa kamu marahin Dina?" Ira ikut membela Maudina.

"mama liat? Mama liat cewe yang terbaring disana?" kata Karis sambil menunjuk tempat Gisa terbaring dari balik jendela. "dia cewe yang Karis sayang ma... Dia orangnya, dia ma... Bukan Dina." kata Karis menahan airmata tak sanggup melihat keadaan Gisa, harusnya Gisa tidak mengalami semua ini.

sepertinya aku pernah melihatnya ya? Batin Ira.

"mama tau, ini yang membuat Karis drop kayak gini. Karis ngerasa bersalah ma, karena Karis Gisa kayak gini." lirihnya.

"Karis kamu..."

"Karis gak cinta sama Dina ma, Karis cintanya sama Gisa, Karis sebenernya gak mau tunangan sama Dina."

"Karis, kayaknya mama pernah ketemu gadis itu? Tapi dimana ya...?" Ira mencoba mengingat hari dimana ia melihat gadis yang terbaring lemah diatas bangkar rumah sakit. Mungkinkah???

"dia yang udah nyelametin mama dari perampokan di bis waktu itu." ucap Ira senang karena ia bisa mengingat gadis itu, dan gadis yang menyelamatkannya waktu itu adalah...

Gisa?

"hah? Jadi... Gisa yang nyelametin mama waktu itu?"

"iya, mama yakin dia orangnya."

"banyak banget ya yang Gisa korbankan buat kita?" gumam Karis. Ira dan Maudina terdiam, ucapan Karis tersebut lebih terkesan menyindir karena seolah mereka telah bahagia setelah ada yang dikorbankan. Seolah? Tidak, ini benar faktanya. Apa yang Karis ucapkan memang benar, gadis itu telah berkorban untuknya, untuk anak kesayangannya, Karis. Ibu macam apa dia yang tidak memahami tentang anaknya, ibu macam apa ia yang telah memisahkan sepasang kekasih hanya demi kebahagiaannya sendiri.

"Karis, maafin mama..." lirihnya. Apa yang ia lakukan dulu? Memisahkan keduanya? Egois sekali dirinya, demi kesenangannya sendiri ia telah mengorbankan hati anak kesayangannya. Harusnya ia menegerti, Karis memang serius mencintai Gisa, tidakkah ia melihat itu?

"udahlah ma, semua udah terlambat, Karis juga terlanjur tunangan sama Dina." jawabnya.

"mama akan perbaiki semuanya, mama janji bakal nurutin apa yang kamu mau?"

Karis menatap Gisa dalam diam, ia benar-benar frustasi. Mamanya ini kenapa? Baru sadarkah akan semuanya? Apa Gisa harus seperti ini dulu baru Mamanya mau mengerti? Terlambat ma, terlambat!























***

Tbc

Pengorbanan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang